
Thrifting Justru Buat Limbah Tekstil Menumpuk? Cek Faktanya di Sini!

Aktivitas membeli pakaian bekas yang masih layak atau biasa dikenal dengan thrifting belakangan menjadi topik hangat di Indonesia. Pasalnya, pemerintah sedang marak menyuarakan larangan impor baju bekas yang sangat memengaruhi bisnis thrifting ini.
Tentunya bukan tanpa alasan pemerintah kembali menggemborkan larangan impor baju bekas. Bisnis thirfting pakaian bekas impor ini dinilai meresahkan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan juga berdampak pada permasalahan lingkungan akibat limbah tekstil.
Namun, kenapa sih thrifting ini bisa menyumbang limbah tekstil? Bukankah dengan gencar membeli pakaian bekas kita justru bisa membantu mengurangi limbah tekstil karena produksi baju tidak akan sebanyak itu lagi? Beauties, yuk kita bahas sekarang!
Kebanjiran Limbah Tekstil
![]() Limbah Pakaian | Foto: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) |
Menurut Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki aktivitas thrifting justru bisa membuat Indonesia kebanjiran limbah tekstil dikarenakan banyak pakaian bekas impor yang tidak laku terjual. Pakaian-pakaian tersebut kemudian akan menggunung sehingga menjadi sumbangan limbah tekstil yang sulit diatasi.
Tahun 2022 berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK, industri tekstil ternyata menyumbang sekitar 2,54% dari total sampah nasional berdasarkan jenis sampahnya dengan estimasi mencapai 1,7 ribu ton per tahun.
Sampah-sampah tekstil ini tentunya akan terus menumpuk dan menjadi tabungan sampah Indonesia. Hal ini dikhawatirkan akan membuat Indonesia seperti Chile yang menurut laporan Greenpeace berjudul “Poisoned Gifts” telah menampung sebanyak 59,000 ton sampah tekstil.
Limbah tekstil tersebut didatangkan dari berbagai penjuru dunia dan kini menjadi gunungan sampah di Atacama. Kebanyakan sampah-sampah tekstil tersebut berasal dari pakaian bekas impor yang tak laku terjual.