STATIC BANNER
160x600
STATIC BANNER
160x600
BILLBOARD
970x250

Mengapa Milenial Rentan Depresi? Kenali Faktor Penyebabnya!

Verticallya Yuri S.E Pratiwi | Beautynesia
Jumat, 27 Dec 2019 07:30 WIB
Mengapa Milenial Rentan Depresi? Kenali Faktor Penyebabnya!
Kemajuan jaman tidak selalu memberikan dampak baik. Selalu ada sisi buruk dalam setiap hal. Pun begitu kemajuan jaman ini yang ternyata membawa generasinya ke arah depresi. Para millenial kini, ternyata rentan terhadap depresi.

Semakin maju jaman, memang memudahkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Masyarakat merasa lebih terbantu dan maju apalagi dengan majunya teknologi. Tetapi, kemajuan tersebut tidak selalu memiliki dampak positif saja. Dibalik kemudahan yang dirasakan, ternyata dibarengi dengan semakin tingginya tingkat depresi. Depresi paling rentan dialami terutama oleh para generasi milenial. Sedangkan generasi milenial merupakan tombak, penerus kehidupan ini kelak.
 


Usia yang Rentan untuk Alami Gangguan Kesehatan Mental


Foto: Istimewa

WHO sendiri menyebutkan jika pada usia remaja setengah dari penyakit mental bermula. Ditambah banyak kasus yang tidak segera ditangani. Tingkat bunuh diri dikalangan anak muda juga semakin tingggi pada usia 15–29 tahun. Hal ini berarti, millennial memang tengah rentan terhadap gangguan kesehatan mental.

Usia yang tengah dalam fase perubahan fisik, psikologis dan sosiologis menyebabkan remaja lebih rentan. Ketidaksiapan, salah penanganan, maupun ketidak mampuan mengikuti perkembangan jaman yang semakin kompetitif dengan kemajuan teknologinya juga bisa menjadi pemicu. Apalagi, penggunaan media sosial semakin meraja lela dan sudah sulit dipisahkan dari gaya hidup para millennial sehari-hari. Tuntutan dari kehidupan media sosial pun semakin membuat ‘pusing’ para remaja tanggung ini dalam pertumbuhannya ke fase dewasa.
 


Pengaruh Kemajuan Teknologi dengan Sisi Perfeksionis


Foto: Istimewa

Kehidupan dalam media sosial dan tingginya kompetisi membuat diri millennial menerapkan standar tinggi pada dirinya sendiri. Ketidaksempurnaan sekecil apapun rentan membuat mereka depresi karena merasa tidak percaya diri dan tidak akan diterima lingkungan. Tuntuan dari apa yang mereka lihat di media sosial menjadi acuan dan memunculkan sifat perfeksionis ini.
 


Berkurangnya Kualitas Waktu Istirahat


Foto: Istimewa

Tuntutan yang tinggi menyebabkan berkurangnya waktu untuk merasa tenang dan beristirahat sejenak. Bahkan saat akhir pekan, tuntutan pekerjaan dan banyak hal yang harus dilakukan demi memenuhi tuntutan sosial dan diri sendiri yang tinggi. Melakukan sesuatu yang tidak disukai demi konten, media sosial, agar diterima teman, kerap terjadi. Hal ini menyebabkan gangguan emosi pula pada para millennial.
 


Kabar Buruk dan Kecemasan yang Menyebar


Foto: Istimewa

Majunya teknologi membuat informasi dengan mudah dapat tersebar. Entah benar atau tidak, persebarannya akan tetap cepat sampai ditangan pembaca. Verifikasi HOAX tidaknya informasi seringkali diabaikan. Hal-hal buruk yang tersebar dan belum tentu benar dikonsumsi khalayak umum, terutama para generasi millennial yang aktif di media sosial. Mereka menjadi sasaran utama yang diberi informasi yang belum tentu benar tersebut.

Hal ini disadari atau tidak menimbulkan ketakutan dan kecemasan tersendiri. Apalagi untuk mereka yang belum mengetahui cara verifikasi berita yang fakta atau hanya rumor tidak berdasar. Kecemasan dan ketakutan ini jika terus sering terjadi, tidak heran menyebabkan gangguang kesehatan mental. Terutama bagi mereka yang memang menganggap penting informasi tersebut.
 


(ags/ags)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE