Mengenal Sindrom Paris, Ketika "Kota Cinta" Tak Seindah Ekspektasi

ALMIRA WIJI RAHAYU | Beautynesia
Sabtu, 31 Aug 2024 14:30 WIB
Apa Itu Sindrom Paris?
Kawasan Along Arc De Triomphe dipenuhi dengan mobil /Foto: Pexels/Pixabay

Kota Paris sering disebut sebagai Kota Cinta. Di setiap film maupun novel, kota ini sering kali menjadi latar tempat ketika kedua tokoh utama sedang jatuh cinta atau mengejar impian mereka. 

Hal itu membuat banyak orang berpikir bahwa Paris adalah kota yang indah dan ideal untuk dikunjungi, seperti apa yang dilihat di film-film. Nggak sedikit turis yang memiliki fantasi tersendiri saat berkunjung ke sana. 

Sama seperti kota-kota lain di dunia, Kota Paris memiliki sisi positif dan negatif. Beberapa sisi negatif yang sering orang temukan ialah kebisingan, macet, dan maraknya pencopetan yang menargetkan turis asing.

Maka dari itu, nggak sedikit turis yang mengalami culture shock atau gegar budaya saat mengunjungi kota itu. Hingga muncul sebuah istilah bernama Sindrom Paris.

Apa Itu Sindrom Paris?

Kawasan Along Arc De Triomphe dipenuhi dengan mobil /Foto: Pexels/Pixabay

Mengutip The Independent, Paris Syndrome adalah sebuah sindrom psikologis yang menjelaskan fenomena ketika turis terkejut bahwa Paris gagal memenuhi ekspektasinya. Sindrom ini dapat diketahui melalui ciri-ciri pada seseorang seperti kecemasan berlebih, halusinasi, mual, muntah, dan jatuh berdetak lebih cepat. 

Sindrom ini memang tidak termasuk bagian dari Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DMS), tetapi telah diakui secara medis, dikutip dari Live Science. Artinya, sindrom ini benar-benar dapat dialami oleh seseorang. 

Paris Syndrome pertama kali ditemukan oleh psikiater asal Jepang bernama Hiroaki Ota yang bekerja di Rumah Sakit Sainte-Anne, Paris, pada tahun 1980-an. Kemudian, ia dan beberapa peneliti lainnya mengeksplorasi fenomena ini lebih lengkap dalam sebuah jurnal psikologi bernama Nervure pada tahun 2004. 

Peneliti menemukan fakta bahwa kebanyakan turis asal Jepang yang mengalami Paris Syndrome. Hal ini dikarenakan media dan budaya populer di Jepang meromantisasi dan membuat Paris sebagai kota yang sempurna. 

Ketika berada di kota itu secara langsung, turis asal Jepang kaget dengan keadaan Paris yang nggak sesuai dengan ekspektasi mereka. Mengutip QZ, beberapa kendala yang turis Jepang alami dimulai dari kendala bahasa hingga norma-norma yang tidak sesuai dengan apa yang mereka anut. 

Sejak tahun 2000-an, nggak sedikit turis asal Jepang yang harus dirawat di rumah sakit karena fenomena ini. Data pun menunjukkan bahwa sekitar 20-an orang Jepang yang berkunjung ke Paris menderita sindrom ini pada setiap tahunnya.

Bagaimana Cara Menghindarinya?

Menara Eiffel di Paris, Perancis /Foto: Pexels/Yovan Verma

Walaupun banyak dialami oleh orang Jepang, semua orang dari negara apapun juga bisa terkena Sindrom Paris. Sebab, culture shock adalah fenomena yang wajar dialami turis-turis yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan tempat yang mereka kunjungi. 

Cara yang paling ampuh adalah dengan meyakini bahwa Kota Paris sama dengan kota-kota lainnya di dunia ini, yakni memiliki kekurangan. Menurunkan ekspektasi dan melihat kenyataan yang ada diyakini ampuh untuk menghindari kekecewaan terhadap kota yang menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar di dunia pada tahun 2024 ini. 

Sudah siap untuk ke Paris? 

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE