Internalized Misogyny: Kok Bisa Kita Ikut-ikutan Meremehkan Sesama Perempuan?

Maura Valysha Carmelie | Beautynesia
Rabu, 24 Sep 2025 11:00 WIB
Contoh di Kehidupan Nyata
Contoh internalized misogyny. Banyak praktiknya di kehidupan sehari-hari/Foto: freepik.com/freepik

Internalized misogyny atau misogini internal adalah fenomena ketika perempuan tanpa sadar ikut menyerap dan mereproduksi pandangan patriarki yang merendahkan kaumnya sendiri. Efeknya sering muncul dalam bentuk persaingan tidak sehat, komentar sinis terhadap prestasi perempuan lain, sampai rasa malu atas ekspresi feminin diri sendiri.

Fenomena ini semakin banyak dibahas di media luar negeri karena ternyata berdampak besar pada kesehatan mental, rasa percaya diri, hingga hubungan sosial perempuan. Lalu, kenapa sih kita bisa sampai “ikut-ikutan benci” sesama perempuan, dan bagaimana cara melawannya?

Kenal Lebih Dekat Dengan Internalized Misogyny

Kenal lebih dekat dengan internalized misogyny. Berawal membandingkan, jadi menjatuhkan/Foto: freepik.com/galinkazhi

Kenal lebih dekat dengan internalized misogyny. Berawal membandingkan, jadi menjatuhkan/Foto: freepik.com/galinkazhi

Beauties, pernah nggak sih kamu tanpa sadar jadi lebih sering menghakimi sama perempuan lain? Misalnya, merasa diri sendiri lebih “beda” atau “lebih keren” karena tidak seperti perempuan kebanyakan? Nah, itu dia yang disebut internalized misogyny.

Sederhananya, ini adalah ketika perempuan menyerap nilai patriarki yang merendahkan lalu menimpakannya balik ke diri sendiri atau ke perempuan lain. Akibatnya, bukannya saling dukung, kita malah jadi saling menjatuhkan.

Dari mana Munculnya?

Asal internalized misogyny. Bisa jadi sejak kecil terpapar patriarki/Foto: freepik.com/EyeEm

Asal internalized misogyny. Bisa jadi sejak kecil terpapar patriarki/Foto: freepik.com/EyeEm

  1. Patriarki Sejak Dini: Kalimat klasik seperti “perempuan nggak jago matematika” atau “perempuan harus sopan” bisa sangat menempel di kepala sejak kecil. Lama-lama jadi mindset kalau perempuan itu lemah atau terbatas.
  2. Mindset ‘Langka = Lebih Baik’: Fenomena pick-me girl yang bilang, “I’m not like other girls” muncul dari dorongan ingin menonjol dengan cara merendahkan hal-hal feminin.
  3. Kurangnya Kesempatan, Jadi Kompetisi: Karena posisi perempuan di level kepemimpinan masih minim, sering muncul perasaan “bersaing” ketimbang kolaborasi. Jadilah perempuan lain terasa seperti ancaman.
  4. Media & Self-Objectification: Media seringkali push standar kecantikan yang sempit. Hasilnya kita jadi insecure sama tubuh sendiri, bahkan ikut menghakimi perempuan lain yang tampil “berlebihan” atau “terlalu feminin.”

Contoh di Kehidupan Nyata

Contoh internalized misogyny. Banyak praktiknya di kehidupan sehari-hari/Foto: freepik.com/freepik

Contoh internalized misogyny. Banyak praktiknya di kehidupan sehari-hari/Foto: freepik.com/freepik

  • “Jealousy is Learned”: Menurut Glamour, sosial media buat kita mudah iri lihat hidup “sempurna” perempuan lain. Solusinya? Rayakan pencapaian mereka, ubah mindset dari scarcity ke abundance.
  • “Heard of Pick-Me Girl?”: Kata Teen Vogue, bahkan dalam hubungan sesama perempuan, misogini internal tetap eksis. Perempuan sering ditempatkan dalam peran tertentu yang membingungkan dan buat tidak nyaman.
  • “Double Agents for Patriarchy”: Aktris Jameela Jamil melalui The Guardian menyoroti bagaimana ada perempuan yang justru ikut memperkuat standar kecantikan merusak contohnya dengan promosi produk diet yang buat kita makin nggak pede.

Kok Bisa Kita Ikut-ikutan Merendahkan Sesama Perempuan?

Alasan perempuan bisa lakukan internalized misogyny./Foto: freepik.com/freepik

Alasan perempuan bisa lakukan internalized misogyny./Foto: freepik.com/freepik

  1. Kurang Rasa Cukup: Kalau merasa kurang, kita refleksnya suka membandingkan diri dan lebih seringnya dengan perempuan lain, karena patriarki mengajarkan itu sebagai ajang kompetisi.
  2. Takut Dianggap Feminin = Lemah: Padahal feminin itu natural, tapi kita jadi takut dicap “lebay” atau “dramatis” gara-gara stigma.
  3. Media Jadi Cermin Terdistorsi: Tokoh perempuan ambisius di media sering digambarkan manipulatif atau “too much.” Tanpa sadar, kita ikut mengulang label itu ke perempuan sekitar kita. 

Bagaimana Cara Melawannya, Beauties?

Tips melawan internalized misogyny dan dukung sesama perempuan/Foto: freepik.com/Phonlamaistudio

Tips melawan internalized misogyny dan dukung sesama perempuan/Foto: freepik.com/Phonlamaistudio

Tips Lawan internalized misogyny:

  1. Sadar & Refleksi Diri: Stop sejenak, cek pikiranmu: kenapa aku bisa mikir begitu ke perempuan lain?
  2. Rayakan “Wins” Perempuan Lain: Saat muncul rasa iri, coba ubah dengan kasih ucapan selamat atau komentar positif.
  3. Bangun Lingkungan Suportif: Cari circle yang happy lihat kamu sukses, bukan yang saingan.
  4. Kritis Sama Media: Kurasi konten yang kamu konsumsi dengan cara unfollow akun yang buat kamu merasa kecil.
  5. Edukasi Gender Sejak Dini: Dorong pembelajaran yang lebih sehat tentang peran perempuan, supaya generasi berikut tak terjebak pola lama. 

Beauties, internalized misogyny itu bukan takdir. Dengan kesadaran, dukungan, dan solidaritas, kita bisa ubah “kompetisi” jadi “kolaborasi.” Kalau bukan kita yang saling dukung, siapa lagi?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang dapat ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.