Tidak mudah bagi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) untuk mengakui penderitaan dan keadaannya kepada orang lain. Faktor-faktor inilah yang dianggap menjadi latar belakangnya.
Beberapa kasus korban kekerasan dalam rumah tangga mudah ditemukan di portal berita online dan media sosial. Namun, tahukah kamu bahwa sebenarnya tidak semua orang berani melaporkan dan menyebarkan berita tentang kekerasan yang dialaminya.
Sejumlah faktor diduga menjadi alasan korban KDRT untuk tidak mengungkapkan hal yang dialaminya, antara lain:
1. Normalisasi
Terkadang masyarakat malah menormalisasi tindakan KDRT/ Foto: Freepik/@freepik |
Menurut Self-Archeology, dalam masyarakat kita begitu banyak hal yang seharusnya dianggap sebagai pelecehan justru dinormalisasi. Intimidasi sebagai "bersikap tegas", pembunuhan karakter sebagai "mengatakan yang sebenarnya", gaslighting sebagai "hanya sisi saya dari cerita" atau "fakta/kebenaran alternatif", dan seterusnya.
Jadi, ketika orang mengatakan bahwa mereka telah dilecehkan, pengalaman mereka tidak dikenali sebagai sesuatu yang traumatis. Banyak kasus pelecehan yang dianggap "normal" yang membuat orang tersebut merasa semakin tidak percaya diri dan trauma.
2. Malu
Malu akan apa yang terjadi/ Foto: Freepik/@freepik |
Banyak korban pelecehan menginternalisasi kesalahan dan tanggung jawab atas pelecehan tersebut dan secara tidak sadar atau bahkan secara sadar berpikir bahwa itu adalah kesalahan mereka, sehingga hal itu terjadi. Dengan kata lain, mereka pantas mendapatkannya, setidaknya sampai tingkat tertentu.
Banyak orang merasa malu dengan pengalaman mereka. Mereka tidak ingin mengungkapkannya dan membiarkan orang lain mengetahuinya, terutama ketika mereka percaya bahwa itu adalah kesalahan mereka sendiri atau mengetahui bahwa masyarakat kita cenderung menormalkannya.