Fashion Update: Greenwashing Wastra dan Industri Fashion Indonesia di 2024

Dimitrie Hardjo | Beautynesia
Selasa, 02 Jan 2024 11:00 WIB
Menyeimbangkan Sustainability dan Bisnis 
Perhelatan Spotlight 2023 oleh IFC/ Foto: Courtesy of IFC

Beauties, coba perhatikan berapa banyak baju baru yang kamu beli dalam satu bulan? Jika harganya sangat terjangkau, apakah kamu langsung beli tanpa berpikir panjang? Lalu, apakah kamu selalu memerhatikan apa kain yang digunakan?

Tanpa disadari, banyak hal yang kita lakukan justru mendorong fashion merusak lingkungan sehingga tidak heran jika sekarang fashion dikenal sebagai salah satu industri paling tidak sustainable (berkelanjutan). Data yang disajikan World Economic Forum menyebutkan bahwa industri fashion menyumbang emisi karbon sebesar 10% secara global dan merupakan konsumen air kedua terbesar di dunia. Menjawab krisis itu, berbagai cara telah dilakukan oleh pelaku industri agar lebih ramah lingkungan. Hanya saja tak sedikit pula yang justru terjebak praktik greenwashing.

Ali Charisma, desainer sekaligus Ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC) membahas hal tersebut bersama pembicara lainnya di BRICS+ Fashion Summit (13/12/2023) Moskow, Rusia, pada sesi "Marketing Lingkungan yang Transparan atau Greenwashing". Sebagai informasi, greenwashing merupakan strategi pemasaran yang dilakukan perusahaan agar punya citra ramah lingkungan bagi konsumen meskipun kenyataan menunjukkan sebaliknya atau tidak sepenuhnya ramah lingkungan.

Ali Charisma di BRICS+ Fashion SummitAli Charisma di BRICS+ Fashion Summit/ Foto: Courtesy of BRICS Fashion Summit

Sustainable fashion sudah menjadi sorotan global beberapa tahun terakhir seiring gentingnya perubahan iklim. Bukan cuma mengusahakan bisnis yang ramah lingkungan, sustainability juga memiliki cakupan aspek cukup luas sehingga membuat konsep ini relatif kompleks. Ali Charisma menjelaskan konsep sustainability lebih lanjut kepada Beautynesia dengan fokus kain tradisional Indonesia atau wastra.

Mengenal Wastra yang Berkelanjutan

Spotlight 2023

Perhelatan Spotlight 2023 oleh IFC/ Foto: Courtesy of IFC

Saat membicarakan fashion berkelanjutan, maka terdapat sejumlah aspek yang perlu diperhatikan. Ali merangkum fashion berkelanjutan menjadi 3 hal yang tidak bisa terpisahkan, yaitu melakukan yang terbaik untuk lingkungan, manusia, dan bisnis. Melakukan konsep sustainability seutuhnya perlu mempertimbangkan ketiga hal tersebut sehingga untuk sebuah bisnis fashion mencapai keberlanjutan menjadi tantangan cukup rumit dan sulit dilakukan. Usaha mencapai keberlanjutan pun masih dilakukan secara parsial oleh pelaku industri fashion Indonesia. “Kadang-kadang konsepnya sudah bagus, tekniknya sudah benar, tapi secara bisnis tidak survive,” Ali menyebutkan salah satu contohnya.

Ia melanjutkan bahwa teruntuk wastra, secara umum sudah sustainable, “Walaupun dalam istilahnya sustainability-nya tuh kadarnya bermacam-macam. Jadi masih ada yang masih menggunakan warna sintetik tapi bahannya natural”.

Usaha untuk capai keberlanjutan juga bisa dilakukan dari segi jumlah produksi sedikit oleh UMKM dan UKM atau dibuat dengan kualitas sangat bagus sehingga awet. “Jadi banyak hal yang bisa membuat produk kita menjadi sustainable”.

Dari segi pemakaian bahan baku, wastra tergolong ramah lingkungan karena kain berasal dari bahan alami. Sebut saja sutra atau serat nanas yang kerap digunakan sebagai tekstil. Meski demikian, berlimpahnya bahan alami yang dapat dimanfaatkan diduga berdampak pada minimnya urgensi untuk berinovasi, menghasilkan material alternatif ramah lingkungan, seperti alternatif kulit asli (vegan leather) sebagaimana telah diadopsi sejumlah merek fashion global.

Terkait hal ini, Ali menuturkan bahwa “di Indonesia scope-nya masih kecil, masih sekadar eksperimental dari sekolah-sekolah tekstil. Pada mencari jalan juga sebenarnya, bagaimana caranya supaya bisa bersaing di pembuatan bahan baku tersebut dari bahan-bahan alami”.

“Saya tetap berpikiran bahwasanya teknologi seperti yang di luar [negeri] itu penting banget. Mungkin suatu hari kita juga akan menciptakan teknologi-teknologi yang bisa membuat produk-produk pengganti kulit atau hal lainnya yang ada hubungannya dengan konsep sustainability” lanjutnya. “Mungkin itu salah satunya kita berlimpah dengan bahan alami yang secara raw aja masih bisa kita pergunakan dan masih banyak yang belum bisa kita olah, makanya belum ada urgensi ke sana [inovasi material alternatif]”.

Greenwashing pada Wastra

Spotlight 2023

Perhelatan Spotlight 2023 oleh IFC/ Foto: Courtesy of IFC

Produk lokal wastra pun tak luput dari greenwashing. Agar sebuah bisnis dapat mengklaim sustainable, proses yang dilakukan selama produksinya harus tepat dan transparan. “Kalau sustainable itu harus clear (jelas) menceritakan semuanya harus jelas jadi menghindari kesalahpahaman,” Ali menerangkan. 

