5 Hal Seputar Doomscrolling dan Dampak Buruk yang Ditimbulkan
Setiap hari, kita hampir selalu mendapatkan notifikasi berita yang membuat kita secara otomatis langsung mengambil ponsel untuk membacanya. Bahkan ketika kita mencoba untuk berhenti sejenak dari penggunaan ponsel, kita juga masih bisa terseret ke dalam pusaran berita buruk, lho!
Saat kita menonton berita atau konten media sosial secara berlebihan tentang hal-hal yang meresahkan, hal ini disebut doomscrolling atau doomsurfing dan banyak orang telah melakukannya tanpa sadar.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut 5 hal yang perlu kamu ketahui tentang doomscrolling.
Pengetian Doomscrolling
![]() Ilustrasi/Foto: Freepik.com/dragonimages |
Dilansir dari Hindustan Times, doomscrolling adalah momen di mana kita terus menelusuri berita buruk, meski itu membuat kita merasa tertekan. Istilah ini berasal dari penggabungan kata doom yang berarti malapetaka dan scrolling yang berarti pengguliran saat menjelajahi internet.
Kata ini umum digunakan untuk menggambarkan cara orang mengonsumsi berita buruk tanpa henti. Namun, doomscrolling mengalami lonjakan selama pandemi.
Doomscrolling adalah tentang bias negatif dan manusia mempunyai kecenderungan terhadap hal-hal negatif.
“Otak memproses kata-kata negatif lebih cepat, lebih baik, dan lebih intensif dibandingkan kata-kata positif. Ini berarti kita lebih mudah mengingatnya,” kata ahli saraf, Maren Urner.
Doomscrolling Menyebabkan Stres Berkepanjangan di Otak
Hal seputar doomscrolling/Foto: Freepik.com/dragonimages
Menonton dan membaca berita meresahkan dapat berdampak negatif pada kadar serotonin kita dengan mudah merasa lelah, tegang, mudah tersinggung, murung, dan bisa mengalami gangguan tidur. Di sinilah hormon stres kortisol bekerja. Peningkatan kadar kortisol dapat berdampak buruk karena pada dasarnya kita berada dalam keadaan stres yang permanen.
Doomscrolling memengaruhi orang dengan cara yang berbeda-beda, tapi penelitian telah mengamati hubungan antara konsumsi berita buruk yang berlebihan dan tingkat depresi, stres, dan gejala lain yang lebih tinggi yang serupa dengan yang ditemukan di antara orang-orang dengan gangguan stres pasca-trauma.
Sebuah studi kolaboratif yang dilakukan oleh psikolog dan outlet berita Huffington Post menunjukkan bahwa peserta yang menghabiskan tiga menit membaca berita buruk di pagi hari, sekitar 27 persen mengatakan bahwa mereka mengalami hari buruk enam hingga delapan jam kemudian.
Peran Media dalam Menyampaikan Berita Buruk
Hal seputar doomscrolling/Foto: Freepik.com/vkstudio
Perusahaan media tahu bahwa mereka dapat menghasilkan lebih banyak klik dengan berita buruk. Lebih banyak klik berarti lebih banyak sirkulasi, lebih banyak pendapatan iklan, dan lebih banyak keterlibatan. Namun, jika doomscrolling sangat tidak sehat bagi kita, apa yang harus dilakukan oleh media untuk memperbaiki situasi?
Maren Urner mengatakan, "Jurnalis harus bertanya pada diri sendiri 'Apa selanjutnya?' saat melaporkan cerita. Mendeskripsikan suatu masalah adalah hal yang penting, tapi mencari solusi juga harus menjadi bagian dari proses penelitian."
Penyebab Seseorang ingin Melakukan Doomscrolling
Hal seputar doomscrolling/Foto: Freepik.com/irrmago
Dilansir dari WebMD, banyak dari kita mencoba mengikuti perkembangan peristiwa terkini yang mengkhawatirkan atau berdampak pada kita. Namun, melakukannya secara berlebihan secara rutin dapat menimbulkan masalah.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa menonton berita menjadi masalah ketika kita asyik dengan kontennya, kita memeriksanya berulang kali, dan hal itu akan mengganggu kehidupan sehari-hari. Beberapa hal yang dapat menyebabkan doomscrolling di antaranya:
- Ketika kita merasa kesal tentang sesuatu yang diberitakan lalu mencari informasi yang sesuai dengan perasaan, sehingga berisiko mengabaikan informasi relevan yang tidak mendukung perasaan kita.
- Saat mencari berita positif, tapi akhirnya kita terjebak dalam lautan cerita negatif.
- Kita mencoba untuk terus mengikuti berita sehingga pikiran kita masuk ke mode autopilot dan kita mulai keluar dari kebiasaan.
- Menghabiskan lebih banyak waktu online daripada biasanya untuk mencoba meningkatkan suasana hati ketika sedang sedih.
Seorang ahli mengatakan gangguan obsesif-kompulsif (OCD) juga dapat menyebabkan seseorang melakukan doomscrolling. Perawatan seperti terapi perilaku kognitif (CBT) dapat membantu seseorang yang memiliki gangguan OCD memutus siklus ini.
Cara Mengatasi Doomscrolling
Hal seputar doomscrolling/Foto: Freepik.com/prostock-studio
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mengatasi doomscrolling, seperti:
- Batasi diri dalam menggunakan media sosial dan membaca berita pada waktu-waktu tertentu dalam sehari.
- Atur aplikasi berita dan media sosial agar mengirimkan lebih sedikit notifikasi.
- Pikirkan tentang membatasi berapa banyak sumber yang kita baca setiap kali kita online.
- Pertimbangkan untuk berhenti mengikuti orang-orang yang membuat kita terlalu stres.
- Jika mendapati diri mengalami doomscrolling, luangkan waktu sejenak untuk memperhatikan perasaan kita. Jika merasa sedih, stres, atau gelisah, itulah tanda kita harus beristirahat.
- Cobalah untuk fokus kembali pada apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Meditasi kesadaran mungkin bisa membantu.
- Matikan perangkat setidaknya dua jam sebelum tidur. Pikirkan juga untuk menjauhkan ponsel atau tablet dari kamar tidur.
- Lakukan hal-hal dunia nyata yang membuat kita memilih untuk mengabaikan media online. Cobalah habiskan waktu bersama keluarga dan teman, melakukan hobi, atau berolahraga.
Cara terbaik untuk memulai hari adalah dengan menghindari menyalakan semua perangkat di rumah saat bangun dari tempat tidur. Lawan keinginan untuk melakukan doomscroll dengan memilih sumber yang dapat dipercaya, cerita latar belakang, dan lebih sedikit judul clickbait.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
