Cerita dari Industri Fashion Indonesia, Tantangan Antara Relevansi Budaya, Konsumen, dan Identitas

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Jumat, 09 May 2025 17:15 WIB
Cerita dari Industri Fashion Indonesia, Tantangan Antara Relevansi Budaya, Konsumen, dan Identitas
Foto: Dok. JF3

Helatan tahunan JF3 kembali mengawali rangkaiannya dengan JF3 Talk 2025 Vol.1, Beauties. Pada hari Rabu (7/5), Teras Lakon, Gading Serpong, jadi ruang percakapan para pelaku industri fashion, mulai dari desainer lokal, pemilik bisnis, sampai jurnalis.

Diskusi yang berlangsung selama kurang lebih dua jam terkemas dalam tema Re-Crafted a New Vision: Redefining Indonesia's Competitive Edge in The Global Market. Selama periode itu pula, tantangan yang dihadapi industri fashion tanah air dipaparkan oleh para pebisnis, desainer, serta media.

"Kita perlu membawa [industri fashion] ini lebih maju dan bagaimana caranya," ungkap Thresia Mareta selaku advisor JF3 dan Founder Lakon Indonesia, saat membuka JF3 Talk. Ia berharap, JF3 Talk bisa menjadi "titik awal yang baru supaya kita bisa membangun karya dan sistem yang lebih kuat ke depannya bersama-sama".

Tantangan yang Dihadapi Pengrajin Wastra di Desa

JF3 Talk

Laura Muljadi, Model & Founder Gerakan Matahari dari Timur/ Foto: Dok. JF3

Tantangan yang dihadapi para pelaku fashion Indonesia begitu luas dan beragam, Beauties. Laura Muljadi dari Gerakan Matahari dari Timur menceritakan aspek ekonomi-sosial menjadi tantangan terbesar yang dihadapi para pengrajin kain nusantara di desa, terlebih ketika dikaitkan dengan sustainability

“[Dari sisi ekonomi] untuk mama-mama yang ada di Sumba atau di Lombok itu masih jauh banget. Bahkan mungkin mereka belum tahu artinya tren itu apa,” tutur Laura. “Di desa-desa banyak sekali karya-karya yang sebenarnya adalah kekayaan bangsa, kekayaan kita semua, mereka tuh sudah bikin dan itu semua asalnya dari akar”. 

Proses produksi yang sudah mengarah pada ramah lingkungan ini kurang dihargai karena karena prosesnya yang lama dan harga jual mahal––tidak sesuai dengan pasar masyarakat Indonesia. Kesenjangan produksi dan ekonomi di Jakarta dan daerah lainnya masih terlalu jauh. Konsumen ingin produk serba cepat dan murah, sehingga menghalangi kesejahteraan kehidupan para pengrajin di desa. “Kain-kain [pengrajin] dibuatnya berbulan-bulan. Itu kehidupan mereka berbulan-bulan,” sambung Laura. 

Dibutuhkan adanya edukasi masyarakat tentang kesejahteraan para pengrajin wastra di daerah supaya konsumen lebih bisa memahami dan mengapresiasi hasil karya mereka. Lyndia Ibrahim, seorang fashion columnist, menuturkan pengarsipan sistematis tentang wastra diperlukan untuk meningkatkan pemahaman dan literasi masyarakat. Dengan begitu, konsumen dapat memahami bahwa harga yang tinggi bukan berarti keuntungan bisnis semata, tapi ada napas kehidupan yang terbantu di belakangnya.

Penyesuaian dari segi produksi turut dibutuhkan untuk menjangkau konsumen. Contohnya disebutkan Lyndia seperti batik cap atau cetak yang dapat jadi solusi produksi massal yang efisien, walaupun ini tantangan bagi keaslian nilai. Selain itu, Thresia menambahkan bahwa kreativitas dalam mengemas produk autentik diperlukan agar bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat.

Realita Sustainability vs Permintaan Konsumen

JF3 Talk

Afif dari brand ControlNew/ Foto: Dok. JF3

Sustainability (keberlanjutan) memiliki konteks cukup rumit hingga ditemukan paradoks di lapangan. Inilah yang jadi tantangan brand sustainable yang berusaha bergerak lebih hijau, tapi punya visi kurang selaras dengan faktor yang memengaruhi keputusan pembelian konsumen, yaitu segi desain dan harga, khususnya di kalangan anak muda. Hal ini diceritakan Afif dari brand ControlNew yang menawarkan produk upcycling denim. 

Tantangan utama yang dihadapinya adalah keterbatasan bahan baku dan SDM, karena tidak semua jenis kain dapat diolah untuk produksi upcycle. Kesulitan ditambah dengan proses desain yang harus unik dan menarik demi memikat perhatian anak muda yang belum sepenuhnya sadar akan nilai di balik produk. Namun di sisi lain, ada margin yang makin sulit dijaga, terlebih di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu.

Dari permasalahan yang dihadapi tersebut, berbagai masukan diterima, Beauties. Pendekatan branding dengan cara memfokuskan pada desain dan harga terlebih dahulu, diikuti dengan edukasi nilai dan proses upcycle. Sebab bagaimanapun, daya pikat visual, bagaimana produk itu eye-catching, tetap penting di tengah pasar yang sangat dipengaruhi fear of missing out (FOMO).

Membangun Identitas Unik untuk Keberlangsungan Brand

JF3

Hilmy Faiq, Kepala Des. Budaya Kompas/ Foto: Dok. JF3

Tak kalah penting adalah bagaimana sebuah brand menciptakan identitas dan narasi untuk menjaga keberlangsungannya. Sayangnya saat ini, jurnalis masih jarang menemukan brand fashion dengan identitas orisinal, didukung narasi yang konsisten dan kuat.  Barang yang bagus kerap tidak dilirik konsumen karena makna yang dikandungnya tidak sampai ke konsumen.

Media tidak hanya melihat produk apa yang ditawarkan semata, tapi juga cerita di baliknya. Wisnu Brata, Editor dari Kompas.com, mengatakan bahwa desain dan cerita harus berjalan beriringan untuk meningkatkan nilai produk.

Lantas, bagaimana menemukan identitas dan cerita brand yang unik supaya bisnis dapat berjalan?

Hilmy Faiq dari Harian Kompas mengatakan ketika kita memahami nilai dan keunikan diri, maka kita bisa menciptakan hal baru yang autentik. Tak perlu tengok kanan-kiri. Sebab dalam mendirikan sebuah brand fashion, identitas brand perlu mencerminkan jati diri pendirinya. 

Oleh karena itu, ketika pendiri memahami diri sendiri, menuangkan identitasnya dalam DNA brand yang didirikan, serta konsisten dalam mengamplifikasi identitas tersebut dalam narasinya, maka ada potensi lebih besar bagi brand untuk mudah diingat konsumen dan mempertahankan bisnisnya.

Nah itulah beberapa contoh tantangan yang dihadapi industri fashion tanah air saat ini, Beauties. JF3 Talk akan dilanjutkan ke Vol.2 yang akan menghadirkan pihak pemerintahan dan Vol.3 yang akan diisi dengan workshop untuk media. Dengan demikian, JF3 berharap seluruh pelaku industri dapat berperan aktif secara bersama-sama membangun ekosistem Indonesia dengan semangat kolaborasi dan kualitas yang lebih matang.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE