3 Alasan Mengapa Korban KDRT Sulit Meninggalkan Hubungan Penuh Kekerasan

Nadya Quamila | Beautynesia
Rabu, 14 Aug 2024 22:30 WIB
Merasa Tidak Berharga
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Pheelings Media

Viral di media sosial seorang selebgram perempuan berinisial "I" menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya yang bernama Armor Toreador. Melalui unggahan di Instagram, I membagikan video rekaman CCTV yang menunjukkan penyiksaan yang dilakukan oleh sang suami.

Pada caption unggahan rekaman CCTV, I menjelaskan bahwa selama 5 tahun berumah tangga, ini bukan pertama kalinya dirinya mengalami KDRT. Namun selama ini, ia bertahan demi anaknya.

Hubungan yang penuh kekerasan adalah situasi yang rumit, tidak mudah dan butuh banyak keberanian untuk meninggalkannya. Pelaku KDRT memiliki kuasa dan kendali di dalam hubungan. Ketika seorang penyintas meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan, mereka mengancam kekuasaan dan kendali yang telah dibangun pasangannya atas hak si penyintas, dikutip dari laman National Domestic Violence Hotline.

Hal ini sering kali menyebabkan pasangannya membalas dengan cara yang berbahaya. Akibatnya, meninggalkan hubungan sering kali menjadi periode waktu yang paling berbahaya bagi para penyintas kekerasan.

Lantas, apa saja alasan seseorang bertahan di hubungan yang penuh kekerasan? Dirangkum dari berbagai sumber, berikut penjelasannya.

Rasa Takut

Ilustrasi Dugaan KDRT di Depok/Foto: Freepik.com/@jirawatfoto

Ilustrasi/Foto: Freepik.com/@jirawatfoto

Seperti yang sudah disinggung, pelaku KDRT memegang kuasa dan kendali dalam hubungan. Mereka mengontrol jalannya hubungan, dan ketika korban tidak menurut atau bertindak di luar perintah pelaku, maka pelaku bisa saja mengancam dan menyakiti pelaku. Ini bisa membuat korban menjadi takut untuk meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan tersebut.

Sering kali, meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan tidak hanya sulit secara emosional, tetapi juga dapat mengancam jiwa. Dilansir dari laman Onelove, perempuan 70 kali lebih mungkin terbunuh usai memutuskan meninggalkan pasangannya yang kasar.

Merasa Tidak Berharga

Sad doubtful wife looks at wedding ring thinking in divorce

Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Pheelings Media

Selain aksi kekerasan fisik, kekerasan emosional juga bisa membuat korban sulit terlepas dari jerat pelaku KDRT. Pelaku akan berusaha memanipulasi korban.

Sering kali, orang-orang yang berada dalam hubungan yang penuh kekerasan emosional mungkin tidak memahami bahwa mereka sedang dilecehkan karena tidak ada kekerasan yang terlibat. Selain itu, banyak orang yang akan mengabaikan atau meremehkan kekerasan emosional karena mereka tidak menganggapnya seburuk kekerasan fisik.

Sulit bagi mereka yang berada dalam hubungan yang penuh kekerasan untuk meninggalkan pasangannya setelah mereka terus-menerus dibuat merasa tidak berharga dan merasa tidak ada pilihan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri.

Bertahan Demi Anak

Cropped shot of a young woman trying to protect herself from a man's clenched fist. Brunette woman is the victim of aggressive man. Stressful woman trying to defend herself from a clenched fisted.

Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/Jelena Stanojkovic

Anak biasanya menjadi salah satu alasan utama mengapa korban sulit pergi dari hubungan yang penuh kekerasan. Korban khawatir jika meninggalkan pasangan, anak-anak akan kehilangan sosok ayah atau mengalami kesulitan finansial.

Selain itu, dilansir dari National Domestic Violence Hotline, banyak korban KDRT mungkin merasa bersalah atau bertanggung jawab karena telah mengganggu keutuhan keluarga mereka jika ia memutuskan untuk pergi. Menjaga keutuhan keluarga mungkin bukan hanya sesuatu yang dihargai oleh korban, tetapi juga dapat digunakan sebagai taktik oleh pelaku KDRT untuk membuat korban merasa bersalah agar tetap bertahan.

Masih ada banyak alasan lainnya mengapa seorang korban KDRT bertahan di hubungan yang penuh kekerasan, seperti intimidasi dari pelaku, takut dihakimi orang sekitar, hingga adanya keinginan untuk mengubah pasangan.

Apa pun alasannya, perlu dipahami bahwa meninggalkan hubungan penuh kekerasan bukanlah hal yang mudah bagi korban. Setop menghakimi, korban KDRT membutuhkan dukungan dari keluarga, teman, dan profesional seperti psikolog. Penting pula diingat bahwa tidak ada seorang pun yang pantas mengalami kekerasan.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE