Berjuang di Usia yang Tak Lagi Muda, Simak Kilas Balik Perjuangan Nyi Ageng Serang
Menjadi salah seorang keturunan Sunan Kalijaga dan merupakan putri dari Panglima Perang Sultan Hamengku Buwono I sekaligus penguasa Serang pada kala itu, membuat Nyi Ageng Serang menjadi seorang perempuan yang tangguh dan pemberani. Meskipun sudah memasuki usia lanjut, kemampuannya dalam memimpin perang tetap tidak pernah diragukan.
Nyi Ageng Serang dirayakan karena nasionalisme dan dedikasinya yang tak tergoyahkan kepada tanah airnya. Keputusannya untuk meninggalkan kehidupan istimewanya sebagai seorang bangsawan untuk memperjuangkan negaranya ini sangat menginspirasi. Seperti apa kisah lengkap perjuangannya? Yuk, simak!
Biografi Nyi Ageng Serang
Ilustrasi/Foto: unsplash.com/marekstudzinski
Nyi Ageng Serang merupakan sosok penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia lahir sekitar tahun 1752 di Serang, Banten, sekitar 40 km sebelah Utara Surakarta dekat Purwodadi, Jawa Tengah. Melansir dari budaya.jogjaprov.go.id, beliau yang memiliki nama asli Raden Ajeng (RA) Kustiyah Wulaningsih Retno Edhi ternyata memiliki garis keturunan yang sangat istimewa, yaitu keturunan Sunan Kalijaga, salah satu wali songo yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Garis keturunan ini didapatkannya melalui ibunya yang merupakan anak dari Sunan Gunung Jati. Di samping itu, ayahnya juga merupakan penguasa wilayah terpencil dari Kerajaan Mataram tepatnya di wilayah Serang bernama Panembahan Senopati Notoprojo sekaligus seorang panglima perang sultan Hamengkubuwono 1.
Menjadi seorang perempuan yang terlahir dari keluarga yang sangat berpengaruh, Nyi Ageng Serang tidak hanya mempelajari tata krama sebagai seorang bangsawan. Disebutkan dalam Jurnal Pendidikan Sejarah & Sejarah FKIP Universitas Jambi, ia justru lebih tertarik dengan militer yang pada saat itu lebih identik dengan laki-laki.
Nyi Ageng Serang memiliki kakak laki-laki bernama Notoprojo Muda. Sejak kecil, mereka dididik ayahnya menjadi untuk ksatria tangguh yang paham betul cara menyusun strategi peperangan hingga taktik perang itu sendiri.
Warisan ksatria inilah yang kemudian diturunkan kepada seluruh rakyat Serang, membuat mereka setia berjuang melawan penjajah.
Masa Kepemimpinan
Drama Tari "Nyi Ageng Serang"/Foto: disbud.kulonprogokab.go.id
Kegigihan Nyi Ageng Serang dalam mengikuti berbagai latihan militer dan mengasah kemampuan siasat perangnya membuatnya sering kali ikut ayahnya ke medan pertempuran untuk membela bangsa Indonesia dari tindasan para penjajah. Berperang bersama dengan prajurit laki-laki tidak membuat semangatnya gentar.
Rasa patriotismenya justru semakin bertumbuh seiring banyaknya pertempuran yang ia lewati. Hingga ayahnya wafat, ia diangkat menjadi pemimpin di Serang dan diberi gelar “Nyi Ageng Serang”.
Selama masa kepemimpinannya, rakyatnya sering mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh ulah Belanda. Berbagai upaya ia lakukan untuk menyejahterakan rakyatnya, mulai dari membagikan bahan pangan hingga turun bertempur secara langsung untuk mengusir penjajah.
Namun sayangnya, Nyi Ageng berhasil ditangkap oleh Belanda dan diasingkan di Kesultanan Yogyakarta yang saat itu dipimpin oleh Sultan Hamengkubuwono II. Hal ini tentu membuat Nyi Ageng Serang tidak dikucilkan seperti yang seharusnya.
Ia diperlakukan dengan sangat baik. Meskipun begitu, ia meminta untuk dikembalikan ke tempat asalnya untuk kembali bersama rakyatnya seperti sebelumnya.
Kontribusinya dalam Perang Diponegoro
Lukisan Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh/ Foto: Dok. Pameran Lukisan Istana Kepresidenan
Penjajahan oleh Belanda pada saat itu sudah semakin meluas dan menjadi-jadi. Pangeran Diponegoro yang pada saat itu sudah memiliki rasa kebencian yang mendalam kepada Belanda akhirnya memutuskan untuk melakukan pemberontakan.
Nyi Ageng Serang yang juga merasakan dampak buruk yang sama atas sikap Belanda yang sewenang-wenang akhirnya memutuskan untuk turut membantu Pangeran Diponegoro memerangi Belanda.
Di umurnya yang sudah mencapai 73 tahun, ia tetap menjadi seorang pemimpin yang dikenal sebagai perancang strategi tempur yang cerdas. Salah satu strategi perang Nyi Ageng Serang yang paling terkenal adalah penggunaan lembu atau daun talas hijau untuk mengecoh para penjajah. Selain itu, karena sifatnya yang bijak, ia dipercayakan oleh Pangeran Diponegoro untuk menjadi penasehat perang pribadinya.
Nyi Ageng Serang kemudian jatuh sakit dan akhirnya wafat dengan namanya yang beberapa tahun kemudian ditetapkan oleh pemerintah sebagai Pahlawan Nasional melalui SK Presiden No.084/TK/Tahun 1974 yang dikeluarkan pada 13 Desember 1974.
Beliau wafat dengan meninggalkan ilmu agama, ilmu strategi dan peperangan, dan ilmu bela diri kepada keturunannya. Terbukti pada keturunannya yang memiliki semangat yang tinggi dan pantang menyerah. Kita mengenalnya sebagai Bapak Pendidikan yaitu Ki Hajar Dewantara.
Ketangguhan dan nasionalisme yang dimiliki oleh Nyi Ageng Serang ini dapat menjadi inspirasi wanita-wanita di luar sana untuk tetap melanjutkan perjuangan beliau, tentunya dengan cara yang modern. Selamat dan semangat melanjutkan perjuangan, Beauties!
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!