Deretan Daerah Indonesia yang Tidak Pernah Dijajah Belanda, Sudah Tahu?

Narita Fuji Triani | Beautynesia
Sabtu, 17 Aug 2024 12:30 WIB
Deretan Daerah Indonesia yang Tidak Pernah Dijajah Belanda, Sudah Tahu?
Foto: instagram.com/muri_org

Selama ratusan tahun nusantara dijajah oleh Belanda. Selama pendudukannya, Belanda menguasai hampir semua wilayah Indonesia. Namun ternyata ada beberapa daerah di Indonesia yang tidak pernah dijajah oleh Belanda.

Daerah-daerah tersebut justru mengatur kontrak dan tidak bisa diatur begitu saja oleh Belanda. Wilayah di nusantara ini memiliki pemerintahan yang justru bekerja sama karena dibutuhkan oleh Belanda. Yuk, simak 3 daerah Indonesia yang tidak pernah dijajah Belanda!

1. Pulau Buton

Benteng Buton/Foto: instagram.com/backpackerjakarta

Pulau Buton merupakan salah satu pulau yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada zaman penjajahan, Pulau Buton merupakan kerajaan turun-temurun yang berkuasa dari abad ke-13 hingga abad ke-16 masehi. Mulanya, kerjaan ini dipimpin oleh keturunan dinasti dari Raja Buton pertama, yaitu Wa Khaa-Khaa.

Merangkum dari detikedu, setelah Islam yang dibawa masuk orang-orang Arab ke wilayah Buton, Kerajaan Buton berubah menjadi Kesultanan Buton yang dipimpin oleh Murhum Sultan Kaimuddin Khalifatul Khamis di tahun 1538.

Belanda tidak pernah mau berurusan dengan Pulau Buton. Hal itu dikarenakan pulau ini memiliki daerah kekuasaan dengan benteng yang kuat dan panjang untuk memantau kapal-kapal.

Meski Buton merupakan wilayah yang sangat mudah untuk mendapatkan rempah-rempah, namun Belanda tidak mau berurusan dan mendapat masalah. Belanda memilih untuk memiliki hubungan yang baik dengan pemerintahan Buton. Jika ada bajak laut, penjaga benteng akan mengusirnya dengan senjata.

Benteng Buton menjadi benteng terbesar di dunia seluas 23.375 hektare dan terbuat dari batu kapur. Kini, Benteng Buton menjadi objek wisata sejarah yang banyak dikunjungi.

Saat ini, pulau Buton menjadi kabupaten Buton yang memiliki ibu kota Bau Bau ini terbagi menjadi beberapa wilayah yaitu Kota Bau-Bau, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Selatan, dan Kabupaten Buton Tengah.

2. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Kraton Yogyakarta/Foto: instagram.com/kratonjogja

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi salah satu daerah yang tidak tunduk kepada penjajahan Belanda. Berdasarkan sejarah yang tertulis di portal resmi Pemerintahan Daerah DIY, yang berhubungan dengan perkembangan Kasultanan Yogyakarta.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan pada tahun 1755 oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kasultanan Yogyakarta tidak tunduk begitu saja pada Belanda karena pemerintahan di Kasultanan Yogyakarta telah diatur kontrak politik yang dilakukan tahun 1877, 1921, dan 1940 antara Sultan dengan Pemerintah Belanda kala itu. Pemerintah Hindia-Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan yang berhak mengatur otonomi pemerintahannya sendiri yang dikenal dengan zilfbesturende landschappen.

Setelah Indonesia merdeka, Kasultanan Ngayogyakarta menyatakan kepada Presiden RI bahwa Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bergabung dengan wilayah RI dan saat itu dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).  Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

3. Surakarta 

Mangkunegaran/Foto: instagram.com/mangkunegaran

Hampir sama dengan DIY, Surakarta juga menjalin akad kerjasama dengan Belanda, sehingga daerah tersebut memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Melansir dari portal resmi Pemerintahan Kota Surakarta, pemberontakan Sunan Kuning (Geger Pecinan) menumpaskan habis-habisan etnis Tionghoa yang terjadi pada pemerintahan Pakubuwono II yang menjabat sebagai raja Kartasura tahun 1742. Pemberontakan tersebut dipicu karena pihak keraton yang berpihak pada Belanda padahal sebelumnya tidak mendukung pemerintahan Belanda.

Hingga akhirnya, Pakubuwono II mendirikan daerah kekuasaan baru yang dirasa aman di Desa Sala. Daerah kekuasaan itu disebut dengan Keraton Surakarta. Setelah peristiwa Geger Pecinan, Solo masih dikuasai oleh Belanda, kota Solo disebut sebagai Vorstenlanden atau daerah yang diberi kewenangan untuk otonomi sendiri. Tidak ada aturan undang-undang, namun diatur oleh akad politik yang disepakati oleh Sri Sunan dan Gubernur Jenderal Belanda.

Ada 2 jenis akad politik yang terjadi yaitu akad panjang tentang kesetaran keraton dan Belanda, dan akad pendek tentang pengakuan atas kekuasaan Belanda. Solo memiliki 2 keraton pada saat itu dan diatur dengan kedua akad tersebut. Keraton Surakarta diatur dalam akad panjang dan Mangkunegaraan diatur dalam akad pendek.

Itulah 3 daerah Indonesia yang tidak pernah dijajah oleh Belanda. Bagaimana menurutmu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE