3 Tanda Keluarga Toksik yang Bisa Berdampak pada Kesehatan Mental Menurut Terapis

Pratitis Nur Kanariyati | Beautynesia
Jumat, 05 Sep 2025 20:30 WIB
3 Tanda Keluarga Toksik yang Bisa Berdampak pada Kesehatan Mental Menurut Terapis
Tanda anggota keluarga yang toksik/Foto: Freepik.com/freepik

Keluarga seharusnya bisa menjadi rumah. Rumah untuk berbagi cerita tanpa dihakimi, didengarkan dengan tulus, dan didukung segala impian baiknya. Namun apa jadinya, jika ternyata tidak demikian?

Anggota keluarga justru menunjukkan toksisitas dalam hubungan, seperti ketidaksetujuan, pengabaian emosional, atau tuntutan yang tidak realistis.

“Ini (toksisitas) dapat menyebabkan rendahnya harga diri, stres, dan depresi,” ungkap Brooke Keels, PhD, pada Women’s Health.

Dinamika toksik di masa dewasa –seperti orangtua yang terlalu protektif—dapat mengikis rasa percaya diri seiring waktu. Memiliki dinamika keluarga yang rumit selama masa kanak-kanak atau saat dewasa dapat sangat memengaruhi kesehatan mental dan harga diri seseorang.

Lantas, bagaimana mengidentifikasi bahwa kita sedang di lingkungan keluarga yang toksik? Berikut tanda-tanda anggota keluarga yang toksik menurut terapis:

1. Mereka Sering Mengkritik Tapi Tidak Membuatmu Tumbuh Lebih Baik

Ilustrasi ibu yang sedang mengutarakan kekecewaan terhadap anaknya/Foto: Freepik.com/freepik

Manusia di mana pun itu pasti pernah mendapatkan kritik. Namun, bagaimana kritikan tersebut disampaikan? Memberikan suatu kritikan bisa dibilang seperti pisau bermata dua. Jika tidak disampaikan dalam bahasa yang tepat, bisa berujung perselisihan.

Mendapat kritikan dari keluarga bukan hal yang aneh, tetapi jika terus-menerus selalu dikritik tanpa ada unsur yang membangun, ini yang berbahaya. Tanda keluarga toksik yang bisa ditandai dalam hal ini adalah anggota keluarga yang selalu memiliki kebiasaan mencela atau menyalahkan pilihan hidup, masa lalu, dan hal-hal yang berada di luar kendali Beauties.

“Penghinaan tanpa akhir ini akan dengan mudah membuat seseorang merasa tidak berguna dan aman, yang dapat menyebabkan rendah diri, kecemasan, dan bahkan berpotensi depresi,” ujar Keels.

Depresi telah dikaitkan dengan kritik orang tua. Penelitian 2021 yang dilansir Psych Central, menemukan fakta bahwa anak-anak yang menganggap orang tuanya sangat kritis, menghadapi tingkat depresi yang lebih tinggi dan dampaknya bersifat jangka panjang.

2. Mereka Tidak Mendukung Pilihanmu

Ilustrasi anak perempuan yang membutuhkan dukungan dari ayahnya/Foto: Freepik.com/freepik

Adanya dukungan dari keluarga untuk menjalani hidup adalah hal yang penting. Kita selalu berharap mereka ada di saat-saat penting dalam hidup. Tindakan keluarga yang menyayat hati, lukanya lebih dalam ketimbang pengkhianatan seorang teman.

Tanda keluarga toksik yang sering dialami kebanyakan orang adalah tidak mendapat dukungan atas pilihan yang mereka pilih. Terkadang, pilihan kita tidak selalu sejalan dengan nilai-nilai anggota keluarga.

Anggota keluarga yang toksik akan secara aktif menyuarakan ketidaksetujuannya dan mendorong Beauties untuk mempertanyakan pilihan yang diambil. Sementara kerabat yang suportif akan memahami situasi dari sudut pandang lain. Mereka mencoba memahami keputusan Beauties selagi pilihan yang dipilih baik.

Menurut terapis keluarga dan pernikahan, Dana McNeil, PsyD, tumbuh dalam lingkungan keluarga yang tidak mendukung dapat membatasi kemampuan diri dalam mengambil keputusan. Selain itu, membuat diri bergantung pada orang lain untuk memberi tahu apa yang harus dilakukan, melansir Women’s Health.

3. Mereka Membuatmu Terus-Menerus Merasa Bersalah

Ilustrasi anak yang terus-menerus disalahkan oleh orang tuanya/Foto: Freepik.com/freepik

Salah satu tanda toksisitas yang kentara dalam lingkungan keluarga adalah anggota keluarga yang mencoba untuk mengendalikan Beauties melalui perasaan rasa bersalah. Bagi Keels, rasa bersalah menjadi salah satu alat yang umum digunakan dalam emotional blackmail.

Dilansir Healthline, emotional blackmail adalah tindakan memanipulasi di mana seseorang memanfaatkan perasaan sebagai cara untuk mengendalikan perilaku atau membujuk orang lain melakukan sesuatu dengan cara mereka.

Bagaimana mengenali seseorang yang memanipulasi perasaan kita? Setiap orang pasti pernah merasa bersalah karena tidak menyetujui dan memenuhi permintaan anggota keluarga, bahkan ketika keputusan itu memprioritaskan keinginan mereka di atas kepentingan pribadi.

Jika rasa bersalah itu datang dari apa yang dikatakan atau dilakukan oleh orang lain, maka permintaan tersebut kemungkinan melibatkan emotional blackmail. Contoh kalimat yang sering digunakan, “Bagaimana kamu bisa begitu egois?”

“Jika kamu merasa terlalu peduli dengan perasaan orang lain –dengan mengorbankan perasaan sendiri—ini adalah tanda bahwa kamu sedang berada atau tumbuh dalam dinamika hubungan yang tidak sehat,” pungkas Keels.

Mempunyai anggota keluarga yang menerapkan emotional blackmail dapat secara signifikan membatasi kebebasan dan pertumbuhan diri.

Itulah tanda keluarga toksik yang bisa memengaruhi kesehatan mental seiring berjalannya waktu. Demi kesejahteraan mental, Beauties perlu menerapkan batasan apa yang bisa dan tidak bisa ditoleransi dengan jelas. Batasan yang jelas membantu mencegah kebingungan, kekecewaan, atau kemarahan dalam keluarga.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI

(ria/ria)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE