12 Proyek Raksasa di Dunia yang Utang ke China, Termasuk Kereta Cepat Whoosh!

Natasha Riyandani | Beautynesia
Kamis, 13 Nov 2025 12:00 WIB
12 Proyek Raksasa di Dunia yang Utang ke China, Termasuk Kereta Cepat Whoosh!
Proyek raksasa di berbagai negara di dunia yang berutang ke China/Foto: Dok. KAI

Dalam beberapa tahun terakhir, polemik mengenai utang negara kembali menjadi sorotan publik setelah nilainya terus meningkat. Data dari Kementerian Keuangan per Mei 2025 mencatat total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp8.300 triliun.

Dengan sekitar 5,45% merupakan utang luar negeri Indonesia ke China, yang jumlahnya kian membengkak hingga menembus USD24,5 miliar atau setara dengan Rp395 triliun, usai megaproyek Kereta Cepat Jakarta – Bandung (KCJB) atau Whoosh mengalami kerugian.

Melalui program Belt and Road Initiative (BRI), China telah memberikan pinjaman bernilai fantastis untuk berbagai proyek raksasa di berbagai negara di dunia. Namun, hal ini memicu kekhawatiran akan risiko ketidakmampuan bayar, yang diperparah dengan bunga tinggi dan proyek yang kurang produktif.

Berikut daftar 12 proyek raksasa di dunia yang dibiayai China di bawah skema BRI, seperti dilansir dari Yahoo Finance.

1. Rusia: Pembangunan Infrastruktur dan Industri (USD169,3 miliar)

Rusia/ Foto: Unsplash.com/Oij

Sejauh ini, Rusia berada diperingkat pertama sebagai penerima dana terbesar dalam program Belt and Road Initiative (BRI). Rusia mengumpulkan total utang ke China sebesar USD169,3 miliar atau setara Rp2.642 triliun selama 20 tahun terakhir. Secara realistis, kemungkinan besar jumlah angka ini lebih tinggi setelah pecahnya perang Rusia ke Ukraina.

Pinjaman yang sangat besar itu digunakan untuk membiayai berbagai sektor, terutama industri, pertambangan, dan konstruksi, yang merupakan pilar utama ekonomi Rusia. Sebagian besar dana tersebut juga digunakan untuk mendukung sektor yang menghasilkan produk untuk diekspor kembali ke Tiongkok.

Hal ini menunjukkan hubungan ekonomi yang kuat dan saling menguntungkan antara kedua negara, terutama pada sektor energi dan sumber daya alam.

2. Venezuela: Proyek Minyak dan Gas Alam (USD112,8 miliar)

Venezuela memiliki total utang ke China mencapai USD112,8 miliar (setara Rp1.183 triliun). Sebagian besar utangnya digunakan untuk membiayai dan mengembangkan proyek minyak dan gas di negaranya.

Ilustrasi BBM/Foto: Freepik.com

Venezuela menerima pinjaman dari China untuk mengembangkan dan membiayai proyek-proyek minyak dan gasnya, dengan total utang sebesar USD112,8 miliar yang jika dirupiahkan mencapai Rp.1.183 triliun.

Sebagai imbalannya, Venezuela mengizinkan Tiongkok untuk membeli minyak mentah dari perusahaan minyak milik negara, PDVSA. Namun, hasil minyak yang masuk ke China lebih besar daripada yang diinvestasikan kembali di PDVSA, yang kemudian berjuang untuk membiayai operasinya.

Beberapa analisis berpendapat bahwa alih-alih menciptakan jebakan utang, China justru terjebak dalam “jebakan kreditur” di Venezuela karena produksi minyak menurun, dan pada akhirnya akan menggerus kemampuannya untuk membayar utang.

3. Pakistan: Koridor Ekonomi China-Pakistan (USD68,9 miliar)

Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC)/ Foto: Pakistan Reader

Pakistan menggunakan sebagian besar pinjaman untuk membiayai proyek infrastruktur bernilai fantastis di negaranya. Salah satu proyek raksasanya adalah Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC), dengan total utang sebesar USD68,9 miliar (setara Rp1.153 triliun).

Koridor ini akan menghubungkan pelabuhan Gwandar di Laut Arab dengan kota Kashgar di wilayah barat China melalui jaringan jalan raya, rel kereta, dan pipa energi. Pembangunan CPEC diharapkan dapat menjadi jalur perdagangan utama antara Timur Tengah dan Asia.

Namun, proyek yang semula dijadwalkan rampung pada 2020 ini harus tertunda hingga 2030 karena masalah keamanan dan beban utang Pakistan yang kian membengkak.

4. Angola: Pembangunan Infrastruktur dan Industri Minyak (USD64,8 miliar)

Angola/ Foto: Unsplash.com/Shawn Clark

Dana pinjaman yang mencapai USD64,8 miliar (setara Rp1.085 triliun) digunakan Angola untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang dibangun kembali pasca-perang saudara dan pembangunan industri minyak.

Pinjaman ini sering kali ditukar dengan pasokan minyak dari Angola ke China, menciptakan ketergantungan ekonomi yang membuat Angola rentan mengalami fluktuasi harga minyak. Akibatnya, Angola harus mengekspor lebih banyak minyak ke China untuk membayar utang.

5. Kazakhstan: Kereta Api dan Koridor Energi (USD64,2 miliar)

Kazakhstan/ Foto: Unsplash.com/Viktor Hesse

Hubungan antara Kazakhstan dan China sudah terbentuk selama 20 tahun terakhir, selain itu juga negara ini menumpuk utang hingga menyentuh angka USD64,2 miliar (setara Rp1.068 triliun).

Akibatnya, Kazakhstan kesulitan membayar kembali pinjamannya hingga China telah mengambil bagian yang lebih besar dalam industri minyak di negara tersebut. Ketika krisis ekonomi melanda, China menyediakan dana sebesar USD5 miliar (Rp83 triliun), serta mengalokasikan sekitar USD3,5 miliar (Rp58 triliun) untuk melunasi utangnya yang dipakai untuk membeli peralatan dari China.

Namun, betapapun tegangnya hubungan kedua negara ini, Kazakhstan terus bermitra dengan China untuk memperluas proyek-proyek besar di negaranya, seperti kapasitas kereta api di wilayah perbatasan.

6. Indonesia: Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) (USD55 miliar)

Indonesia memiliki total utang ke China mencapai USD55 miliar (setara Rp918 triliun). Salah satu proyek rasasanya adalah Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.

Whoosh/Foto: Dok. KCIC

Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) merupakan proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara, yang menelan biaya mencapai USD7,3 miliar (setara Rp121,8 triliun).

Biaya ini mengalami pembengkakan sebesar USD1,21 miliar (sekitar Rp20 triliun) dari nilai investasi awal, membuat pemerintah Indonesia harus menambah modal melalui anggaran negara (APBN). Dengan sekitar 75% dari total biaya ini didanai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB).

Meski banyak menuai kritik, megaproyek ini akhirnya diresmikan pada Oktober 2023. Diperkirakan total utang Indonesia kepada China membengkak mencapai USD55 miliar setara dengan Rp918 triliun.

7. Vietnam: Cat Linh-Ha Dong Sky Train (USD28,8 miliar)

Cat Linh-Ha Dong/ Foto: Flickr.com/Takeshi Aida

Pada tahun 2017, AidData memperkirakan bahwa Vietnam berutang lebih dari USD16 miliar (setara Rp267 triliun) hanya untuk membiayai proyek infrastruktur berskala besar, yaitu jalur trem Cat Linh-Ha Dong.

Proyek sepanjang 13 km dengan 12 stasiun ini awalnya dijadwalkan selesai pada 2015, namun karena berbagai hambatan pembangunannya molor hingga satu dekade.

Selain persoalan teknis, hubungan politik antara Vietnam dan China yang sempat memanas akibat sengketa Laut China Selatan pada 2014 lalu, turut memperlambat jalannya proyek ini.

8. Turkiye: Proyek Koridor Tengah (USD22,5 miliar)

Turkiye/ Foto: Unsplash.com/Hafizul Hafiz

Sejak dulu, Turkiye dan China telah berkolaborasi dalam banyak proyek pembangunan infrastruktur, yang didominasi sektor transportasi dan energi untuk menjadi agenda bersama mereka setelah Belt and Road Initiative (BRI) diluncurkan pada tahun 2013.

Turkiye dan China mempelopori skema besar-besaran untuk menciptakan rute perdagangan yang akan menghubungkan negara-negara di Asia Tengah dan Kaukasus. Gagasan “Koridor Tengah” ini akan mencakup Azerbaijan, Georgia, dan Kazakhstan.

