Beauties, baru-baru ini pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja di akhir tahun 2022 lalu. Melansir dari CNN Indonesia, terbitnya Perppu No 2 Tahun 2022 tersebut dimaksudkan untuk mengganti UU Cipta Kerja atau omnibus law lalu yang diputus inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai produk hukum yang cacat formil.
Namun, nyatanya kehadiran Perppu Cipta Kerja tersebut juga kembali menimbulkan berbagai polemik dan sejumlah protes dari kalangan buruh dan pekerja. Misalnya, masalah cuti, isu pengurangan hari libur pekerja, dan masih banyak lagi. Salah satunya dirasakan oleh buruh dan pekerja dari kalangan perempuan. Sebab pasal-pasal yang dimuat dalam Perppu Cipta Kerja dinilai ada yang menguntungkan sekaligus merugikan pekerja perempuan.
Bagaimana Hak-hak Pekerja Perempuan dalam Perppu Cipta Kerja?
Di satu sisi, Perppu Cipta Kerja dapat menguntungkan karena perusahaan dilarang memberhentikan pekerja perempuan yang sedang hamil. Aturan itu dimuat dalam Pasal 153 Ayat (1) poin (e) Perppu Cipta Kerja, yaitu :
"hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya," bunyi poin dalam pasal tersebut.
Selama ini, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak pekerja perempuan yang sedang hamil dirugikan karena diberhentikan sepihak oleh perusahaan. Selain itu dalam pasalnya yang sama pada point (j), perusahaan juga dilarang memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja yang mengalami cacat dengan bunyi sebagai berikut:
"Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan," bunyi poin dalam pasal tersebut.
Tentu ini menjadi angin segar bagi para pekerja dari kalangan disabilitas ataupun yang mengalami insiden kecelakaan kerja untuk tetap bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal lainnya yang dianggap juga dapat menguntungkan yaitu, tidak ada lagi larangan atau pemecatan bagi pekerja yang menikah dengan sesama rekan kerja yang dimuat dalam pasal 153 pada poin (f).
Artinya, aturan tersebut membolehkan karyawan menikah dengan teman sekantor dalam satu perusahaan. Atasan atau majikan pun tidak boleh memecat karyawan yang menikah tersebut.