Isu seputar kesetaraan gender semakin gencar disuarakan. Kini, sudah banyak perempuan yang berhasil dan sukses menjadi pemimpin, baik itu memimpin sebuah negara ataupun di tempat kerja.
Kini perempuan tidak lagi identik dengan kata dapur, sumur, dan kasur. Perempuan memiliki kekuatan untuk menjadi apa yang dia inginkan dan menjadi versi terbaik dari dirinya, termasuk menjadi pemimpin. Namun sayangnya, masih banyak anggapan atau mitos-mitos yang beredar seputar pemimpin perempuan.
Apa saja mitos seputar pemimpin perempuan yang sering terdengar? Simak ulasan berikut ini.
Pemimpin Perempuan Tidak Seambisius Pemimpin Pria
Ada anggapan bahwa jika perempuan menjadi pemimpin, maka ia tidak akan seambisius pemimpin pria. Namun menurut sebuah penelitian yang melibatkan hampir 10 ribu sarjana pria dan perempuan lulusan sekolah bisnis di seluruh dunia, perempuan juga memiliki ambisi yang sama dengan pria dalam konteks karier. Perempuan juga memiliki cita-cita untuk menjadi CEO atau menjadi pemimpin di tempat kerja.
Namun permasalahan yang dihadapi oleh perempuan ketika berhadapan dengan ambisi adalah perjuangan dan pengorbanan yang harus dilakukan. Ketika seorang perempuan ingin menjadi ambisius, sering kali masyarakat menganggapnya sebagai hal negatif. Mereka akan dicap sombong, haus kekuasaan, bahkan egois. Sangat ironis ketika sukses dan ambisius berkorelasi positif dengan pria, namun tidak halnya dengan perempuan. Padahal, terlepas dari gender, semua memiliki hak untuk menjadi pemimpin.
Perempuan Tidak Memiliki Keterampilan untuk Menjadi Pemimpin yang Efektif
Mitos selanjutnya adalah perempuan tidak memiliki keterampilan untuk menjadi pemimpin yang efektif. Melansir dari Forbes, penelitian menunjukkan bahwa perempuan secara alami memiliki kompetensi kepemimpinan yang efektif.
Ini berarti kompetensi tersebut, seperti mengembangkan pemimpin baru, menunjukkan keterampilan komunikasi dan sosial, memanfaatkan kreativitas dan inovasi, pemecahan masalah, menunjukkan penilaian dan kepemimpinan tim, antara lain, secara alami tersedia untuk pemimpin perempuan.
Perempuan dan pria sebenarnya memimpin dengan cara yang sama. Namun, masih banyak stereotip yang beredar. Perempuan dianggap memiliki perilaku 'mengurus', seperti mendukung orang lain dan memberi penghargaan kepada bawahan. Sementara pemimpin pria dianggap lebih efektif dalam mendelegasikan dan memecahkan masalah. Hanya berdasarkan gender, pria dianggap sebagai pemimpin yang lebih baik.
Jika perempuan bertindak konsisten dengan stereotip gender, mereka dianggap terlalu baik dan lemah. Jika mereka melawan stereotip gender, mereka dianggap terlalu tangguh.
Pemimpin Perempuan Lebih Emosional
Perempuan sering dijuluki sebagai individu yang emosional. Karena alasan tersebut, banyak yang menilai bahwa perempuan tidak bisa memimpin di bawah tekanan. Keyakinan bahwa perempuan lebih emosional daripada pria adalah salah satu stereotip gender terkuat yang masih mengakar di masyarakat.
Faktanya, penelitian dari Institute for Operations Research and the Management Sciences menunjukkan bahwa ketika ada perempuan menjadi pemimpin di tempat kerja, konflik akan berkurang. Hal ini terutama berlaku ketika tempat kerja didominasi oleh pria.
Hal ini bukanlah alasan untuk meragukan kemampuan perempuan untuk menjadi pemimpin. Karena, walau mungkin lebih emosional, tetapi pemimpin perempuan jauh lebih berempati dan menunjukkan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, di mana ciri-ciri dari seorang pemimpin yang baik. Intuisi dan kepekaan perempuan dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang harmonis dan menjunjung tinggi kebersamaan.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!