KALEIDOSKOP BEAUTYNESIA 2025

7 Bencana Alam di Indonesia yang Terjadi Sepanjang 2025

Gayuh Tri Pinjungwati | Beautynesia
Selasa, 25 Nov 2025 21:30 WIB
2. Banjir di Demak
Banjir di Demak/Foto: Pexels.com/ Jeffry S.S.

Indonesia dikenal sebagai negara yang indah dengan pantai, gunung, hingga hutan hujan tropis yang memesona. Tapi di balik keindahan itu, ada fakta lain yang tidak bisa kita abaikan. Negeri ini juga berada di salah satu wilayah paling aktif secara geologis dan meteorologis di dunia. Itu sebabnya bencana alam bisa terjadi kapan saja.

Melansir beberapa sumber, berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per tanggal 15 Oktober 2025, Indonesia mengalami 2.590 kejadian bencana alam sepanjang 2025. Bencana alam ini didominasi oleh bencana hidrometeorologi sebesar 99,03 persen dan bencana geologi 0,97 persen yang meliputi banjir, cuaca ekstrem, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), longsor, hingga kekeringan.

Dari data tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia masih rentan terhadap bencana alam, sehingga diperlukan antisipasi dan kewaspadaan terhadap bencana alam yang mungkin akan terjadi. Berikut adalah beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia sepanjang 2025.

1. Banjir dan Tanah Longsor di Pekalongan

Tanah Longsor di Pekalongan/Foto: BBC.com/Tim SAR Semarang

Bencana alam tanah longsor dan banjir, kerap terjadi di Indonesia saat musim penghujan. Seperti halnya yang terjadi di wilayah Pekalongan, Jawa Tengah, pada tanggal 21 Januari 2025. Melansir dari BBC Indonesia, hujan sangat deras mengguyur wilayah selatan Kabupaten Pekalongan, terutama di Kecamatan Petungkriyono pada malam hari, hingga sebagian tanah dan tebing-tebing pun longsor.

Tanah longsor pun menimpa sebuah kafe dan dua rumah, sementara banjir mendadak menyapu kelompok pemancing di tepian sungai. Total korban tewas dilaporkan mencapai 20 orang, dan 14 lainnya mengalami luka.

Akses jalan yang tertutup, membuat tim SAR kesulitan menjangkau lokasi, dan proses evakuasi berjalan dalam kondisi hujan yang masih berlangsung. Menurut keterangan resmi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menyebut, selain korban jiwa, tanah longsor juga menimbun beberapa rumah warga dan menyeret beberapa kendaraan yang sedang melintas di wilayah tersebut.

2. Banjir di Demak

Banjir di Demak/Foto: Pexels.com/ Jeffry S.S.

Bencana banjir bandang juga terjadi di Demak pada tanggal 8 Februari 2025. Menurut laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak, sebanyak 547 jiwa tercatat mengungsi di tiga desa, yakni Desa Prampelan (Kecamatan Sayung), Desa Loireng (Kecamatan Sayung) dan Desa Batu (Kecamatan Karangtengah) per 8 Februari 2025 pukul 19.00 WIB.

Dilansir dari detikJateng, luas wilayah terdampak pun cukup besar, yakni tercatat 21 desa di 3 kecamatan masih tergenang air.  Dampaknya juga besar, menurut data BPBD, lebih dari 56.785 jiwa terdampak, 15.126 KK, dan 4.508 rumah tergenang air.

Di Desa Prampelan, misalnya, ketinggian air dilaporkan mencapai sekitar 30 cm hingga 1 meter lebih di jalan dan rumah-rumah warga. Pengungsi tersebar di berbagai tempat, mulai dari balai desa, musala, pondok pesantren, rumah kosong hingga rumah warga yang aman.

3. Banjir Jabodetabek

Banjir Jabodetabek/Foto: Detikcom/Taufiq Syarifudin

Lagi-lagi, banjir melanda daerah Jabodetabek. Di awal Maret 2025, wilayah Jabodetabek, khususnya Jakarta, menghadapi banjir cukup besar. Banjir menggenangi beberapa wilayah di 77 RT terdata, dengan ketinggian air hingga 5 meter di beberapa titik.

