Awas! Kecanduan Main Medsos Sebabkan Popcorn Brain, Apa Itu?

Henny Alifah | Beautynesia
Minggu, 07 Jul 2024 10:00 WIB
Bahaya dan Cara Menenangkan Popcorn Brain
Ilustrasi/ Foto: Freepik.com

Pernahkah kamu merasa pikiran seperti melompat-lompat cepat dari satu hal ke hal yang lain, bak biji popcorn yang meletup-letup dalam panci? Fenomena ini tidak kamu alami sendiri. Faktanya, ada fenomena Popcorn Brain yang dikenal dalam dunia psikologi.

Istilah ini diciptakan oleh peneliti UW iSchool David Levy pada tahun 2011. Popcorn Brain merujuk pada kondisi saat otak mendapat stimulasi berlebih dari dunia digital, saat tab baru dan notifikasi bermunculan dengan cepat seiring layar digulir terus menerus. Otak kemudian meniru kecepatannya, pikiran-pikiran baru terus bermunculan seperti biji popcorn yang meletup penuh semangat.

Agar lebih waspada dengan fenomena Popcorn Brain, simak penjelasan psikolog Daniel Haig dalam wawancaranya dengan Glamour UK berikut ini.

Penyebab Popcorn Brain

Ilustrasi perempuan membagi kesedihan di medsos/Foto: Pexels/Cottonbro Studio

Ilustrasi/ Foto: Pexels/Cottonbro Studio

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Popcorn Brain terjadi karena stimulasi dari dunia digital. Tapi bagaimana bisa?

Platform online dan situs media sosial menggunakan algoritma yang memberi kita aliran informasi, notifikasi, dan hiburan secara konstan, semuanya disesuaikan dengan minat dan perilaku kita,” kata Haig.

“Hal ini dapat menyebabkan stimulasi berlebihan pada sistem reward otak, khususnya jalur dopamin yang berhubungan dengan kesenangan dan hal-hal baru. Saat kita menerima informasi atau pemberitahuan baru, hal itu memicu pelepasan dopamin kecil, memberi reward pada otak kita dan mendorong kita untuk melanjutkan siklus mencari dan menerima rangsangan baru.”

Dengan kata lain, saat online, kita dikondisikan untuk mengharapkan imbalan instan. Jika tidak langsung mendapatkannya, kita segera diberi makan sesuatu yang lain. Internet secara aktif mendorong otak untuk terus berpikir.

“Seiring waktu, permintaan perhatian yang terus-menerus dan pergantian tugas yang cepat dapat menyebabkan perasaan gelisah atau otak ‘terguncang’ saat berjuang untuk mempertahankan fokus pada satu tugas dalam jangka waktu lama,” lanjut Haig.

ilustrasi Popcorn Brain
Ilustrasi Popcorn Brain/ Foto: instagram.com/glamourgermany

Efek jangka panjang dari media sosial memang masih dalam proses penelitian, namun Haig menegaskan bahwa ada bukti terkait pengaruh aktivitas online pada fungsi kognitif. Meskipun efeknya bukan kerusakan otak, namun yang pasti akan ada “perubahan otak”.

“Belum tentu otak mengalami kerusakan, namun jalur sarafnya diubah rute atau disesuaikan untuk mengakomodasi tuntutan multitasking dan pemrosesan informasi yang cepat,” kata Haig.

Salah satu perubahan terbesarnya adalah kemampuan kita untuk fokus pada satu hal.

“Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan otak untuk melakukan perhatian yang mendalam, fokus, dan berkelanjutan – keterampilan yang penting untuk analisis kompleks dan berpikir kritis,” jelasnya.

Katanya lagi, “Meskipun plastisitas otak memungkinkannya beradaptasi dengan tuntutan baru ini, dikhawatirkan adaptasi tersebut mungkin mengorbankan kemampuan kita untuk terlibat secara mendalam dan penuh perhatian dengan konten, yang berpotensi berdampak pada pembelajaran, memori, dan regulasi emosional seiring berjalannya waktu.”

Bahaya dan Cara Menenangkan Popcorn Brain

Cara mengenali orang narsistik dari media sosial mereka

Ilustrasi/ Foto: Freepik.com

Jadi sudah jelas, kita semua berada dalam bahaya kehilangan fokus atau attention span karena dunia digital sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam aktivitas sehari-hari. Lantas, apa dampaknya terhadap kehidupan kita jika attention span berkurang?

Menurut Haig, ada banyak konsekuensinya. Hal ini dapat berdampak pada interaksi sosial, kesejahteraan emosional, dan produktivitas secara keseluruhan.

Akhir-akhir ini kita sering dengar keluhan orang tentang hilangnya kemampuan untuk membaca buku yang tebal atau bahkan kesulitan memecahkan masalah yang rumit. Banyak juga yang bahkan tidak tahan menonton film berdurasi lama. Saat mengobrol pun banyak yang kesulitan untuk fokus pada satu topik.

“Kebutuhan stimulasi dan kepuasan yang terus-menerus dapat menyebabkan berkurangnya kesabaran dan ketekunan, sehingga lebih sulit untuk mencapai tujuan jangka panjang,” kata Haig. “Ada juga risiko peningkatan tingkat kecemasan dan stres, karena ketidakmampuan untuk memutuskan hubungan dapat menghambat proses relaksasi dan pemulihan mental, sehingga berkontribusi pada siklus keterlibatan mental dan kelelahan yang terus-menerus.”

ilustrasi otak
Ilustrasi Otak/ Foto: pexels.com/SHVETS Production

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menenangkan pikiran kita yang serasa meletup-letup. Haig menyarankan enam hal berikut ini.

  1. Detoks Digital: Buat jadwal rutin untuk 'hidup offline' alias memutus sambungan perangkat digital, sehingga otak dapat beristirahat dan mengisi ulang tenaga.
  2. Mindfulness dan Meditasi: Praktik-praktik ini dapat meningkatkan kemampuan fokus dan kesadaran, mengurangi perasaan terpencar yang terkait dengan Popcorn Brain.
  3. Single tasking: Hindari multitasking dan fokus pada satu tugas pada satu waktu bahkan saat sedang online. Hal ini dapat membantu melatih kembali otak untuk mempertahankan perhatian dan memperdalam keterlibatan dengan aktivitas.
  4. Nature Breaks: Menghabiskan waktu di alam telah terbukti mengurangi stres dan meningkatkan perhatian dan fungsi kognitif.
  5. Hobi dan Aktivitas Fisik: Lakukan aktivitas yang tidak melibatkan layar, seperti membaca, membuat kerajinan tangan, atau olahraga, untuk merangsang berbagai area otak dan meningkatkan relaksasi.
  6. Structured Online Time: Tetapkan waktu tertentu untuk memeriksa email, media sosial, dan menjelajahi web agar mengurangi konsumsi digital yang konstan.

 ***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE