Ternyata Ini Bedanya Bensin Pertamax dan Pertalite, Mengapa Nggak Boleh Dicampur?

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Rabu, 26 Feb 2025 11:00 WIB
Foto: Detikcom/Andhika Prasetia

Ramai dugaan kasus korupsi tata kelola minyak dan produk PT Pertamina subholding, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menahan 7 tersangka atas kasus yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.

Melansir dari CNN Indonesia, empat pekerja dari Pertamina dan tiga dari pihak swasta yang telah ditahan sebagai tersangka itu adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), tersangka inisial SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, tersangka inisial YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International. Dari pihak swasta adalah tersangka inisial MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, ⁠DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan ⁠YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.

Dugaan modus tindak pidana korupsi yang dikerahkan adalah penyelewengan spek minyak, yaitu dengan cara menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap sepenuhnya dan diperlukan impor. Namun, tersangka diduga membeli minyak mentah Pertamax (RON 92) padahal yang dibeli adalah Pertalite (RON 90).

Sejak tersiarnya kasus dugaan korupsi tersebut, isu bensin oplosan Pertalite dan Pertamax di media sosial kembali naik. Sejumlah masyarakat juga menduga bensin Pertamax yang digunakan sejak tahun lalu justru menyebabkan kerusakan mesin kendaraan. Terkait hal ini, VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso membantah isu BBM oplosan tersebut kepada CNN Indonesia, hari Selasa (25/2). "Bisa kita pastikan tidak ada yang dirugikan di aspek hilir atau di masyarakat, karena masyarakat kita pastikan mendapatkan yang sesuai dengan yang mereka beli".

(dmh/dmh)