Perjalanan Panjang Kasus Penyelundupan Narkoba Terpidana Mati Mary Jane Asal Filipina

Nadya Quamila | Beautynesia
Kamis, 21 Nov 2024 12:00 WIB
Perjalanan Panjang Kasus Penyelundupan Narkoba Terpidana Mati Mary Jane Asal Filipina
Perjalanan Panjang Kasus Penyelundupan Narkoba Terpidana Mati Mary Jane Asal Filipina/Foto: BBC World

Nama Mary Jane Veloso sedang menjadi perbincangan hangat. Perempuan asal Filipina yang menjadi terpidana mati kasus penyelundupan narkoba kini telah 'dibebaskan' Indonesia. Kabar tersebut disampaikan oleh presiden Filipina, Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr.

"Mary Jane Veloso akan pulang. Ditangkap pada tahun 2010 atas tuduhan perdagangan narkoba dan dijatuhi hukuman mati, kasus Mary Jane merupakan perjalanan yang panjang dan sulit," tulis Bongbong di akun Instagramnya, @bongbongmarcos, Rabu (20/11).

"Setelah lebih dari satu dekade diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusinya cukup lama untuk mencapai kesepakatan untuk akhirnya membawanya kembali ke Filipina," lanjutnya.

Lantas, siapa itu Mary Jane yang namanya menjadi trending di media sosial? Bagaimana ia bisa menjadi terpidana mati hingga kini 'dibebaskan'? Simak ulasannya berikut ini!

Perjalanan Kasus Mary Jane

Mary Jane

Mary Jane/Foto: Ilustrator: Edi Wahyono

Dilansir dari CNN Indonesia, Mary Jane adalah seorang perempuan asal Filipina kelahiran 10 Januari 1985. Ia hidup dalam kemiskinan bersama keluarganya. Ia bahkan pernah menjadi pemulung lantaran gaji sang ayah yang bekerja serabutan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini membuat Mary tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Mary lalu memutuskan menikah muda. Dari pernikahannya, ia dikaruniai dua orang anak. Pada 2009, Mary memutuskan merantau ke Dubai untuk mencari pekerjaan. Harapannya kala itu adalah bisa mendapatkan penghasilan agar bisa membiayai keluarganya yang miskin.

Tidak lama usai bekerja di Dubai, Mary pun memutuskan untuk kembali ke Filipina. Sebab, saat itu, ia mengalami tindakan kekerasan seksual dari majikannya.

Pada April 2010, Mary diberitahu rekan dekatnya, Maria Kristina Sergio, bahwa ada seorang di Malaysia yang membutuhkan asisten rumah tangga. Mary langsung menerima tawaran kerja di Malaysia. Ia dan Sergio segera terbang ke Malaysia pada 22 April 2010.

Namun, sesampainya di Malaysia, ia diberitahu bahwa lowongan pekerjaan ART yang ditawarkan oleh temannya ternyata sudah ditutup. Sebab lowongan itu sudah diisi oleh pelamar lain. Mary sudah merasa putus asa, namun, Sergio berusaha menyemangatinya. Keduanya lalu terpaksa tinggal di Malaysia selama tiga hari.

Pada 25 April 2010, Mary bertolak ke Indonesia, tepatnya Yogya, karena diberitahu ada lowongan pekerjaan oleh Sergio. Mary sempat ragu menerima tawaran tersebut, alasannya karena ia sudah tidak punya uang untuk membeli tiket pesawat ke Yogya. 

Sergio lalu menawarkan bantuan kepada Mary. Ia meminjamkan sejumlah uang kepada Mary untuk berangkat ke Yogya. Sergio juga menitip koper kepada Mary yang rupanya berisi narkoba.

Sesampainya di Bandara Yogya, Mary langsung diperiksa petugas karena ada indikasi barang mencurigakan di koper Mary saat pemerikaan mesin x-ray.

Awalnya, petugas bandara tidak menemukan adanya barang mencurigakan di dalam koper Mary. Namun, petugas bandara tidak lantas percaya begitu saja. Oleh sebab itu, mereka melakukan pengecekan kembali terhadap koper Mary.

Setelah dilakukan pengecekan mendalam, ditemukan heroin seberat 2,6 kilogram di dalam koper Mary dengan taksiran harga sebesar 500 ribu USD atau sekitar Rp7,6 miliar saat itu. Kepolisian Indonesia langsung menangkap dan menahan Mary.

Pembelaan Mary Jane: Korban Perdagangan Manusia

Indonesia bebaskan terpidana mati asal Filipina, siapa Mary Jane Veloso?

Mary Jane/Foto: BBC World

Kasus Mary Jane bisa dibilang cukup panjang. Pada 11 Mei 2010, Mary sempat menelpon keluarganya untuk memberi tahu kondisinya di Indonesia.