Seperti yang dilansir dari detikcom, pada Selasa pagi, 4 Maret 2025, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat genangan banjir terjadi di 77 RT yang tersebar di Jakarta Barat sebanyak 10 RT, Jakarta Selatan sebanyak 42 RT, dan Jakarta Timur sebanyak 25 RT.

Hal yang mengejutkan, beberapa titik mencatat ketinggian air hingga 5 meter, khususnya di Kelurahan Gedong, Pasar Rebo (Jakarta Timur). Jalan-jalan raya di ibu kota bahkan tak luput, lima ruas jalan di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan menjadi terendam dan menyebabkan aktivitas sehari-hari terganggu.

Penyebab utama dari bencana ini adalah kombinasi hujan deras yang berlangsung sejak malam sebelumnya dan luapan sungai-sungai besar, Kali Ciliwung, Kali Pesanggrahan, dan Kali Krukut.

4. Gempa Bumi di Bengkulu

Rumah rusak akibat gempa bumi di Bengkulu.

Gempa bumi di Bengkulu/Foto: Dok. Istimewa/detikcom

Pada dini hari tanggal 23 Mei 2025 pukul 02.52 WIB, wilayah Bengkulu diguncang gempa yang cukup kuat, bermagnitudo sekitar 6,3. Gempa dimulai dengan dentuman atau suara keras yang dirasakan warga sebelum getaran besar datang. Getaran berlangsung sekitar 20 detik, cukup lama sehingga memunculkan rasa panik.

Dari laporan BPBD dan media, setidaknya 1 orang meninggal, yaitu seorang pria usia 53 tahun bernama Suheri Lensi dari Kecamatan Singaran Pati, Kota Bengkulu. Ratusan rumah dan bangunan mengalami rusak mulai ringan hingga berat. Terdapat lebih dari 100 bangunan rusak, termasuk rumah dan fasilitas umum.

Melansir dari Detik Sumut, menurut analisis dari BMKG, gempa ini termasuk jenis gempa menengah akibat aktivitas deformasi batuan dalam lempeng (intraslab) dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault). Titik pusat gempa berada di koordinat 4,18 LS dan 102,07 BT dengan kedalaman sekitar 84 km. Karena itu, potensi tsunami dianggap rendah, meskipun getarannya cukup kuat dirasakan hingga beberapa wilayah.

5. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sulawesi Selatan

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) di Sulawesi Selatan/Foto: Freepik.com/vecstock

Bulan Juli 2025 menjadi salah satu momen ketika bukan hujan deras yang menjadi perhatian utama di sebagian besar wilayah Indonesia, tetapi justru panas dan lahan kering yang kemudian terbakar, khususnya di Sulawesi Selatan. Berdasarkan laporan resmi, hingga awal Juli 2025, total luasan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sulawesi Selatan tercatat mencapai 474,91 hektare dari periode 1 Januari hingga 31 Mei. Dari jumlah itu, sebagian besar kebakaran berada di kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) yaitu sekitar 444,34 hektare, dan sisanya 30,57 hektare berada di kawasan hutan produksi.

Kabupaten yang paling banyak terdampak adalah Kabupaten Pinrang dengan luasan sekitar 311,01 hektare berada di APL. Kebakaran juga tercatat di Sidrap, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, dan Luwu walau dalam skala yang lebih kecil. Dari hasil identifikasi di lapangan, salah satu penyebab utama adalah kebiasaan membakar jerami atau sisa panen di lahan pertanian atau perkebunan saat musim kemarau atau setelah panen. Petani memilih membakar agar cepat bersih, tapi efeknya sangat besar, asap dan api yang menyebar ke lahan kering, serta risiko kabut asap yang bisa mengganggu kesehatan.