Dengan utang total sebesar USD22,5 miliar (Rp375 triliun), Turkiye termasuk dalam deretan negara yang memiliki utang terbanyak kepada China. Meski begitu, tampaknya negara ini menikmati hasil yang lebih baik dari program BRI dibandingkan dengan negara lain dalam daftar.

9. Iran: Jalur Kereta Cepat Qom-Isfahan (USD22,3 miliar)

Kereta Cepat Qom-Isfahan/ Foto: X.com/@IrnaEnglish

Berdasarkan laporan dari AidData, Iran sudah mengumpulkan utang kepada China mencapai USD22,3 miliar (setara Rp372 triliun) selama 20 tahun terakhir.

Total utang tersebut termasuk biaya proyek kereta cepat sepanjang 240 kilometer yang menghubungkan Qom dan Esfahan. Nilai proyek ini mencapai USD1,9 miliar (setara Rp31,7 triliun), dan diperkirakan meningkat karena perluasan cakupan.

Proyek ini sempat tertunda karena sanksi internasional terhadap Iran dan keterbatasan dana. Selain itu, pembangunannya juga sempat mendapat kritik karena dinilai tidak berpotensi besar secara ekonomi negara.

10. Laos: Kereta Cepat Boten-Vientiane (USD20,6 miliar)

Kereta Cepat Boten-Vientiane/ Foto: Embassy of Timor Leste in Vientiane

Proyek kereta cepat sepanjang 414 kilometer ini dapat memangkas waktu perjalanan dari Vientiane ke perbatasan China dari 15 jam menjadi hanya 4 jam.

Adapun China memegang 70 persen kepemilikan proyek senilai USD6 miliar (setara Rp100 triliun) ini, sementara Laos menanggung 30 persen sisanya melalui pinjaman dari bank-bank China.

Secara keseluruhan, Laos memiliki nilai pinjaman kepada China sebesar USD20,6 miliar (setara Rp345 triliun). Tak ayal, negara di Asia Tenggara ini kini masuk kategori berisiko tinggi dalam daftar utang global.

11. Bangladesh: Terowongan Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman (USD20 miliar)

Bangladesh memiliki total utang ke China mencapai USD20 miliar (setara Rp334 triliun). Salah satu proyek raksasanya adalah Terowongan Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman.

Ilustrasi Bangladesh/Foto: Bendera Bangladesh

Dibangun oleh perusahaan China dengan dukungan pinjaman sebesar USD1,6 miliar (setara Rp26,7 triliun), terowongan bawah Sungai Karnaphuli ini diharapkan dapat memperlancar lalu lintas di kota pelabuhan Chattogram.

Namun, pengoperasian proyek raksasa ini tidak berjalan mulus, di mana pendapatan dari tarif tol jauh di bawah perkiraan. Dalam setahun pertama, hanya ada 3.910 kendaraan per hari yang melintas, jauh dari target awal yang diperkirakan 18.500.

12. Sri Lanka: Pelabuhan Hambantota (USD19,5 miliar)

Pelabuhan Hambantota/ Foto: BBC

Pelabuhan Hambantota merupakan proyek ambisius Sri Lanka yang dibangun dengan pinjaman besar dari China, dengan nilai utangnya mencapai USD19,5 miliar (sekitar Rp325,4 triliun).

Sejak dibuka pada tahun 2012, pelabuhan ini gagal menarik cukup banyak kapal meski lokasinya strategis di jalur perdagangan internasional. Terlebih, Sri Lanka harus menghadapi krisis ekonomi terburuknya, membuat negara ini gagal membayar pinjamannya dari China. Mereka bahkan tidak dapat melakukan pembayaran bunga atas utang tersebut.

Akibat kesulitan membayar utang, pemerintah Sri Lanka akhirnya menyerahkan kendali pelabuhan beserta 15.000 hektar lahan di sekitarnya kepada perusahaan China melalui perjanjian sewa selama 99 tahun pada 2017.

Jika dilihat dari daftar di atas, kebanyakan negara berkembang melakukan pinjaman besar kepada China untuk membiayai dan membangun proyek-proyek infrastruktur dan industri di negaranya. Namun, tidak semuanya berjalan mulus, sebagian justru mengalami kerugian dan tidak mampu membayar utang tersebut.

Besarnya beban utang memang bisa jadi pisau bermata dua. Di satu sisi dapat mendukung pertumbuhan ekonomi negara, tapi di sisi lain juga bisa menimbulkan risiko jika tidak dikelola dengan baik.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(ria/ria)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE