Diagnosis ADHD pada Perempuan Dewasa Meningkat Sejak 2020, Ini Penjelasan Para Ahli!
Sebuah riset menemukan bahwa sejak 2020 hingga 2022, terdapat peningkatan diagnosis ADHD pada perempuan dewasa di rentang usia 23-29. ADHD )Attention Deficit Hyperactivity Disorde) adalah istilah medis untuk gangguan mental berupa perilaku impulsif dan hiperaktif.
Mengapa kemudian fenomena ini baru teridentifikasi pada beberapa waktu terakhir? Apakah ini sebuah penemuan baru, ataukah selama ini banyak terjadi kesalahan diagnosis pada pasien ADHD perempuan?
Adanya Bias Gender dalam Diagnosis ADHD
Dilansir dari National Geographic, dahulu para ahli masih mengira bahwa ADHD adalah gangguan yang terjadi hanya pada pria. Studi yang dilakukan pun umumnya membahas terkait stereotip ‘hiperaktif dan mengganggu’ pada anak dan pria dewasa pengidap ADHD.
Padahal, gejala ADHD pada perempuan ternyata berbeda dengan yang terlihat pada pasien pria. Anak-anak dan perempuan dewasa cenderung memiliki tipe ADHD yang kesulitan memusatkan perhatian, ditandai dengan disorganisasi, mudah lupa, dan kesulitan untuk memulai maupun tetap fokus pada pekerjaan.
Menurut Kathleen Nadeau, seorang psikolog klinis sekaligus salah satu penulis buku “Understanding Girls with ADHD” pada tahun 1999, perempuan harus bekerja sangat keras dalam menyembunyikan permasalahannya dan untuk menunjukkan bahwa mereka sudah bekerja dengan baik. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai masking, di mana perempuan dianggap mampu menemukan cara untuk mengimbangi gejalanya karena ekspektasi sosial yang terjadi di masyarakat.
![]() ADHD pada perempuan/Foto: Pexels/RDNE stock project |
Hal ini dirasakan juga oleh Janna Moen, seorang ilmuwan di Yale Center for Infection and Immunity yang didiagnosis dengan ADHD di akhir usia 20an. Moen mendapatkan nilai yang baik di sekolah dan memiliki karier yang cemerlang, namun di balik itu dia telah melakukan masking terhadap gejala-gejala ADHD selama bertahun-tahun sehingga berdampak pada masalah kesehatan mental dan harga diri, juga kesulitan dalam hubungan interpersonal.
Gejala ADHD pada anak dan perempuan dewasa juga kerap kali disalahpahami sebagai kesulitan emosional atau kesulitan belajar, sehingga jarang dirujuk untuk pemeriksaan.
ADHD adalah Gangguan Fungsi Eksekutif Otak
Sederhananya, ADHD adalah gangguan yang terjadi pada fungsi eksekutif seperti perencanaan, memori kerja, dan regulasi emosi. Seiring perempuan beranjak dewasa, fungsi eksekutif akan semakin berkembang dan gejala ADHD menjadi semakin sulit dikenali. Padahal, konsekuensi dari kesalahan diagnosis bisa sangat berbahaya, lho, Beauties.
![]() ADHD pada perempuan/Foto: Pexels/Pixabay |
Menurut beberapa studi, perempuan dengan ADHD lebih cenderung menderita kecemasan, depresi, penyalahgunaan obat-obatan, dan gangguan makan. Mereka juga lima kali lebih rentan mengalami kekerasan dari pasangan, tujuh kali lebih rentan melakukan percobaan bunuh diri, dan rentan mengalami kehamilan yang tidak direncanakan.
Studi lain bahkan mengatakan bahwa kematian dini pada perempuan dengan ADHD dua kali lebih besar dibandingkan pria dengan ADHD.
Kurangnya Spesialisasi dan Diagnosis Tepat untuk ADHD
Adanya lonjakan diagnosis ini secara kebetulan juga berhubungan dengan faktor adanya pandemi COVID-19 dan berkembangnya aplikasi TikTok. Sebuah survei menemukan bahwa sebanyak 75 persen pasien dewasa yang baru didiagnosis dengan ADHD mengatakan bahwa pandemi mendorong mereka mencari tahu gejala ADHD karena punya waktu luang untuk bermain media sosial seperti Twitter dan TikTok.
Janna Moen juga menghabiskan waktu sekitar 20 tahun untuk dirawat dan didiagnosis sebagai pasien gangguan depresi mayor dan kecemasan, sebelum akhirnya mengetahui bahwa gejalanya dapat ditangani dengan terapi dan obat-obatan untuk ADHD. Ia berpikir bahwa kecemasan dan depresi yang dialami adalah respon terhadap tekanan yang diberikan pada diri sendiri untuk terlihat baik-baik saja.
![]() ADHD pada perempuan/Foto: Freepik/jcomp |
Meskipun dikatakan sebelumnya bahwa kehadiran media sosial membantu dalam meningkatkan kesadaran perempuan dewasa untuk mengeksplorasi gejala ADHD, penelitian lain menemukan bahwa terdapat banyak konten TikTok tentang ADHD yang salah kaprah.
Menurut Julia Schecter, salah satu direktur pada Duke University’s Center for Women and Girls with ADHD, ADHD merupakan gangguan kondisi perkembangan syaraf yang sudah muncul sejak lahir dan 80 persen bersifat genetik. Jadi, mengalami kesulitan fokus dalam mengerjakan rutinitas tidak selalu menandakan bahwa seseorang pasti mengidap ADHD.
Maka dari itu, penting bagi Beauties untuk lebih bijak dalam mengelola informasi pada media sosial. Jika Beauties merasakan gejala-gejala tertentu berkaitan dengan ADHD yang mengganggu kehidupan sehari-hari, jangan ragu untuk ke tenaga profesional, ya!
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!


