Waspada! Ini 10 Kalimat Manipulatif yang Sering Dipakai Pria saat Marah

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Minggu, 14 Sep 2025 22:00 WIB
“Kamu Selalu Bereaksi Berlebihan”
Ilustrasi/Foto: Freepik/DC Studio

Mengenali kalimat manipulatif pria dalam hubungan asmara, terutama saat terjadi konflik adalah hal yang krusial. Hal ini karena kalimat-kalimat yang meskipun halus tetapi sebenarnya merendahkan, mempermainkan emosi, atau bertujuan untuk mengalihkan kesalahan bisa merusak kepercayaan diri dan kesehatan mentalmu secara perlahan-lahan.

Oleh karena itu, perlu untuk selalu waspada dengan menyadari tanda-tanda cowok manipulatif lebih cepat dari kalimat-kalimat yang sering mereka pakai agar kamu bisa menjaga batasan, mencegah pola berulang, dan mengambil langkah untuk melindungi diri. Dilansir dari Your Tango, berikut ini 10 kata-kata manipulatif pria yang sering muncul dalam konflik!

“Kamu yang Membuatku Melakukannya”

Ilustrasi/Foto: Freepik
Ilustrasi/Foto: Freepik

Kalimat seperti ini adalah bentuk pengalihan tanggung jawab yang kerap digunakan oleh pria yang enggan mengakui kesalahannya. Dengan cara ini, ia berusaha meyakinkanmu bahwa tindakannya sepenuhnya di luar kendalinya dan bahwa kamulah penyebab ia bereaksi berlebihan saat marah, seolah perilaku itu sebenarnya tidak mencerminkan dirinya di luar momen tersebut.

Taktik ini merupakan manipulasi yang dirancang untuk menanamkan rasa bersalah pada dirimu, meskipun kamu sama sekali tidak bersalah. Banyak korban kekerasan, baik fisik, emosional, maupun verbal, akhirnya percaya bahwa merekalah yang memicu perlakukan buruk tersebut. Padahal, ketika seseorang menggunakan alasan ini untuk membenarkan kemarahannya yang tidak wajar, itu menunjukkan lemahnya kemampuan mengendalikan emosi serta ketidaksiapan untuk mengakui kesalahan dan berusaha memperbaiki diri.

“Memang Beginilah Aku”

Ilustrasi/Foto: Freepik

Ketika pria berkata seperti ini, itu sebenarnya adalah sinyal bahwa ia telah menyerah untuk berubah dan memilih tetap terjebak dalam cara hidup yang tidak sehat. Ia  merasa nyaman bersikap kasar, pemarah, dan bereaksi berlebihan tanpa ada niat sedikit pun untuk memperbaikinya. Selain itu, ia juga belum menemukan alasan untuk bersikap berbeda karena tidak ada yang pernah-pernah menegurnya.

Ungkapan ini memaksamu menerima hal yang seharusnya tak pantas diterima sekaligus menjadi alasan baginya untuk menghindari perkembangan diri. Lebih buruknya lagi, perilaku toksik ini perlahan dinormalisasi sehingga membuatmu terbiasa dan enggan mempertanyakannya. Padahal, di balik sikap itu, ada pola pikir yang kaku, serta ketakutan untuk menjadi sosok yang rentan dan bertanggung jawab.

“Kamu Selalu Bereaksi Berlebihan”

Ilustrasi/Foto: Freepik/DC Studio

Kalimat seperti ini sering kali menjadi alat gaslighting yang digunakan untuk memutarbalikkan situasi. Dengan menuduhmu bereaksi terlalu berlebihan terhadap caranya mengekspresikan kemarahan, ia sebenarnya sedang meremehkan perasaanmu.

Taktik ini membuatmu terdorong untuk membela diri sementara ia sendiri lepas dari posisi disalahkan. Menurut para ahli, ini adalah bentuk reactive abuse, yaitu ketika pelaku membuat korbannya terlihat seperti pihak yang bersalah.

Pria yang memiliki masalah pengendalian amarah biasanya sangat mahir memainkan strategi ini. Saat ia menggunakan responsmu untuk mengecilkan peran serta tanggung jawabnya, tujuan sebenarnya adalah membenarkan ucapan atau tindakannya seolah hal itu pantas dilakukan. Sikap seperti ini menunjukkan kurangnya empati sekaligus bentuk sikap meremehkan terhadap pengalaman emosional orang lain.

“Aku Hanya Berusaha Jujur”

Ilustrasi/Foto: Freepik/stockking

Kalimat seperti ini sering dipakai sebagai pembenaran atas perilaku kasar atau perasaan marah. Seolah-olah jika ia tidak mengatakan hal tersebut, maka satu-satunya pilihan yang tersisa adalah berbohong. 

Dengan begitu, ia menggunakan kejujuran sebagai tameng untuk menutupi kekejamannya. Padahal, kebenaran yang diucapkan dalam kemarahan tidak membawa manfaat apa pun selain melukai. 

Saat ia merasa kesal dan ingin menghukummu, ia akan memilih kata-kata yang menurutnya paling menyakitkan. Padahal, tindakan ini tidak membuatnya terlihat jujur atau terhormat, tetapi justru memperlihatkan sikap impulsif dan membuktikan betapa rendahnya kecerdasan emosionalnya.

“Setidaknya Aku Tidak Memukulmu”

Ilustrasi/Foto: Freepik

Kalimat seperti ini sering digunakan sebagian pria untuk membenarkan perilaku buruknya. Ia beranggapan bahwa selama kekerasan yang dilakukan tidak melibatkan kontak fisik, ia masih termasuk “orang baik”.

