Polemik Perppu Cipta Kerja, Bagaimana Nasib Hak-hak Pekerja Perempuan?

Sherley Gucci Permata Sari | Beautynesia
Jumat, 06 Jan 2023 07:30 WIB
Polemik Perppu Cipta Kerja, Bagaimana Nasib Hak-hak Pekerja Perempuan?
Polemik Perppu Cipta Kerja, Bagaimana Nasib Hak-hak Pekerja Perempuan?/Foto: Pexels/Mikhail Nilov

Beauties, baru-baru ini pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja di akhir tahun 2022 lalu. Melansir dari CNN Indonesia, terbitnya Perppu No 2 Tahun 2022 tersebut dimaksudkan untuk mengganti UU Cipta Kerja atau omnibus law lalu yang diputus inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi karena dinilai produk hukum yang cacat formil.

Namun, nyatanya kehadiran Perppu Cipta Kerja tersebut juga kembali menimbulkan berbagai polemik dan sejumlah protes dari kalangan buruh dan pekerja. Misalnya, masalah cuti, isu pengurangan hari libur pekerja, dan masih banyak lagi. Salah satunya dirasakan oleh buruh dan pekerja dari kalangan perempuan. Sebab pasal-pasal yang dimuat dalam Perppu Cipta Kerja dinilai ada yang menguntungkan sekaligus merugikan pekerja perempuan. 

Bagaimana Hak-hak Pekerja Perempuan dalam Perppu Cipta Kerja?

Ilustrasi bekerja/Foto: Freepik.com/jcompIlustrasi bekerja/Foto: Freepik.com/jcomp

Di satu sisi, Perppu Cipta Kerja dapat menguntungkan karena perusahaan dilarang memberhentikan pekerja perempuan yang sedang hamil. Aturan itu dimuat dalam Pasal 153 Ayat (1) poin (e) Perppu Cipta Kerja, yaitu :

"hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya," bunyi poin dalam pasal tersebut.

Selama ini, fakta di lapangan menunjukkan masih banyak pekerja perempuan yang sedang hamil dirugikan karena diberhentikan sepihak oleh perusahaan. Selain itu dalam pasalnya yang sama pada point (j), perusahaan juga dilarang memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja yang mengalami cacat dengan bunyi sebagai berikut:

"Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan," bunyi poin dalam pasal tersebut.

Ilustrasi pekerja perempuan/Foto: Freepik.com/FreepikIlustrasi pekerja perempuan/Foto: Freepik.com/Freepik

Tentu ini menjadi angin segar bagi para pekerja dari kalangan disabilitas ataupun yang mengalami insiden kecelakaan kerja untuk tetap bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal lainnya yang dianggap juga dapat menguntungkan yaitu, tidak ada lagi larangan atau pemecatan bagi pekerja yang menikah dengan sesama rekan kerja yang dimuat dalam pasal 153 pada poin (f).

Artinya, aturan tersebut membolehkan karyawan menikah dengan teman sekantor dalam satu perusahaan. Atasan atau majikan pun tidak boleh memecat karyawan yang menikah tersebut.

Nasib Pekerja Perempuan Setelah Perppu Ciptaker, Cuti Haid dan Melahirkan Dihapus!

Ilustrasi ibu melahirkan

Polemik Perppu Cipta Kerja, Bagaimana Nasib Hak-hak Pekerja Perempuan?/Foto: Getty Images/FatCamera

Aturan di Perppu Cipta Kerja yang Merugikan Pekerja Perempuan

Beberapa pasal yang dimuat dalam Perppu Cipta Kerja dinilai dapat menguntungkan bagi pekerja, khususnya perempuan. Namun di sisi yang lain, pasal-pasal yang dimuat dalam Perppu Cipta Kerja tersebut juga dinilai sangat merugikan para pekerja perempuan dan tidak sejalan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan dan hak-hak khusus bagi pekerja perempuan.

Hal ini diakibatkan perihal dihapusnya cuti haid dan melahirkan serta upah dari kedua cuti tersebut yang dimuat dalam Pasal 79 Ayat (3) dan (5). Sehingga hal ini menuai banyak kritik dari berbagai elemen masyarakat.

A pregnant woman is going in to surgery. She is laying on an operating table in the hospital's operating room. Surgeons surround the bed preparing for the medical procedure.Ilustrasi/ Foto: Getty Images/FatCamera

Pasal yang memuat hal tersebut membuat para pekerja perempuan berang, karena dinilai berlawanan dengan pasal-pasal khusus yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, yakni pasal 81 Ayat (1) tentang Ketenagakerjaan, yaitu;

"Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid," bunyi aturan itu.

Selanjutnya, dalam UU Ketenagakerjaan juga mengatur hak perempuan dalam memperoleh cuti melahirkan yang dimuat dalam Pasal 82 Ayat (1), sebagai berikut :

"Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan," bunyi pasal tersebut.

Perppu Ciptaker Menghapus Cuti Melahirkan
Ilustrasi/Foto: Freepik.com/tirachardz

Pasal penghapusan cuti haid dan melahirkan dinilai bahwa pemerintah tidak memperhatikan kondisi biologis dan medis perempuan terhadap kedua kondisi tersebut. Selain itu pasal penghapusan cuti melahirkan juga bertolak belakang dengan dukungan pemerintah terhadap perempuan pada pasal pelarangan pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi pekerja yang hamil. Tentu hal tersebut membuat pekerja perempuan merasa terjebak untuk harus berhenti bekerja demi mengurus dan menyusui sang anak yang baru saja lahir.

Ditambah lagi dalam dunia kerja, perempuan kerap menjadi pihak yang rentan dan dirugikan. Selain itu, mereka juga menjalankan peran ganda dalam urusan domestik, terlebih bagi mereka dengan status single parent.

Tak hanya sekedar penghapusan cuti haid dan melahirkan, pasal-pasal lainnya yang menjadi sorotan dan dianggap merugikan buruh, terlebih perempuan, yakni mengenai tidak jelasnya pengaturan upah minimum yang formula penetapannya dapat berubah dalam kondisi tertentu, pemangkasan waktu libur dalam sepekan, perpanjangan waktu kerja dan lembur, hingga jumlah penetapan pesangon yang dinilai merugikan para buruh.

Happy beautiful business mom talking on smartphone and working with documents in office while her cute baby playing with toys. Business, motherhood, multitasking and family concept.Ilustrasi/ Foto: Getty Images/iStockphoto/Prostock-Studio

Bahkan gelombang protes pun juga datang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yakni Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati yang berasal dari fraksi Partai PKS yang mempertanyakan soal penerbitan Perppu Cipta Kerja yang dinilai terkesan mendadak.

Menurutnya penerbitan sebuah Perppu harus pada kondisi kegentingan yang memaksa. Sehingga ia mempertanyakan kegentingan seperti apa yang sifatnya memaksa sehingga pemerintah harus mengeluarkan Perppu, dikutip dari dpr.go.id.

Bagaimana menurutmu, Beauties?

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE