Remang, tak layak, dan terbatas. Beginilah kondisi pengrajin batik asal Indonesia yang bertaruh hidup di Malaysia. Diangkut dari kampung halaman untuk bekerja di negeri orang, pulang ke tanah air dengan nestapa.
Para pengrajin Indonesia yang 'hilang' harus membatik untuk bangsa lain dengan upah buruh, bekerja hingga malam di ruang kurang penerangan. Rabun diderita. Mata hampir tak bisa melihat akibat kondisi kerja tak layak di perantauan. Bak kain usang tak berguna, mereka pun "dikembalikan" ke desanya. "Aku sudah nggak bisa kerja".
Lantas, apa yang tersisa untuk menyambung kehidupannya?
Begitulah sepotong kisah yang didengar Thresia Mareta di tengah maraknya isu klaim batik oleh negara tetangga belasan tahun lalu. Kenangan pilu tersebut diceritakan kepada Beautynesia (11/3) dengan mata berkaca-kaca--sebuah titik yang meneguhkan tekadnya untuk mengabdi kepada bangsa melalui budaya.
"Banyak hal yang bikin pengrajin kita itu hidupnya sulit sekali," perempuan pengagum batik tulis itu bercerita. Proses batik tulis yang rumit memakan waktu paling sedikit 6 bulan hingga setahun. Hasilnya dijual dengan harga yang tak sebanding dengan biaya untuk menghidupi sang pembuatnya dalam rentang waktu yang sama.
LAKON Indonesia pun didirikan Thresia tahun 2018 sebagai upaya untuk menyelamatkan para pengrajin batik yang tersebar di berbagai daerah. Mengusung konsep fashion retail dengan ekosistem sempurna, Thresia percaya bahwa LAKON, yang kini menaungi banyak pembatik di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dapat menjadi solusi agar pengrajin batik Indonesia tetap terus hidup lewat pemberdayaan. Saat ini, siapa pun bisa menemukan gerai LAKON yang tak hanya tersebar di Jakarta, Bandung, dan Bali, tapi juga di Paris, Prancis. Rancangan kontemporer LAKON, buah tangan Irsan selaku desainer di baliknya, turut masuk jajaran Brand To Watch di Paris Trade Show versi Women's Wear Daily (WWD) tahun 2023.
Usaha tersebut berhasil menorehkan perhatian internasional. Pada 18 Februari 2025, Thresia Mareta menerima penghargaan Knight of the Ordre des Arts et des Lettres dari Kementerian Kebudayaan Negara Prancis. "Nafasnya jadi lebih panjang kalau ada pengakuan," katanya tentang penghargaan itu. "Berarti kedepannya kita bisa lebih baik lagi. Itu sesuatu yang kami butuhkan saat ini dan datangnya di saat yang tepat".
Meski dengan perolehan penghargaan prestisius tersebut dan bisnis yang telah menembus pasar internasional, Thresia mengakui pencapaian ini hanyalah 'satu poin kebanggaan' yang akan membawanya ke rasa kebanggaan terbesarnya: usaha yang terus berjalan sehingga lebih banyak pengrajin bisa hidup.
LAKON diharapkan pula bisa menjadi pemantik pergerakan memperbaiki sistem untuk melestarikan kain tradisional dan para pengrajinnya. "Nggak bisa saya sendirian," imbuh Thresia. "Kalau nggak, kan kita bisa kehilangan ya?"