Dampak Kenaikan Biaya Hidup terhadap Kesehatan Mental? Ini Kata Riset!
Pernahkah kamu merenungkan seberapa besar dampak kenaikan biaya hidup kesehatan mental? Selama ini mungkin kita lebih akrab dengan kalimat seperti “galau karena nggak punya uang” dan sejenisnya. Namun siapa sangka, jika ditelusuri lebih lanjut, ini juga berkaitan dengan kesehatan mental.
Akar penyebabnya bisa berasal dari kenaikan biaya hidup yang terus menerus terjadi. Di Indonesia sendiri, belum lama ini telah diumumkan kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang tadinya 11% menjadi 12%. Keputusan ini akan mulai diberlakukan mulai 1 Januari 2025 mendatang.
Meski digadang-gadang dapat memberikan keadilan kepada seluruh kelompok masyarakat dengan adanya pengecualian-pengecualian, keputusan ini tetap memberikan warning di berbagai kalangan. Seperti adanya kekhawatiran menurunnya daya beli dan konsumsi masyarakat.
Bisa dikatakan bahwa kondisi ini adalah gambaran nyata bagaimana kenaikan biaya hidup terjadi. Tentunya untuk setiap keputusan yang berlaku, mau tidak mau akan mempengaruhi kita, termasuk dari aspek psikologis seperti kesehatan mental. Mengutip dari laman King’s Collage London, riset yang dilakukan oleh ESRC Centre for Society and Mental Health menunjukkan hal-hal berikut.
Masalah Tidur dan Stres Akibat Kenaikan Biaya Hidup
![]() Masalah tidur/ Foto: Freepik.com/jcomp |
Penelitian dari ESRC Centre for Society and Mental Health menunjukkan bahwa 60% warga Inggris melaporkan dampak negatif krisis biaya hidup terhadap kesehatan mental mereka. Salah satu dampaknya adalah gangguan tidur, di mana 23% orang merasa kesulitan tidur akibat kekhawatiran tentang kenaikan biaya. Masalah tidur ini adalah indikasi awal dari beban psikologis yang terus meningkat seiring dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari.
Kelompok Rentan yang Paling Terpengaruh
Kelompok rentan/ Foto: Freepik.com/8photo
Dampak kenaikan biaya hidup tidak dirasakan secara merata. Beberapa kelompok lebih rentan, seperti mereka yang kesulitan finansial (80% merasa hidup semakin suram), penyewa rumah sosial (39% melaporkan masalah tidur), dan individu dengan gangguan kesehatan mental yang sudah didiagnosis (38% merasa tidak memiliki kendali atas keuangan). Situasi ini menunjukkan bahwa ketidaksetaraan sosial memperburuk beban kesehatan mental di tengah krisis ekonomi.
Ketidakpercayaan terhadap Kebijakan Pemerintah
Tidak percaya/ Foto: Freepik.com/benzoix
Sebagian besar masyarakat yang terdampak krisis merasa pemerintah tidak peduli terhadap kondisi mereka. Data menunjukkan bahwa 73% responden merasa diabaikan oleh pemerintah, dengan angka ini naik menjadi 89% di kalangan orang yang berjuang secara finansial dan 86% pada individu dengan gangguan kesehatan mental. Ketidakpercayaan ini memperparah kecemasan dan menambah tekanan psikologis.
Upaya Bertahan Hidup yang Memicu Distres Psikologis
Stres psikologis/ Foto: Freepik.com/freepik
Banyak orang harus menguras tabungan atau meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% dari mereka yang meminjam uang mengalami tingkat stres psikologis di atas rata-rata. Hal ini menandakan bahwa solusi jangka pendek seperti meminjam uang justru dapat memperburuk kesehatan mental.
Kurangnya Dukungan Layanan Kesehatan Mental yang Aksesibel
Dukungan profesional/ Foto: Freepik.com/pressfoto
Meskipun banyak orang mencari dukungan emosional melalui teman, keluarga, atau sumber mandiri seperti buku, hanya sedikit yang mendapatkan layanan kesehatan mental formal. Sebagai contoh, hanya 16% orang dengan gangguan mental yang menerima bantuan seperti tunjangan berbasis kebutuhan dalam enam bulan terakhir. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara kebutuhan dan akses terhadap layanan kesehatan mental yang memadai.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
