Beauties, apakah pernah terselip di benak bahwa kamu merasa lebih hebat dibanding orang lain? Atau mungkin kamu memiliki teman yang bertingkah seakan-akan dirinya lah yang paling oke? Perilaku ini bisa disebut dengan superiority complex.
Superiority complex adalah perilaku yang menunjukkan seseorang percaya bahwa mereka merasa lebih unggul dibanding orang lain. Mereka percaya bahwa kemampuan dan pencapaian mereka melebihi orang lain. Tak jarang, mereka sering menilai lebih tentang diri sendiri.
Namun sebenarnya, dibalik tingkat kepercayaan diri yang berlebihan tersebut, orang dengan superiority complex menyembunyikan perasaan harga diri yang rendah. Lantas, apa saja ciri-ciri dari perilaku superiority complex ini? Yuk, simak penjelasannya!
Selalu Mencari Validasi dari Orang Lain
Harga diri seseorang yang memiliki superiority complex berasal dari sumber eksternal. Mereka hanya akan merasa baik atau layak jika orang lain telah memberikan validasi.
"Mereka melebih-lebihkan pencapaian karena mereka tidak dapat meyakinkan diri sendiri bahwa mereka layak dan telah cukup berprestasi dalam hidup mereka," ungkap Dr. Sanam Hafeez, neuropsikolog dan anggota fakultas di Universitas Columbia, seperti dikutip dari Bustle.
Validasi yang mereka terima dari orang lain pun sebenarnya tidak bertahan lama. Akibatnya, mereka terus membutuhkan validasi dari orang lain dan sulit merasa bahagia dengan diri sendiri.
Sulit Mengakui Kesalahan
Orang yang bertindak seolah mereka lebih unggul dari orang lain mengalami kesulitan untuk mengakui dan bertanggung jawab atas kesalahan yang mereka perbuat. Hal ini karena mereka percaya bahwa mereka selalu benar dan tidak ingin mendengarkan pendapat dari orang lain.
Bahkan parahnya, mereka mungkin saja marah dan emosi ketika ada yang menentang mereka. Mereka memiliki ilusi bahwa versi 'sempurna' dari diri mereka akan disukai orang lain. Dengan mengakui kesalahan, bagi mereka itu sama saja dengan mengakui bahwa mereka tidak sempurna.
Tersinggung Jika Tidak Mendapat Feedback Positif
Jika dilihat dari ciri-ciri di atas, mudah ditebak bahwa orang dengan perilaku superiority complex tidak suka dikritik. Bahkan, mereka tidak ingin menerima saran apapun kecuali hal tersebut bernada positif. Bahkan, saran bersifat netral pun akan mereka anggap sebagai kritik, lho!
"Seringkali individu dengan superiority complex tidak mendapatkan validasi dari orang tua mereka bahwa mereka adalah pribadi yang berharga. Mereka baru hanya diberi perhatian ketika mereka lebih baik dibanding yang lain, atau ketika menjadi yang terbaik," ungkap psikoterapis Kimberly Perlin, LCSW-C.
Maka ketika dewasa, secara tidak sadar mereka akan melakukan hal yang sama kepada orang lain. Mereka jadi hanya mengenal feedback positif dan sulit menerima kritik.
Cenderung Membuat Segala Sesuatu Tentang Mereka
Bisa dibilang, seseorang yang memiliki superiority complex adalah orang yang self-centered alias seolah-olah dunia berpusat pada mereka saja. Tak jarang, mereka menentang pendapat orang lain dengan menganggap bahwa hanya merekalah yang memiliki jawaban yang paling benar.
Bahkan mungkin saja mereka merendahkan prestasi orang lain dengan membanggakan prestasi mereka sendiri. Contohnya di lingkungan kerja, ketika seorang rekan kerja melakukan presentasi yang baik, orang dengan superiority complex mungkin akan mengatakan, "Presentasinya bagus, namun rasanya presentasi saya lebih bagus karena orang-orang lebih memperhatikan milik saya."
Memiliki perilaku superiority complex bukan artinya seseorang tersebut adalah pribadi yang jahat. Perilaku ini timbul akibat rasa sakit emosional yang pernah dirasakan.
Bagi sebagian orang, perilaku ini bisa diatasi dengan melakukan terapi. Mereka hanya perlu bersedia untuk introspeksi diri dan membuat perubahan internal yang positif.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!