Dengan logika itu, ia ingin kamu merasa beruntung karena kemarahannya hanya dilampiaskan lewat kata-kata kasar atau sikap yang menyakiti perasaan, bukan lewat pukulan. Cara berpikir ini pelan-pelan akan menurunkan standarmu tentang perlakuan yang layak dari pasangan dan membuatmu percaya bahwa keadaanmu masih “lebih baik” dibanding yang mengalami kekerasan fisik.

Padahal kenyataannya, semua bentuk kekerasan—baik fisik, verbal, maupun emosional—sama-sama merusak. Bedanya, luka batin tidak terlihat oleh mata, tetapi dampaknya bisa sama parahnya. Karena itu, jangan pernah menganggap perilaku seperti ini sebagai sesuatu yang normal atau pantas ditoleransi.

“Aku Sedang Mengalami Hari yang Berat”

Ilustrasi/Foto: Freepik/bearfotos

Ungkapan seperti ini sering kali dipakai untuk membuat orang lain merasa bersalah karena menuntut sikap yang sopan dan wajar dari seorang pria manipulatif. Ia ingin orang menganggap perilaku kasarnya wajar hanya karena suasana hatinya buruk. Padahal, hal itu justru mengungkapkan kelemahan dalam caranya mengelola emosi dan kecenderungan melampiaskan kemarahan kepada target yang terlihat mudah.

Kita semua pasti pernah mengalami hari yang buruk di mana stres terasa menekan dan membuat emosi menjadi mudah tersulut. Namun, itu bukanlah alasan untuk melampiaskan kemarahan pada orang lain. Jika setiap orang meledak setiap kali sesuatu tak berjalan sesuai rencana, dunia akan penuh dengan kekacauan dan kekerasan.

“Kamu Tahu Bagaimana Aku Kalau Sedang Marah”

Ilustrasi/Foto: Freepik/KamranAydinov

Kalimat ini terdengar sepele, tetapi sebenarnya sama berbahayanya dengan alasan sejenis, “memang aku orangnya begitu”. Saat seseorang pria mengucapkannya, ia sedang memberi sinyal bahwa kamu sudah tahu kelemahannya dalam mengontrol emosi dan kamu diharapkan maklum.

Ini bukan sekadar tanda bahaya, tetapi juga sinyal kuat tentang bagaimana ia akan bersikap di masa depan. Pesan tersiratnya jelas: jika kamu tetap bersamanya, kamu harus siap menerima perlakuan seperti itu. Tidak ada niat darinya untuk berubah sehingga kamu akan terjebak dalam situasi di mana kamu harus selalu berhati-hati agar tidak memicu kemarahannya.

“Aku Marah Seperti Ini karena Aku Peduli”

Ilustrasi/Foto: Freepik/bearfotos

Membungkus perilaku kasar dengan kedok cinta adalah taktik manipulatif lain yang sering digunakan pria yang tidak mampu mengendalikan amarahnya untuk membuatmu tetap terikat dan menerima perilakunya. Alih-alih melihat ledakan emosinya sebagai sebuah masalah, ia justru membuatmu percaya bahwa kamu punya sesuatu yang istimewa hingga membuat mereka kehilangan kendali penuh secara kognitif maupun emosional.

Taktik ini biasanya berhasil karena menyentuh ego korban dan membuatmu merasa spesial ketika yang seharusnya dilakukan adalah meminta pertanggungjawaban atas sikapnya itu atau pergi sejauh mungkin. Begitu korban terkecoh dan menganggap perilaku mereka sebagai tanda cinta, ikatan trauma akan makin kuat. Dalam banyak kasus, pelaku biasanya memiliki pola keterikatan yang toksik serta kurangnya kematangan emosional.

“Kamu Tidak Pernah Mendengarkanku”

Ilustrasi/Foto: Freepik

Kalimat ini sering menjadi senjata untuk membenarkan sikapnya saat marah sekaligus membuat lawan bicara terpojok. Hal ini membuatmu justru terdorong untuk membuktikan bahwa kamu memang mendengarkannya alih-alih membicarakan inti masalah. Dengan begitu, situasi pun terbalik, seolah dia hanya bisa merasa didengar jika melontarkan kemarahan.

Akibatnya, pembicaraan soal sikapnya yang meledak-ledak pun tertutup rapat. Ia akhirnya bisa merasa bebas melampiaskan emosi tanpa batas, sedangkan kamu menahan diri demi membuatnya merasa didengar. Pola ini biasanya menandakan adanya masalah komunikasi serius dan ketidakmampuan menyampaikan isi pikiran dengan tenang dan jelas.

“Setidaknya Aku Tidak Memendam Semua Hal Seperti Pria Lain”

Ilustrasi/Foto: Freepik/tirachardz

Membandingkan perilaku negatifnya dengan perilaku toksik pria lain adalah cara untuk menyepelekan tindakannya sendiri. Ia seolah-olah ingin membuatmu merasa beruntung memiliki dia, padahal kemarahannya sendiri tetap tidak wajar. Ia paham bahwa masyarakat menganggap pria sulit mengekspresikan emosi dan mereka memanfaatkan anggapan itu agar kemarahan mereka terlihat normal atau bahkan sehat.

Padahal, mengekspresikan kemarahan memang tidak salah, tetapi menjadikannya senjata untuk menyerang orang lain adalah masalah besar. Ada banyak cara sehat untuk menyampaikan rasa kesal, tetapi ia justru memilih mengabaikan semua opsi itu dan menggunakanmu sebagai tempat melampiaskan emosinya. Pola ini biasanya berakar pada pemahaman yang keliru tentang maskulinitas dan cara mengekspresikan perasaan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.