Beauties, saat tamu bulanan hadir, kita pasti sudah nggak kebingungan lagi untuk menyiapkan pembalut. Entah itu jenisnya sekali pakai, menstrual cup, tampon, kain, serta beragam jenis pembalut lainnya yang beredar di pasaran.
Tapi, pernah nggak, sih, kamu kepikiran bagaimana penampakan produk sanitasi ini di zaman nenek moyang dahulu? Dirangkum dari berbagai sumber, yuk cari tahu evolusi pembalut dari masa ke masa!
Pembalut pada Masa Sebelum Masehi
Pada zaman sebelum masehi, perempuan-perempuan di berbagai negara sudah menggunakan tetumbuhan, hewan dan bahan alami lainnya untuk menyerap darah haid. Perempuan Mesir Kuno memanfaatkan tumbuhan Papyrus yang banyak ditemukan di pinggiran dan lembah Sungai Nil. Diketahui tumbuhan ini ternyata memiliki kemampuan menyerap air dan sering pula dijadikan bahan utama dalam pembuatan media tulis, tikar bahkan obat-obatan pada masa itu.
Cyperus papyrus/Pixabay.com/Jacques Gaimard |
Di Cina, para perempuan justru menggunakan pasir sebagai andalan saat datang bulan. Mereka memasukkan pasir ke dalam sebuah kantung kain yang diselipkan di pakaian dalam. Apabila kain sudah basah maka pasir di dalamnya akan dikeluarkan dan kainnya dicuci. Setelah itu mereka akan menggunakan kain dan pasir yang baru sebagai pembalut.
Ilustrasi pasir/Pixabay.com/Nici Keil |
Satu lagi pembalut alami yang digunakan perempuan di masa kuno ialah serat wol. Dibandingkan dua jenis penampung darah haid sebelumnya, wol dirasa sudah lebih efektif dan modern. Serat yang diambil dari bulu hewan seperti domba dan kambing ini digunakan para perempuan yang tinggal di Romawi Kuno.
Domba penghasil serat wol/Pixabay.com/Uschi Dugulin |
Selain ketiga jenis bahan alami di atas, masih ada lagi, lho, jenis pembalut lainnya yang digunakan oleh perempuan dari seluruh dunia. Contohnya seperti lumut, rumput, pakis bahan kulit kerbau. Wah, pembalut zaman dulu lumayan bikin kita geleng-geleng kepala ya!
Pembalut pada Masa Modern
Pembalut sebagai kebutuhan kaum perempuan terus berkembang dan berevolusi dari tahun ke tahun seiring semakin majunya teknologi. Hal ini ditandai dengan munculnya Sanitary Apron pada tahun 1800-an. Sesuai namanya, Sanitary Apron berbentuk seperti celemek masak yang kita kenal, hanya saja bagian celemeknya terdapat di belakang dan pada bagian depan ditutupi kain yang menyerupai celana dalam sebagai alat pengait agar tidak jatuh.
Sanitary apron/Foto: Mum.org |
Pada tahun 1900-an, tepatnya setelah Perang Dunia I berakhir, pembalut luka tentara yang terbuat dari bantalan kapas selulosa masih melimpah ruah di kamp kesehatan. Sebagian dari suster yang haid kemudian menghabiskan stok pembalut luka tersebut dan ternyata efektif dalam menyerap darah haid.
Hal inilah yang menjadi inspirasi untuk Perusahaan Kimberly-Clark dalam menciptakan produk terbaru mereka yang diberi nama Kotex atau singkatan dari cotton texture pada tahun 1920. Bentuk pembalut Kotex persis seperti pembalut masa kini, hanya saja dulu belum dilengkapi perekat.
Koran yang memuat rilisnya Kotex/Foto: Bdworkshop.com |
Penemuan terus berlanjut; tahun 1933 seorang pebisnis perempuan bernama Gertrude Tendrich menciptakan tampon pertama yang berbahan serat katun dan kapas. Produknya kemudian diberi nama Tampax. Produk ini cukup populer di kalangan perempuan yang sudah menikah pada masa itu.
Produk Tampax masa kini/Foto: Tampax.com |
Setelah ditemukaannya Kotex dan Tampax, kedua produk sanitasi ini menjadi favorit perempuan modern dalam mengatasi tamu bulanan mereka. Akhirnya mulailah bermunculan berbagai produk serupa dari beragam merek dagang. Hingga di tahun 1960-an inovasi baru dilakukan oleh Perusahaan Stayfree yang mengklaim pembalut berperekat pertama di era modern dan sudah pasti lebih efektif.
Sayangnya penggunaan pembalut dan tampon sekali pakai yang meningkat secara pesat berbanding lurus dengan peningkatan jumlah sampah di lingkungan serta efek samping iritasi yang dirasakan oleh banyak perempuan. Sekitar tahun 2000-an, inovasi pembalut kain yang dianggap lebih ramah lingkungan dan sehat ketimbang dua produk sebelumnya mulai digaungkan. Hingga tahun 2021, kampanye untuk kembali ke pembalut kain serta produk sanitasi ramah lingkungan lainnya seperti menstrual cup masih saja menjadi pembicaraan hangat di berbagai kalangan.
Reusable menstrual pad dan cup/Beautynesia.id |
Bagaimana menurut kamu, Beauties? Perjalanan panjang evolusi pembalut perempuan ini cukup membuat kita bersyukur karena lahir di era sekarang bukan?
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!