Enabler adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang yang mengetahui adanya kasus kekerasan dan pelecehan seksual, tetapi memilih bungkam.
Keberadaan sosok enabler ini bisa membuat kasus kekerasan seksual menjadi semakin rumit dan sulit dihentikan.
Mengapa demikian? Untuk mengetahui penjelasan lengkapnya mengenai apa itu enabler dan cara mencegahnya, simak ulasan berikut ini!
Apa itu Enabler?
Ilustrasi enabler/Foto:Freepik/drobotdean |
Dalam kasus pelecehan dan kekerasan seksual, ada pihak lain yang terlibat selain korban dan pelaku, yaitu seorang enabler.
Enabler adalah orang yang mengetahui suatu tindakan kekerasan atau pelecehan seksual, tetapi tidak melakukan tindakan apapun. Dilansir dari Changemakr.asia, enabler adalah orang-orang yang membiarkan terjadinya suatu peristiwa.
Istilah ini banyak merujuk pada kasus-kasus kekerasan seksual yang banyak dialami oleh perempuan.
Keberadaan seorang enabler ini sangat merugikan penyintas kekerasan seksual. Pasalnya, mereka memilih untuk bungkam dibandingkan harus menyampaikan fakta yang ada.
Akibatnya, kasus kekerasan seksual pun tidak dapat naik ke permukaan untuk diusut secara tuntas. Hal inilah yang menjadi penghambat penyintas kekerasan seksual memperoleh keadilan.
Jenis-Jenis Enabler dalam Kasus Kekerasan Seksual
Ilustrasi enabler/Foto:Freepik/benzoix |
Dalam kasus kekerasan seksual, terdapat dua jenis enabler yang bisa dijumpai. Adapun jenis-jenis dari enabler adalah sebagai berikut.
1. Enabler Aktif
Salah satu jenis enabler adalah orang yang aktif. Enabler aktif ini sangat merugikan pihak penyintas kekerasan seksual.
Pasalnya, enabler aktif cenderung mendukung dan melindungi pelaku dan memberikan berbagai alasan dan tameng, sehingga pola kekerasan seksual pun tidak akan terekspos.
2. Enabler Pasif
Jenis enabler berikutnya adalah sosok yang pasif. Berbeda dengan jenis pertama, enabler pasif memilih untuk diam dan tidak berkomentar apapun.
Enabler pasif cenderung menyikapi kasus kekerasan seksual sebagai peristiwa yang lumrah untuk terjadi. Hal ini juga bisa menghambat proses pemerolehan keadilan pada penyintas kekerasan seksual.