Bentuk-bentuk kekerasan dalam hubungan yang paling berbahaya sering kali tidak meninggalkan luka fisik sehingga terlambat untuk diketahui. Ini juga menyoroti betapa mengerikannya kekerasan dalam sebuah hubungan, misalnya kontrol koersif.
Kontrol koersif merupakan suatu bentuk kekerasan psikologis. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kontrol koersif dan mengapa kontrol koersif begitu merugikan perempuan, berikut penjelasannya menurut Laura Richards, seorang analisis perilaku kriminal, sebagaimana dilansir dari The List.
Memahami Pelecehan Emosional
Ilustrasi/Foto: Freepik.com/Drazen Zigic |
Meskipun tidak meninggalkan tanda-tanda fisik, berbagai macam pelecehan emosional sangat merusak bagi korbannya. Pelecehan emosional digunakan untuk menghancurkan harga diri korban untuk menciptakan ketergantungan psikologis pada pelaku. Pengondisian ketergantungan ini dilakukan melalui berbagai taktik, termasuk penghinaan, rasa bersalah, gaslighting, dan mengisolasi korban dari teman atau keluarga.
The Office of Women's Health menambahkan bahwa pelaku dapat memulai hubungan dengan banyak cinta dan perhatian, termasuk pujian dan permintaan untuk sering bertemu dengan korban di awal suatu hubungan. Tujuannya adalah untuk membuat korban merasa seperti mereka berdua melawan dunia. Jika korban mencoba mengambil tindakan hukum terhadap pelakunya, sang pelaku akan membuat pembelaan menggunakan pesan teks dan gambar yang menunjukkan korban tampak bahagia.
Definisi Kontrol Koersif
Ilustrasi/Foto: Freepik.com/Drazen Zigic |
Dalam meningkatkan kesadaran tentang betapa berbahayanya kontrol koersif, para ahli telah bekerja untuk mendefinisikan dan menjelaskan dengan lebih baik apa itu bagi politisi, penegak hukum, dan korban. Laura Richards mendefinisikan kontrol koersif sebagai pola perilaku strategis yang dirancang untuk mengeksploitasi, mengontrol, menciptakan ketergantungan, dan mendominasi.
Richards juga menambahkan bahwa hal ini juga dilakukan melalui micro-managing kehidupan korban menggunakan love bombing, gaslighting, kontrol ekonomi, dan isolasi. Wendy L. Patrick, seorang pengacara percobaan karier dan pakar hukum pidana, menjelaskan bahwa pelaku melakukan ini melalui upaya untuk membuat diri mereka ada di mana-mana, terutama melalui pengawasan dan pelanggaran batas.
Dalam hubungan heteroseksual, Patrick menambahkan perilaku ini dapat dilihat dengan memaksa korban untuk berperilaku dalam peran gender yang ditetapkan, dengan perempuan dimanipulasi untuk meninggalkan karier mereka untuk memiliki anak dan mengurus rumah. Namun, penerapan kontrol koersif tidak terjadi dalam semalam. Richards memperingatkan bahwa perubahan itu terjadi secara bertahap dan biasanya dimulai setelah korban secara emosional terlibat dalam hubungan tersebut.