Fakta-Fakta Hari Anti Sunat Perempuan Internasional 6 Februari, Sejarah hingga Makna Peringatan

Riswinanti Pawestri Permatasari | Beautynesia
Senin, 06 Feb 2023 07:30 WIB
Hari Anti Sunat Perempuan Internasional/Foto: Unsplash.com/Wren Meinberg

Hari Anti Sunat Perempuan Internasional (International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation) kembali diperingati pada tanggal 6 Februari 2023. Momen ini telah ditetapkan oleh majelis umum PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sejak tahun 2012 demi melindungi perempuan dan anak-anak gadis dari praktik mutilasi alat kelamin.

Dilansir dari laman resmi PBB, hingga saat ini masih banyak masyarakat yang menerapkan praktik sunat terhadap perempuan. Sebenarnya seberapa penting gerakan ini terhadap perempuan? Sejauh apa perkembangan dan dampaknya saat ini? Berikut penjelasannya!

Memahami Hari Anti Sunat Perempuan Internasional


Hari Anti Sunat Perempuan Internasional/Foto: Unsplash.com/Mika Baumeister

Sebagaimana disinggung sebelumnya, Hari Anti Sunat Perempuan Internasional adalah sebuah momen untuk meningkatkan kesadaran publik atas bahaya FGM (female genital mutilation) atau sunat pada perempuan. Gerakan ini ditujukan terutama untuk orangtua yang memiliki anak perempuan agar tidak lagi menjadikan hal ini sebagai tradisi.

Dilansir dari un.org, gerakan ini awalnya dipusatkan pada 30 negara di Afrika dan Timur Tengah yang masyarakatnya memegang teguh tradisi sunat pada anak perempuan. Meski demikian, kampanye juga dilakukan di kawasan Asia dan Amerika Latin, di mana praktik ini juga dilakukan oleh para imigran. Lambat laun, momen ini juga diperingati di hampir seluruh dunia, termasuk Australia dan Selandia Baru.

Sejarah dan Latar Belakang


Hari Anti Sunat Perempuan Internasional/Foto: Pixabay.com/erinbetzk

Gerakan anti sunat internasional muncul sebagai bentuk keprihatinan terhadap tingginya risiko FGM atau sunat perempuan yang membudaya di banyak negara dunia. Sunat perempuan sendiri mengacu pada semua prosedur yang mengubah atau melukai alat kelamin perempuan untuk alasan non-medis. Tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran hak asasi perempuan sebagai manusia.

Kampanye untuk menghentikan praktik sunat perempuan sendiri diawali pada UNFPA dan UNICEF sejak tahun 2008. Kedua belah pihak menerapkan program penghapusan FGM di 17 negara yang mendukung dan mengumumkan prosedur ini sebagai tindakan yang membahayakan dan melanggar HAM sehingga harus dihentikan.

Pada tahun 2012, untuk menekankan pentingnya kesadaran terhadap bahaya FGM, PBB menetapkan tanggal 6 Februari sebagai Hari Anti Sunat Perempuan Internasional. Terutama untuk para orangtua yang memiliki anak perempuan, penetapan diharapkan mampu membantu menarik kerja sama publik untuk menuntaskan masalah ini paling lambat hingga tahun 2030.

(naq/naq)