Istilah “baper” alias bawa perasaan sering sekali dipakai dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dijadikan senjata untuk membungkam orang yang sedang mencoba mempertahankan diri. Padahal, reaksi emosional bukanlah kelemahan, melainkan sinyal penting. Ibarat alarm kebakaran yang berbunyi saat ada asap, emosi juga merupakan sebuah tanda bahwa ada sesuatu yang perlu diperhatikan.
Pernahkah hanya gara-gara ada orang berkomentar bahwa kamu baperan, lantas kamu merasa bersalah hanya karena marah atas perlakuan tidak adil dari orang lain? Nah, artikel yang dilansir dari Your Tango ini hadir untuk membantumu melihat perbedaannya antara mana yang sekadar “baper” berlebihan, dan mana yang merupakan respons sehat terhadap perlakuan buruk serta bertujuan untuk menunjukkan batas toleransi dalam hubungan.
Kamu Tidak Suka Mendengarkan Gosip
Tidak mendengarkan gosip adalah bukti kamu nggak suka dengan perlakuan semena-mena/Foto: Freepik |
Tidak semua gosip itu buruk. Menurut penelitian dari PNAS, bergosip dengan orang yang tepat justru bisa mempererat hubungan, menumbuhkan kepercayaan, sekaligus menjadi sarana belajar. Namun, gosip bisa berubah menjadi racun ketika digunakan sebagai senjata lewat rumor, kata-kata menyakitkan, dan energi negatif, yang mana dalam kondisi itu, manfaatnya menjadi hilang dan yang tersisa hanyalah dampak buruk.
Percakapan yang dipenuhi gosip tidak sehat sering kali membawa konsekuensi serius. Bukan hanya merugikan orang yang jadi bahan omongan, gosip semacam ini juga bisa menggerogoti harga diri siapa pun yang terlibat di dalamnya, baik yang berbicara maupun yang hanya sekadar mendengarkan. Hal ini sejalan dengan temuan Current Psychology yang menunjukkan bahwa energi negatif dalam gosip mendorong munculnya kritik terhadap diri sendiri.
Oleh karena itu, jika kamu memilih menjauh dari obrolan gosip yang tidak sehat, ini tanda kamu bukan baperan. Meskipun orang yang suka gosip semacam itu mencoba meyakinkanmu sebaliknya, keputusanmu untuk tidak terlibat justru menunjukkan bahwa kamu cukup peka untuk mengenali toksisitas dan berani melindungi diri dari perlakuan yang buruk.