Saingan dengan Barang Impor, Bisnis Jam Tangan Lokal Matoa Gulung Tikar
Matoa, brand jam tangan kayu pertama di Indonesia yang berasal dari Bandung, resmi mengumumkan tutupnya bisnis mereka di awal 2025. Kabar ini disampaikan langsung lewat akun Instagram resmi mereka, @matoa_id, dan tentu saja mengejutkan banyak pelanggan setia.
Brand yang sudah eksis sejak 2012 ini akhirnya harus menghadapi berbagai tantangan yang membuat mereka terpaksa menghentikan operasional sepenuhnya. Melansir dari Detik, founder Matoa, Lucky Danna Aria, membenarkan berita ini dan menyebut bahwa setelah menutup Matoa, ia kini fokus di bisnis food and beverage (FnB). Bahkan, beberapa karyawan Matoa ikut bergabung dalam usaha barunya di bidang kuliner.
![]() Pengumuman Matoa/Foto: instagram.com/matoa_id |
Lucky juga mengungkapkan bahwa bisnis jam tangan kayu mereka sebenarnya sudah mulai kesulitan sejak 2019. Penjualan Matoa bahkan sudah berhenti sejak 2022, tapi mereka sempat vakum dulu dengan harapan kondisi pasar membaik. Sayangnya sampai sekarang, belum ada perubahan signifikan yang memungkinkan mereka bangkit lagi.
Buat para pecinta produk lokal, ini tentu kabar yang cukup menyedihkan. Sebagai pelopor jam tangan kayu di Indonesia, Matoa telah menginspirasi banyak brand lain untuk berkembang di industri ini.
Alasan Penutupan Matoa
Persaingan harga mennjadi salah satu alasan penutupan Matoa jam tangan kayu (Jam tangan kayu/Foto: shopee.co.id/matoaindonesia)
Ada dua faktor utama yang menyebabkan Matoa harus gulung tikar. Pertama, masuknya produk impor dari China yang semakin mendominasi pasar.Â
Sebelumnya, Matoa memang mengandalkan bahan baku seperti logam, kaca, dan mesin dari China, tetapi sejak 2019, produk jadi dari China mulai membanjiri pasar Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah.Â
Faktor kedua adalah dampak pandemi COVID-19, yang menghentikan aktivitas ekspor Matoa ke berbagai negara seperti Eropa, Amerika, Jepang, Malaysia, dan Timur Tengah. Meskipun penjualan online lokal meningkat saat pandemi, produk Matoa tetap kalah saing dengan jam tangan serupa dari China yang dijual dengan harga jauh lebih rendah.
Selain itu, berjualan di marketplace juga nggak terlalu menguntungkan buat Matoa. Mereka harus bergantung pada promo-promo besar seperti 11.11 dan 12.12, yang sebenarnya hanya memberi margin tipis. Dengan harga jual sekitar Rp1 juta dan biaya produksi sekitar Rp300-400 ribu, ditambah biaya operasional dan pemasaran, profit mereka makin menipis.
Lama-kelamaan, promo marketplace makin sering, bahkan hampir tiap bulan. Matoa pun harus terus kasih diskon, yang bikin bisnis mereka makin sulit bertahan. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menutup bisnis sepenuhnya.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!
