3 Sinyal Bahwa "Si Baik Hati" Mungkin Sebenarnya Nggak Punya Hati Tulus, Waspada!

Dewi Maharani Astutik | Beautynesia
Minggu, 26 Oct 2025 22:00 WIB
3 Sinyal Bahwa
Tanda kebaikan yang tidak tulus/Foto: Unsplash/Olivia Hibbins

Kebanyakan orang salah mengira bahwa bersikap manis dan baik memiliki arti yang sama. Sekilas keduanya memang tampak mirip, tetapi sebenarnya keduanya berbeda. Bersikap manis lebih berkaitan dengan tuntutan sosial, tentang bagaimana kita diharapkan untuk selalu tampil menyenangkan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan baik bagi orang lain maupun diri sendiri. Sedangkan yang benar-benar baik hati akan selalu melakukan tindakan nyata untuk memberi bantuan sekecil apa pun.

Bersikap baik adalah ketika kita mengkritisi hasil presentasi teman demi membuatnya berkembang, sedangkan yang hanya ingin terlihat baik akan memuji meskipun faktanya presentasi itu berantakan.

Dilansir dari dari Your Tango, berikut ini beberapa tanda kebaikan yang tidak tulus demi menambah wawasan agar kamu tahu bagaimana cara membedakan orang yang tulus dan pura-pura.

Berbohong untuk Menghindari Percakapan yang Tidak Nyaman

Menghindari kejujuran demi kenyamanan sesaat sering dianggap sebagai sikap baik. Padahal, langkah itu justru menunjukkan tanda kebaikan yang tidak tulus. Kebaikan sejati hadir ketika kita berani jujur meski terasa menyakitkan.
Berbohong demi menghindari ketidaknyamanan adalah tanda kebaikan yang tidak tulus/Foto: Unsplash/Vitaly Gariev

Banyak orang memilih untuk berbohong atau menghindar hanya demi terlepas dari percakapan yang tidak nyaman. Padahal, kejujuran sejak awal adalah pilihan yang lebih bijak.

Layaknya mencabut plester, rasa sakit memang langsung terasa, tetapi hal ini akan cepat berlalu. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Dialogues in Clinical Neuroscience pada tahun 2015 tentang sensitivitas penolakan juga menunjukkan bahwa perilaku manusia memang banyak dipengaruhi oleh dorongan untuk menghindari penolakan.

Sering kali, dengan alasan ingin bersikap baik, orang justru memperpanjang penderitaan yang tidak perlu. Pada akhirnya, sikap itu bukanlah wujud kebaikan, melainkan bentuk kekejaman yang tersembunyi di balik niat baik dan merupakan ciri orang nggak tulus.

Memendam Perasaan Alih-Alih Menghadapinya

Memendam perasaan alih-alih menghadapinya adalah ciri orang nggak tulus/Foto: Unsplash/Khanh Nguyen

Banyak orang memilih memendam perasaan dibandingkan membicarakannya secara terbuka. Mereka beranggapan bahwa menahan diri adalah cara yang baik agar tidak menambah masalah atau beban pada lawan bicaranya.

Namun, kenyataannya, perasaan yang disembunyikan justru tidak pernah benar-benar hilang. Perasaan tersebut akan terus mengendap, menumpuk, dan pada akhirnya bisa meledak dalam bentuk kemarahan atau konflik yang lebih besar.

Masalahnya, lawan bicara yang tidak pernah diajak mendiskusikan perasaan itu akan mengira semuanya baik-baik saja. Sementara itu, orang yang memendam justru merasa makin tertekan, cemas, dan tidak pernah mendapatkan solusi nyata. Komunikasi yang tertahan seperti ini sering kali membuat hubungan terasa rapuh, penuh jarak, dan rawan salah paham.

Penelitian dalam European Journal of Social Psychology pada tahun 2012 menemukan bahwa kecemasan dan penghindaran sama-sama berdampak buruk terhadap kualitas hubungan. Penghindaran erat kaitannya dengan rendahnya kepuasan, rasa keterhubungan, dan dukungan emosional, sedangkan kecemasan memicu meningkatnya konflik dalam hubungan.

Mengatakan Apa yang Ingin Didengar Orang Lain

Mengatakan apa yang ingin didengar orang lain merupakan ciri orang nggak tulus/Foto: Unsplash/Ashwini Chaudhary(Monty)

Ada orang yang cenderung selalu mengatakan hal-hal yang ingin didengar orang lain. Mereka jarang menyuarakan kebutuhan atau keinginan pribadi, melainkan lebih sering mengikuti arus demi menjaga kenyamanan orang lain.

Mungkin sekilas perbuatan orang tersebut terlihat baik karena menghindari konflik dan tidak membuat orang lain merasa terbebani. Namun, sikap seperti ini sering menimbulkan kebalikannya, yakni timbulnya perasaan frustasi karena kebutuhan diri sendiri tidak pernah benar-benar dipertimbangkan.

Selain itu, ketika seseorang terus menahan diri untuk tidak menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya, orang di sekitarnya tidak akan pernah sungguh-sungguh mengenalnya. Akibatnya, muncul rasa kesal yang menumpuk, sedangkan orang lain tidak memahami penyebabnya. Lama-kelamaan, hal ini bisa melemahkan hubungan karena tidak ada keterbukaan dan komunikasi yang jujur tentang kebutuhan diri yang sebenarnya.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.