Kekerasan seksual masih menjadi momok di kalangan masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), terdapat 10.247 kasus kekerasan terhadap perempuan, di mana 15,2 persen adalah kekerasan seksual.
Aksi kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja dan di mana saja, tak terkecuali di lingkungan sekolah. Baru-baru ini, Kementerian Agama (Kemenag) mengeluarkan peraturan khusus sebagai langkah untuk menangani dan mencegah kasus kekerasan seksual di lingkup sekolah.
Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. PMA No 73 tahun 2022 ini ditandatangani oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 dan mulai diundangkan sehari setelahnya.
"Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022," terang Juru Bicara (Jubir) Kemenag Anna Hasbie di Jakarta, Kamis (13/10), dikutip dari laman resmi Kemenag.
Sesuai namanya, PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Satuan Pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
16 Klasifikasi Kekerasan Seksual, Termasuk Merayu, Bersiul, dan Menatap
PMA ini terdiri atas tujuh bab, yaitu: ketentuan umum; bentuk kekerasan seksual; pencegahan; penanganan; pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; sanksi; dan ketentuan penutup. Total ada 20 pasal.
PMA ini mengatur bentuk kekerasan seksual, mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Ada 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.
Tak hanya itu, Anna Hasbie mengungkapkan bahwa menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual.
"Termasuk juga menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman," tambahnya.
Berikut adalah 16 bentuk kekerasan seksual sebagaimana yang tertuang dalam Bab 2 tentang Bentuk Kekerasan Seksual:
1. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan secara fisik kondisi tubuh atau identitas gender.
2. Menyampaikan ucapan seperti berupa rayuan, lelucon, dan siulan yang bernuansa seksual.
3. Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, mengancam, atau memaksa untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual.
4. Menatap tanpa izin dengan nuansa seksual atau tidak nyaman.
5. Mengintip atau dengan sengaja melihat seseorang yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi atau pada ruang yang bersifat pribadi.
6. Memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja.
7. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh seseorang yang disebut korban.
8. Melakukan percobaan pemerkosaan.
9. Melakukan pemerkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin.
10. Mempraktikkan budaya yang bernuansa kekerasan seksual.
11. Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi.
12. Membiarkan terjadinya kekerasan seksual.
13. Memberikan hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual.
14. Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang korban.
15. Mengambil, merekam, mengunggah, mengedarkan foto, rekaman audio, dan/atau visual korban yang bernuansa seksual.
16. Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan.
Sanksi bagi Pelaku
Terkait sanksi bagi pelaku, jelas Anna, PMA ini mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana dan sanksi administrasi.
Dengan terbitnya PMA ini, Kemenag akan segera menyusun sejumlah aturan teknis, baik dalam bentuk Keputusan Menteri Agama (KMA), pedoman, atau SOP, agar peraturan ini bisa segera dapat diterapkan secara efektif.
Anna berharap, terbitnya PMA ini akan menjadi panduan bersama seluruh stakeholders satuan pendidikan Kementerian Agama dalam upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual.
"Harapannya, ke depan tidak terjadi lagi kekerasan seksual di satuan pendidikan," tandasnya.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!