4 Hal yang Terjadi di Otak Anak Jika Terlalu Sering Dimarahi

Florence Febriani Susanto | Beautynesia
Kamis, 07 Aug 2025 22:30 WIB
Stres Tinggi
Stres Tinggi/Foto: Freepik

Hal yang terjadi di otak anak saat ia terlalu sering dimarahi bisa mengejutkan. Mungkin kamu merasa marah sesekali adalah hal wajar. Tapi jika itu jadi kebiasaan, efeknya bisa mengubah struktur dan fungsi otak si Kecil.

Sebagai orangtua atau pendamping tumbuh kembang anak, kamu perlu tahu dampaknya. Anak-anak belum bisa memahami kemarahan orangtua secara logis. Bahkan, suara keras saja bisa dianggap ancaman oleh otaknya. Ini bukan hanya tentang emosi, tapi juga proses biologis yang terjadi dalam otak mereka.

Yuk, Beauties, kita bahas empat hal yang terjadi di otak anak jika terlalu sering dimarahi, berdasarkan penjelasan dari ahli neuropsikologi Dr. Aldrich Chan dan hasil penelitian ilmiah. Dilansir dari Pure Wow, ini daftarnya!

Stres Tinggi

Stres Tinggi/Foto: Freepik

Saat orangtua marah dengan suara keras atau penuh tekanan, otak anak langsung bereaksi. Tubuh mereka menganggap itu sebagai ancaman. Lalu muncul respons stres dan tubuh melepaskan hormon bernama kortisol.

Nah, kortisol ini bukan teman baik buat otak anak. Dr. Aldrich Chan menyebut bahwa hormon ini bisa memengaruhi banyak area di otak. Efeknya sangat buruk, apalagi kalau terjadi terus-menerus. Otak anak yang masih berkembang sangat rentan terhadap pengaruh hormon stres ini.

Dampaknya bisa beragam. Anak jadi mudah cemas, sering ketakutan, susah fokus, atau bahkan overthinking. Jadi kalau kamu sering lihat anakmu jadi makin sensitif atau murung setelah dimarahi, bisa jadi ini penyebabnya.

Sulit Berpikir Jernih

Sulit Berpikir Jernih/Foto: Freepik

Pernah marah karena anak nggak bisa berpikir logis? Misalnya, kamu tanya, "Kenapa kamu jatuhin gelasnya lagi?" tapi mereka malah bengong atau menjawab nggak nyambung? Padahal kamu cuma pengin mereka ngerti dan belajar dari kesalahan.

Sayangnya, justru saat kamu marah, anak malah makin sulit berpikir jernih. Kenapa? Karena kortisol tadi mengganggu kerja prefrontal cortex, bagian otak yang mengatur logika, pengambilan keputusan, dan pengendalian emosi.

Dr. Chan menyebut, saat stres tinggi, prefrontal cortex bisa “mati suri” alias jadi kurang aktif. Ini bikin anak kesulitan memahami situasi, apalagi menyusun respons yang masuk akal. Jadi, makin dimarahi, makin nggak bisa mikir. Lingkaran setan, kan?

Hal yang lebih mengkhawatirkan, kalau ini terjadi terlalu sering, bisa mengubah struktur otaknya. Penelitian dari jurnal Chronic Stress tahun 2021 menyebutkan bahwa stres kronis bisa menyebabkan hilangnya konektivitas antarsel otak dan menurunkan kemampuan berpikir anak.

Memori Bisa Terganggu

Memori Bisa Terganggu/Foto: Freepik

Belajar itu butuh daya ingat. Tapi bagaimana jadinya kalau bagian otak yang mengatur memori malah terganggu karena terlalu sering dimarahi?

Ya, bagian otak bernama hippocampus berperan penting dalam pembentukan dan penyimpanan memori. Namun, hippocampus juga sangat sensitif terhadap kortisol. Dr. Chan menyebut, stres berulang dari dimarahi bisa mengganggu kemampuan anak menyimpan dan mengambil informasi.

Studi dari Annals of the New York Academy of Sciences tahun 2006 menjelaskan bahwa meski awalnya hippocampus punya kemampuan adaptasi terhadap stres, jika terlalu sering “diserang,” maka struktur dan fungsinya bisa rusak.

Hasilnya, anak bisa jadi pelupa, susah mengingat pelajaran, atau lambat menyerap informasi. Jadi kalau kamu merasa anak sudah belajar tapi kayaknya nggak masuk-masuk, bisa jadi karena dia sedang berada dalam kondisi stres akibat terlalu banyak dimarahi.

Mood Anak Jadi Nggak Stabil

Mood Anak Jadi Nggak Stabil/Foto: Freepik

Kamu mungkin berharap marah bisa membuat anak lebih disiplin. Tapi ternyata, terlalu sering dimarahi justru bisa bikin mereka semakin sulit mengatur emosi.

Ini ada hubungannya dengan bagian otak bernama raphe nuclei, yang bertanggung jawab memproduksi serotonin, zat kimia yang mengatur suasana hati. Ketika kortisol terus muncul karena stres, produksi serotonin bisa terganggu. Dr. Chan menjelaskan bahwa ini bisa membuat anak kesulitan mengatur mood-nya.

Jadi, jangan heran kalau anak jadi gampang marah, mudah sedih, atau terlihat lebih sensitif. Mereka bukan sedang manja. Mereka sedang kehilangan keseimbangan kimiawi di otaknya karena terus berada dalam kondisi stres.

Kalau sudah seperti ini, bukannya perilaku anak jadi lebih baik, justru bisa makin memburuk. Karena tanpa emosi yang stabil, mereka jadi sulit berpikir jernih dan mengambil keputusan yang sehat.

Mungkin kamu kaget dengan semua penjelasan ini atau mungkin kamu merasa bersalah karena pernah melakukan hal yang kamu anggap salah. Tapi, Beauties, penting untuk diingat bahwa kita semua sedang belajar. Jadi jangan terlalu keras pada diri sendiri.

Hal yang penting sekarang adalah menyadari bahwa cara kita berinteraksi dengan anak sangat berpengaruh. Apalagi jika itu terjadi setiap hari. Marah sesekali wajar, tapi kalau berulang-ulang dan tanpa kendali, dampaknya bisa jauh lebih besar dari yang kita kira. Semoga kamu bisa lebih bijak dalam mendidik anak, ya, Beauties!

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE