Komisi VIII DPR Bidang Pemberdayaan Perempuan Diisi Pria Semua, Jadi Sorotan hingga Tuai Kritik

Nadya Quamila | Beautynesia
Senin, 04 Nov 2024 12:00 WIB
Komisi VIII DPR Bidang Pemberdayaan Perempuan Diisi Pria Semua, Jadi Sorotan hingga Tuai Kritik
Rapat Baleg DPR RI, 31 Oktober 2024/Foto: Dwi Rahmawati/detikcom

Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI baru-baru ini menjadi sorotan publik. Alasannya, Komisi VIII DPR RI seluruh pimpinannya merupakan pria. Padahal, komisi ini salah satunya membahas soal pemberdayaan perempuan dan anak.

Pimpinan Komisi VIII DPR RI dipimpin oleh 5 tokoh. Mereka adalah Marwan Dasopang sebagai Ketua DPR RI dan empat wakilnya, seperti Ansory Siregar, Singgih Januratmoko, Abidin Fikri, dan Abdul Wachid.

Netizen di media sosial bertanya-tanya dan heran karena tidak ada perwakilan perempuan di komisi yang membidangi pemberdayaan perempuan dan anak.

Peneliti Formappi Lucius Karius buka suara akan hal ini. Menurutnya, Komisi VIII DPR yang diisi pria adalah ironi sebab komisi tersebut membidangi isu perempuan dan anak.

Menurutnya, bukan cuma ironi dari sisi isu saja. Peraturan DPR sudah mengingatkan representasi perempuan harus menjadi salah satu yang dipertimbangkan dalam komposisi pimpinan di AKD di DPR.

"Ironi yang memalukan sih soal pimpinan Komisi VIII tanpa keterwakilan perempuan, padahal pembidangan komisi fokus pada isu perempuan dan anak," kata Lucius, Jumat (25/10), dilansir dari CNN Indonesia.

Komentar Menteri PPPA

Arifatul Choiri Fauzi juga menjadi salah satu dari deretan tokoh calon menteri yang dipanggil untuk bertemu presiden terpilih Prabowo Subianto. Namun Sekretaris Pengurus Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama itu tidak mau berkomentar soal peluangnya masuk ke kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming kelak.

Arifatul Choiri Fauzi/Foto: Grandyos Zafna/detikcom

Isu ini juga mendapat tanggapan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi. Awalnya, ia sempat mempertanyakan apakah para pimpinan di Komisi VIII yang semuanya pria akan sensitif gender.

"Emm... saya dapat informasi bahwa ketua komisinya laki-laki ya, ini sensitif gender nggak ya, kira-kira gitu ya," kata Arifatul usai rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/10), dilansir dari detikNews.

Namun, anggapannya tersebut sirna kala pimpinan dan anggota menerima Kementerian PPPA dengan baik. 

"Tetapi ketika kita datang kok ternyata bersahabat sekali kemudian saya salaman dengan yang para perempuan-perempuan anggota dewan saya pikir support-nya luar biasa. Jadi melihat kebersamaan itu menjadi energi tersendiri buat kami," kata dia.

Ia melihat anggota Komisi VIII sensitif dengan isu gender. Namun, Arifatul mengaku juga perlu pendalaman terkait isu perempuan di rapat itu.

"Nggak sih (tidak sensitif isu perempuan) sebetulnya. Karena saya yakin bapak-bapak itu punya istri punya anak dan berbicara dari hati. Kalau kita berbicara tentang perempuan dan anak harus berbicara dari hati. Lepas dari semuanya supaya bisa mencapai apa yang kita inginkan," ujar Arifatul.

"Ya paham sih, cuman perlu pendalaman. Jadi dari 16 pointers yang akan kita menjadi prioritas itu akan mereka perlu penjelasan lebih detail dari kita. Nanti akan dilanjutkan dalam diskusi bersama," tambahnya.

Ketimpangan Keterwakilan Perempuan di DPR RI

bangku kosong masih terlihat pada saat paripurna

Ilustrasi/Foto: Lamhot Aritonang/detikcom

Keterwakilan perempuan di lembaga perwakilan di Indonesia bisa dibilang masih mengalami ketimpangan. Padahal, sudah ada peraturan yang mengatur agar lebih banyak perempuan dapat menduduki kursi DPR RI.

Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang di dalamnya juga mengatur pemilu tahun 2009.

UU No. 2 Tahun 2008 mengatur kebijakan yang mengharuskan partai politik menyertakan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam pendirian maupun dalam kepengurusan di tingkat pusat. 

Selain itu, ada pula UU No. 10 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa partai politik baru dapat mengikuti setelah memenuhi persyaratan menyertakan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.

Dilansir dari laman Women Deliver, partisipasi perempuan dalam politik membantu memajukan kesetaraan gender dan memengaruhi berbagai isu kebijakan yang dipertimbangkan dan jenis solusi yang diusulkan.

Penelitian menunjukkan bahwa apakah seorang legislator adalah pria atau perempuan memiliki dampak yang berbeda pada prioritas kebijakan mereka. Ada juga bukti kuat bahwa seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang terpilih untuk menduduki jabatan, ada peningkatan yang wajar dalam pembuatan kebijakan yang menekankan kualitas hidup dan mencerminkan prioritas keluarga, perempuan, serta minoritas etnis dan ras.

Bagaimana menurutmu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.