Di era yang semakin maju, sayangnya pernikahan dini tetap menjadi fenomena global yang memprihatinkan. Melansir Plan Canada, sekitar 12 juta anak perempuan di bawah usia 18 tahun menjadi korban pernikahan dini setiap tahunnya. Sebagian mungkin melakukannya dengan kerelaaan, namun lebih banyak yang dipaksa menghadapi kehidupan rumah tangga di usia terlalu muda.
Faktanya, praktik pernikahan anak di bawah umur tidak hanya merenggut hak anak, tetapi juga memaksa mereka keluar dari sekolah, menghadapkan mereka pada kekerasan fisik, emosional, dan seksual, serta mengharuskan mereka menghadapi kehamilan dini yang berisiko.
Lalu kenapa hal ini masih terjadi? Berikut adalah beberapa alasan utama yang melatarbelakangi pernikahan dini di berbagai belahan dunia.
1. Kesenjangan Gender dan Tradisi Budaya
Ilustrasi Pernikahan Dini/Foto: Freepik.com |
Pernikahan dini sering kali didasarkan pada anggapan bahwa anak perempuan kurang “berharga” dibandingkan anak laki-laki. Di beberapa komunitas, anak perempuan dianggap sebagai beban, sehingga menikahkan mereka dianggap sebagai solusi untuk mengurangi tanggung jawab keluarga. Norma-norma budaya dan tradisi tertentu juga memperkuat pandangan ini, menjadikan pernikahan dini sebagai hal yang “wajar”.
2. Kemiskinan dan Ketidaksetaraan Ekonomi
Ilustrasi Kemiskinan/Foto: Freepik.com |
Kemiskinan ekstrem menjadi pendorong utama pernikahan dini. Dalam situasi keuangan yang sulit, banyak keluarga yang menikahkan anak perempuan mereka sebagai cara untuk mengurangi beban ekonomi. Dalam beberapa kasus, pernikahan dini dianggap sebagai jaminan keamanan finansial melalui mahar atau tanggung jawab suami yang akan menopang kebutuhan anak perempuan mereka.