"Ibu, Ayah, aku sangat mencintai kalian semua. Aku dipenjara," kata dalam percakapan telepon saat mengabari keluarganya.

Pengadilan Negeri Sleman memvonis Mary dengan hukuman mati pada Oktober 2010 karena dinilai melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam pembelaannya, Mary Jane menyatakan bahwa dirinya korban perdagangan manusia. Ia merupakan asisten rumah tangga (ART) yang melarikan diri dari Uni Emirat Arab (UEA) setelah nyaris mengalami pemerkosaan yang kemudian ditipu untuk menyelundupkan narkoba ke Indonesia.

Menurut laporan The Guardian, Mary Jane mengaku bahwa dirinya disuruh pindah ke Indonesia untuk bekerja sebagai ART pada 2010 oleh seorang perempuan bernama Maria Kristina Sergio, putri salah satu wali baptisnya.

Dalam sebuah pernyataan yang dibantah Maria, Mary Jane mengaku diberi pakaian baru dan tas oleh Maria yang tidak ia ketahui ternyata berisi 2,6 kilogram heroin.

"Kami miskin dan saya ingin mengubah hidup kami. Saya tidak akan pernah bisa melakukan kejahatan yang dituduhkan kepada saya," tulis Mary dalam sebuah surat kepada Presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino, pada 2015.

Tim hukum Mary Jane sempat mengajukan dua banding di Indonesia, yakni pertama menyatakan bahwa ia tak memiliki penerjemah yang kompeten dan kedua menyatakan bahwa ia ditipu. Namun, kedua banding itu ditolak.

Atas kasus ini, Mary Jane masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi pada April 2015 di Nusakambangan.

Pernyataan Indonesia Terkait Kasus Mary Jane

Kasi Penkum Kejati DIY, Herwatan saat ditemui wartawan di kantornya, Rabu (20/11/2024).

Kasi Penkum Kejati DIY, Herwatan saat ditemui wartawan di kantornya, Rabu (20/11/2024)/Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

Warga Filipina dan Indonesia sempat melakukan unjuk rasa untuk menyelamatkan nyawa Mary Jane menjelang tanggal eksekusinya. Dua hari sebelum tanggal eksekusi, Mary Jane sempat diizinkan untuk betemu keluarganya. Mary menyampaikan kepada kedua putranya bahwa ia tidak akan pulang ke Filipina.

Siapa sangka, di menit-menit terakhir waktu eksekusinya, hukuman mati Mary Jane secara mendadak ditangguhkan. Ternyata, Indonesia menerima perkembangan kasus terbaru dari Filipina mengenai penyerahan diri Maria Kristina Sergio.

Presiden Aquino pun meminta Indonesia untuk membiarkan Mary Jane hidup guna bersaksi dalam kasus perdagangan manusia, perekrutan ilegal, serta penipuan yang dituduhkan pada Maria. Ia mengacu pada perjanjian regional yang mewajibkan negara-negara bekerja sama dalam menangani kejahatan transnasional.

Indonesia patuh dan menunda eksekusi Mary Jane demi bekerja sama dengan Filipina. Setelah penundaan itu, Mary Jane terus mendekam di penjara Indonesia sembari menunggu proses hukum atas Maria rampung di Filipina.

Hingga akhirnya, pada 20 November 2024, Presiden Filipina mengumumkan kebebasan Mary Jane. Meski begitu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan Mery Jane bukan dibebaskan. Menurutnya RI hanya mempertimbangkan opsi "transfer of prisoner" atau pemindahan narapidana. Filipina, kata dia, juga harus memenuhi sejumlah syarat yang ditetapkan.

"Tidak ada kata bebas dalam statement Presiden Marcos itu. 'bring her back to the Philippines' artinya membawa dia kembali ke Filipina," kata Yusril melalui keterangan persnya, Rabu (20/11), dilansir dari CNN Indonesia.

Sejumlah syarat yang harus dipenuhi Filipina sebagai negara yang mengajukan permohonan pemindahan narapidana yaitu mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia dalam menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah negara Indonesia.

Kedua, narapidana tersebut dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman di sana sesuai putusan pengadilan Indonesia. Terakhir, biaya pemindahan dan pengamanan selama perjalanan menjadi tanggungan negara yang bersangkutan.

Yusril menyebut Mary Jane kemungkinan besar lolos dari hukuman mati apabila ada grasi yang diberikan Presiden Filipina.

"Dalam kasus Mary Jane yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, mungkin saja Presiden Marcos akan memberikan grasi dan mengubah hukumannya menjadi hukuman seumur hidup, mengingat pidana mati telah dihapuskan dalam hukum pidana Filipina, maka langkah itu adalah kewenangan sepenuhnya dari Presiden Filipina," ujarnya.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.