6. Tanah Longsor di Banjarnegara

Tanah Longsor di Banjarnegara/Foto: BBC.com/Badan Sar Nasional

Melansir dari BBC Indonesia, bencana tanah longsor kembali melanda Indonesia terutama di Banjarnegara. Peristiwa ini menambah daftar bencana longsor yang menelan banyak korban jiwa, setelah peristiwa serupa di Cilacap dan Nduga, Papua.

Badan SAR Nasional (Basarnas) melaporkan tanah longsor di Dusun Situkung, Banjarnegara, Jawa Tengah ini terjadi pada Minggu, 16 November 2025, sekitar pukul 14.30 WIB. Tanah bergerak setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut sekitar tiga jam.

Menurut laporan dari BPBD Jawa Tengah, hingga hari Jumat, 21 November 2025 jumlah korban meninggal dalam peristiwa longsor tersebut mencapai 10 orang, sementara 18 orang masih dalam pencarian. Kerusakan pun tak sedikit, sebanyak 48 rumah roboh atau hilang, dan 195 rumah terdampak. Selanjutnya, ada 934 jiwa dari 335 keluarga yang harus mengungsi.

Longsor ini muncul di wilayah yang secara topografi cukup rentan, lereng, tanah jenuh air, dan kondisi cuaca yang memungkinkan. Selain itu, laporan menyebut bahwa mata air, genangan, dan potensi hujan tinggi membuat area tersebut rawan.

7. Erupsi Gunung Semeru

Erupsi Gunung Semeru/Foto: Detikcom/Nur Hadi Wicaksono

Melansir dari detikcom, gunung Semeru di Jawa Timur bergejolak hebat pada Rabu, 19 November 2025. Aktivitas vulkaniknya meningkat dari Siaga level III menjadi Awas level IV, hanya dalam kurun waktu beberapa jam, tingkat tertinggi dalam status gunung api di Indonesia.

Erupsi terjadi ketika Gunung Semeru meletus dengan kolom abu setinggi sekitar 2.000 meter di atas puncak dan awan panas guguran (APG) yang meluncur sejauh hingga 13 kilometer ke arah Besuk Kobokan dan lembah sekitarnya. Akibat kepanikan dan potensi bahaya, status gunung dinaikkan menjadi Level IV (Awas) oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan pada Rabu malam, terdapat tiga desa di dua kecamatan yang terdampak, yaitu desa Supit Urang dan Desa Oro-Oro Ombo di Kecamatan Pronojiwo dan Desa Penanggal di Kecamatan Candipuro.

Ada sebanyak 187 orang berada di Danau Ranu Kumbolo saat erupsi Gunung Semeru terjadi. Mereka mencakup 129 pendaki, petugas TNBPTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru), porter, dan Pendamping Pendakian Gunung Semeru Terdaftar (PPGST). Petugas TNBPTS dan pendamping pendaki yang berada di tengah situasi ini menghadapi detik-detik menegangkan ketika harus memutuskan turun hari itu juga, atau menunggu.

Hampir 1.000 orang mengungsi menyusul erupsi Gunung Semeru. Berdasarkan laporan Basarnas lebih dari 950 orang dari Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro menempati sejumlah titik pengungsian. Di Kecamatan Pronojiwo, warga yang menempati tempat sementara di SD 04 Supiturang, Balai Desa Oro-oro Ombo, Masjid Ar-Rahmah, dan SD Sumberurip. Di Kecamatan Candipuro, pengungsi juga tersebar di Rumah kepala desa sumbermujur dan kantor kecamatan.

Tidak ada laporan korban meninggal, tapi menurut laporan Badan SAR Nasional setidaknya tiga orang mengalami luka akibat awan panas. Dua korban awan panas adalah sepasang suami istri asal Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Mereka terjatuh di jembatan Gladak Perak dan dirujuk ke Rumah Sakit Pasirian, Kabupaten Lumajang.

Dengan banyaknya bencana alam di Indonesia, tentu kita perlu untuk waspada terhadap bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Tentunya kita juga berupaya untuk tetap menjaga lingkungan agar tidak merusaknya lebih parah, misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya hingga tidak menebang pohon di hutan yang dapat mengakibatkan tanah longsor dan banjir bandang.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE