Beauties, apakah kamu pernah mendengar nama Sumarsih? Atau mungkin mengenal istilah ‘Aksi Kamisan?’
Maria Catarina Sumarsih, kerap kali disapa dengan Sumarsih adalah ibu dari korban Tragedi Semanggi I. Putranya, Bernardinus Realino Norma Irawan (Wawan), tewas ditembak saat ia bertugas sebagai tim medis, kala itu Wawan hendak menolong korban demonstrasi. Tragedi Semanggi I terjadi pada tanggal 13 November 1998 bersamaan dengan Sidang Istimewa MPR, sebagaimana dilansir dari laman resmi CNN.
Pada saat itu, Sumarsih bekerja sebagai ASN (Asisten Sipil Negara) untuk MPR (Majelis Perwakilan Rakyat) sedangkan suaminya, Jamari Arief Priyadi, bekerja di lembaga peneliti. Ketika Wawan gugur sebagai korban Tragedi Semanggi I, jenazahnya dibawa dan disemayamkan di lapangan parkir bawah tanah (basement) Kampus Unika Atma Jaya.
Sumarsih dan suaminya bergegas menyambangi kampus putranya untuk mengetahui kebenaran informasi yang diterima. Dilansir dari laman ABC, berdasarkan keterangan Sumarsih kepada jurnalis ABC, Hellena Souisa, keluarga menghendaki pelaksanaan otopsi hingga terbit hasil yang mencengangkan: terdapat peluru tepat mengenai jantung dan paru-paru Wawan.
Kehidupan keluarga Sumarsih sangat hancur. Ia memilih mengundurkan diri selaku ASN dan menjadi rakyat sipil demi menegakkan hukum atas peristiwa kelam menimpa putranya melalui Aksi Kamisan bersama beberapa keluarga korban tragedi kelam lainnya di Indonesia.
Aksi Kamisan Sebagai Simbol Melawan Impunitas
Aksi Kamisan berlangsung tidak serta-merta tanpa suatu alasan, Beauties. Aksi ini berangkat dari ketidakadilan yang dialami keluarga Sumarsih dan korban tragedi lain di Indonesia, mereka memutuskan bersatu di bawah JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan).
Sebelum melangsungkan Aksi Kamisan pertama pada 18 Januari 2007, kegigihan Sumarsih mendapat sorotan berbagai pihak Internasional. Ia mendapat penghargaan Yap Thiam Hien Award tanggal 10 Desember 2004, melansir dari laman resmi Amnesty Internasional.
Dalam percakapan panjang Amnesty Internasional dengan Sumarsih, ia menyebutkan penghargaan berupa uang yang ia terima sulit untuk dibagi dan dirasa tidak adil jika hanya dirinya menggunakan sendiri, sedangkan ia tengah berjuang bersama dengan keluarga korban lain.
Dengan bantuan dari KontraS, JSKK (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan), Romo Sandi, dan Suciwati (istri mendiang Munir), mereka mulai merancang kegiatan untuk mengajak masyarakat umum memahami berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia.
Warna hitam, payung, dan aksi diam menjadi ciri khas dari Aksi Kamisan. Hingga saat ini Aksi Kamisan telah berlangsung sebanyak 870 kali, dilansir dari situs penyiaran resmi (YouTube) milik Jakartanicus. Aksi Kamisan tidak hanya berlangsung di Jakarta, adapun kota-kota lain mulai menginisiasi untuk mengikutinya mulai dari Bandung, Yogyakarta, Samarinda, Aceh hingga Malang.
Tuntutan tersirat dalam Aksi Kamisan sedikit banyaknya berkaitan dengan HAM (Hak Asasi Manusia), mulai dari Tragedi 65-67 hingga Kanjuruhan. Melansir dari CNN World, Sumarsih beserta pihak yang terlibat dalam Aksi Kamisan mengharapkan adanya penegakkan hukum yang adil terhadap pelaku tragedi kelam di Indonesia untuk diadili sesuai hukum yang berlaku di Indonesia agar tidak terulang kembali di masa mendatang.
Aksi Kamisan akan terus berlangsung di depan Istana Presiden tanpa ada batasan waktu diikuti aksi diam, orasi, dan doa bersama sembari menunggu keadilan datang dan perlawanan impunitas hukum di Indonesia dijalankan sebagaimana harusnya.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!