Pada kain batik, misalnya, “Supaya kelihatan kayak batik tulis atau supaya kelihatan seperti batik walaupun itu bukan batik, anggap aja cap kayak gitu. Tapi waktu jualan tidak ada informasi yang jelas bahwasanya itu print”. Cara lain yang biasa ditemukan yakni batik cap yang ditumpuk dengan sedikit batik tulis sehingga beri kesan batik tulis bagi konsumen, tapi tidak ada konfirmasi bahwa itu adalah batik kombinasi oleh penjual.

Begitu pula dengan kain tenun yang juga marak beredar di pasaran. Penjual harus menginformasikan kepada pembeli proses di balik pembuatan tenun. “Kalau tenun itu juga kan ada tenunnya yang ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau gedokan atau tenunnya itu sudah tenun mesin. Kalau tenun mesin kan ya beda,” kata Ali. “Yang penting si penjualnya itu jujur”.

 

Jadi Konsumen Bijak dan Kritis Menjadi Kunci Penting

Lantas, apa yang harus kita lakukan sebagai konsumen agar terhindar dari produk greenwashing? Teliti menjadi kata kunci. “Konsumen harus mulai pintar dan aware, harus nanya, jangan berasumsi,” saran Ali. Konsumen harus berbekal ilmu dasar dari bisnis fashion sebelum membeli sesuatu, seperti siapa yang membuat dan bagaimana cara membuatnya. Dengan begitu, konsumen bisa lebih cermat saat membeli produk fashion yang dengan klaim berkelanjutan.

Menyeimbangkan Sustainability dan Bisnis 

Spotlight 2023

Perhelatan Spotlight 2023 oleh IFC/ Foto: Courtesy of IFC

Sustainable fashion juga semakin sering ditekankan oleh pemilik bisnis dewasa ini. Lewat IFC, Ali konsisten mendorong konsep sustainability supaya bisa dijalankan oleh semua pelaku industri fashion. “Sekarang ini menurut saya progresnya baru mencapai awareness. Jadi masyarakat sudah sering denger kata-kata sustainable fashion, terus pelaku-pelaku atau desainer, brand owner sudah berusaha. Baru berusaha menciptakan konsep sustainability dalam bisnis mereka”.

Bagaimanapun, sustainability hanya ditujukan untuk bisnis yang terbukti mencentang semua kriteria. Namun tak dipungkiri bahwa semua kriteria yang ada cukup rumit untuk didorong bersamaan. 

Balance (keseimbangan) itu kita menciptakan produk yang tidak berlebihan dan berkualitas bagus,” sang desainer yang kini berbasis di Bali tersebut menjelaskan. Menyuguhkan produk yang tepat pada konsumen diperkirakan bisa menjadi jalan keluar konsumerisme. “Kita menyarankan mereka [konsumen] membeli produk yang baik, baik terhadap lingkungan, baik terhadap sesama––maksudnya terhadap manusia, prosesnya. Dan tentunya, seharusnya konsep sustainability juga akan menaikkan bisnis kita”.

Hal ini juga dapat terpenuhi saat didukung oleh pelaku industri terlatih dan semakin awas terhadap sustainable fashion. Karenanya, pendampingan UMKM untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi agar awet serta didahului proses yang benar sesuai kaidah berkelanjutan juga harus diterapkan.

Potensi Wastra dan Busana Muslim Indonesia di Pasar Global

Spotlight 2023

Perhelatan Spotlight 2023 oleh IFC/ Foto: Courtesy of IFC

Terlepas dari tren fashion global yang siap merajalela di tahun 2024, industri fashion Indonesia juga punya agendanya sendiri. Tanpa meninggalkan konsep sustainability, misi ambisius dicanangkan: menjadikan Indonesia sebagai pusat modest fashion dunia.

Untuk membuat Indonesia “seksi” di mata para pecinta modest fashion global, langkah telah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir di mana IN2MF (Indonesia International Modest Fashion Festival) dan Jakarta Modest Fashion Week (JMFW) digelar, masing-masing dihelat IFC bersama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Perdagangan RI.

Keduanya diakui jadi pencapaian IFC yang membanggakan buat Ali karena merupakan bukti nyata dukungan pemerintah untuk memajukan fashion Indonesia, terutama dari ranah busana muslim yang begitu diminati. “Kekuatan inilah yang terbesar yang kita punya saat ini untuk bersaing di industri fashion secara global,” kata Ali optimis.

Wastra pun turut pegang andil dalam mempopulerkan fashion indonesia di kancah dunia. Melihat prospek pasar modest fashion yang begitu besar, alangkah baiknya industri fashion dalam negeri melindungi pasar tersebut dengan cara mengoptimalkan kesempatan, seperti memperkuat desain busana muslim menggunakan wastra.

“Saya sih sangat berharap semoga perusahaan tekstil yang besar-besar juga terinspirasi juga nge-develop bahan baku yang inspirasinya dari wastra Indonesia sehingga dari segala lini pasar baik yang bawah, menengah, menengah bawah, menengah atas, dan kelas atas itu ada sentuhan wastra atau motif-motif wastra yang familiar sehingga wastra semakin trending di dalam maupun di luar negeri,” tutur Ali.

Tahun kedelapan berdirinya IFC yang jatuh pada Desember 2023 juga diiringi harapan Indonesia tidak sekadar destinasi belanja, tapi juga sebagai sumber inspirasi serta tren busana muslim global. “Untuk 2024, kita [IFC] melanjutkan program-program dari tahun 2023 yang mana kita tentunya tetap concern dan akan mendorong terus konsep sustainability dan penggunaan kain wastra di industri fashion Indonesia maupun fashion-fashion yang kita dorong untuk pasar global,” tutupnya.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE