Stereotip masyarakat seringkali mengharuskan para pria untuk harus selalu bersikap tegas, tidak boleh menangis, harus selalu mendominasi, kuat, dan lain sebagainya.
Hal-hal seperti ini rupanya disebut juga sebagai toxic masculinity. Berikut penjelasan selengkapnya:
Definisi Toxic Masculinity
![]() |
Singkatnya begini Beauties, toxic masculinity atau maskulinitas beracun adalah stereotip yang diciptakan oleh masyarakat sosial tentang sikap dan perilaku maskulin yang harus dimiliki oleh pria secara berlebihan, seperti pria harus kuat secara fisik, agresif, tidak boleh emosional, mengerjakan segala sesuatunya sendiri, harus berkuasa, dan lain sebagainya.
Dikutip dari jurnal psikologi dengan judul: Longitudinal Associations Between Features of Toxic Masculinity and Bystander Willingness to Intervene in Bullying Among Middle School Boys pada Journal of School of Psychology toxic masculinity, didefinisikan sebagai "konstelasi sifat-sifat [maskulin] secara sosial yang berfungsi untuk menumbuhkan dominasi, devaluasi perempuan, homofobia, dan kekerasan diinginkan" (Kupers, 2005, hlm. 71).
Maskulinitas Beracun yang Biasa Ada di Kehidupan Sehari-hari
![]() Mengenal sigma maskulinitas beracun/pexel.com/ono kosuki |
Beauties, maskulinitas beracun ini tidak hanya di temui di Indonesia saja, tapi juga di berbagai negara belahan dunia. Ada begitu banyak kalimat yang sering kali diucapkan untuk menggambarkan toxic ini, di antaranya:
“Pria nggak boleh ngeluh, apa lagi nangis”
Seakan tidak boleh memiliki rasa sedih atau sakit hati terhadap segala sesuatu, perkataan ini justru sering kali dilontarkan oleh orang-orang yang biasanya berusaha menguatkan pria saat berada di posisi terpuruk.
“Jadi pria tuh harus berani, harus kuat dan jantan. Jangan takut berkelahi”
Kalimat ini biasanya diucapkan baik untuk penggambaran secara fisik maupun emosional. Namun, pada nyatanya tidak semua menyukai kekerasan, apa lagi sampai berkelahi.
Sebagian pria mungkin terlalu malas untuk berkelahi dan sebagian lagi lebih suka menyelesaikan masalah dengan mengandalkan otak, bukan otot.
“Wah, nggak ngerokok, nggak gaul nih!”
Di kalangan remaja, melakukan tindakan yang berisiko seperti mengkonsumsi obat-obatan terlarang, merokok, kebut-kebutan atau kegiatan berisiko lainnya dianggap sebagai suatu hal ‘keren’ yang akan membuat mereka disegani di kalangan kelompok tertentu.
Sehingga mereka tidak akan ragu untuk melakukan hal berisiko, meski akan berdampak buruk pada suatu waktu.
“Self-care, self-love apa sih? Kayak perempuan!”
Beauties, ketika seorang pria menunjukan self-care maupun self-love terhadap dirinya sendiri, seringkali dianggap sebagai suatu hal yang aneh di kalangan para pria.
Padahal bisa jadi, mereka melakukan hal tersebut sebagai upaya apresiasi mereka terhadap diri sendiri, atas suatu hal yang telah mereka capai.