Actor Observer Effect, Kondisi Saat Kamu Cenderung Menilai Orang Lain dari Opini Personal
Saat kamu berhasil dipromosikan jadi seorang manager dan punya pasangan yang perhatian sama kamu, mungkin kamu menilai diri bahwa kamu layak mendapatkannya. Penilai tersebut dikuatkan dengan fakta bahwa kamu sudah bekerja keras atau punya kecerdasan yang tinggi.
Beda halnya ketika kamu melihat temanmu berhasil. Mungkin kamu akan berkomentar, "Ah! Itu karena privilege dari orangtuanya saja. Dia berhasil kerja di perusahaan bersar karena dibantu oleh teman-temannya".
Dalam psikologi, penilaian subjektif tentang orang lain yang didasari oleh opini pribadi, tapi cenderung penuh pertimbangan saat menilai diri sendiri dikenal dengan istilah actor observer effect. Dirangkum dari penelitian Psikolog Sosial, Jones dan Nisbett yang dimuat dalam verywellmind, berikut beberapa tanda dari actor observer effect.
1. Menyalahkan Situasi Eksternal saat Keinginanmu Tidak Tercapai
![]() Menyalahkan Kondisi Saat Gagal. Foto freepik.com: cookiestudio |
Kamu ingin punya body goals yang ideal seperti artis favoritmu. Namun, setiap kali kamu ada jadwal ke tempat gym atau olahraga, kamu selalu menundanya dengan berbagai alasan. Saat kamu nggak mencapai berat badan ideal dan body goals yang kamu harapkan, kamu menyalahkan personal trainer kamu yang kurang asik saat mengarahkan kamu. Bahkan, kamu juga menyalahkan beberapa fasilitas olahraga dan fitnes yang nggak lengkap.
Di sisi lain, kamu nggak terbuka pada penilaian personal kamu, seperti menunda-nunda untuk olahraga, lebih memilih untuk rebahan dan malas setiap sudah waktunya pergi ke tempat gym. Ketika kamu mengalami kegagalan, kamu cenderung lebih mudah menyalahkan kondisi atau situasi eksternal daripada mengevaluasi dirimu sendiri.
2. Ketika Berhasil, Cenderung Memuji Diri Sendiri
![]() Memuji Diri Sendiri saat Berhasil. Foto freepik.com: benzoix |
Mengapresiasi diri pastinya boleh, Beauties. Hanya saja perlu dilakukan secara seimbang. Saat kamu berhasil PDKT dengan orang yang kamu taksir, dengan mudahnya kamu akan bilang kalau itu semua berjalan lancar karena kamu menarik, cantik, cerdas, jadi crush kamu mau mendekatimu.
Hal itu bisa saja benar dan jadi salah satu faktor yang membuatmu berhasil dekat dengan orang yang kamu taksir. Namun, tentu nggak lepas dari bantuan sahabatmu juga dalam proses PDKT nya. Minimal temanmu ikut mendukung dan menyemangati kamu biar supaya sukses jadian dengan orang yang kamu suka. Kecenderungan memuji faktor internal diri sendiri terjadi saat kamu meraih sebuah keberhasilan, Beauties.
Menyalahkan Orang Lain Ketika Mereka Gagal. Foto freepik.com: timeimage
Foto: Patricia Astrid Nadia
3. Menyalahkan Orang Lain Ketika Mereka Gagal
![]() Menyalahkan Orang Lain atas Kesalahannya. Foto freepik.com: primagefactory |
Siapa sih yang nggak pernah gagal dalam hidup? Ketika kamu punya teman satu kelas yang remedial untuk ujian di mata kuliah tertentu, kamu menduga kalau temanmu remedial karena nggak belajar, sering bolos kelas, dan terlalu sering bermain game online. Penilaian ini membuktikan kalau kamu cenderung melihat faktor internal dari seseorang saat mengetahui kegagalan dari orang lain.
Akan tetapi, saat kamu yang berada di posisi orang tersebut dan orangtuamu memarahi kamu karena nilai ujian yang jelek, mungkin kamu akan melakukan pembelaan diri, seperti, "aku sebenarnya sudah belajar, tapi soalnya saja yang susah sehingga remedial."Â
Namun, penilaian seperti ini berlaku ketika kamu menilai teman-teman yang nggak terlalu dekat denganmu. Saat kamu melihat kegagalan dari sahabat, pacar, atau keluargamu sendiri, kamu mampu melihat faktor situasi. Misalnya ada kondisi yang sulit, lingkungan yang nggak mendukung sebagai akibat dari kegagalan mereka.
4. Melihat secara Subjektif Saat Orang Lain Berhasil
![]() Melihat Keberhasilan Orang Lain secara Subjektif. Foto freepik.com: freepik |
Mungkin kamu punya teman yang sukses sebagai influencer terkenal, tapi kamu nggak akrab dengannya. Melihat ketenaran temanmu, kamu justru hanya melihat situasi eksternal sebagai faktor keberhasilan dari temanmu.
"Dia bisa sukses jadi influencer karena didukung keluarganya. Keluarganya banyak yang jadi artis juga." Kamu menyangkal beberapa hal lain, seperti kegigihan temanmu, ketekunannya dalam mengelola media sosial dan memperluas jaringan hingga akhirnya jadi influencer terkenal. Kamu mengabaikan beberapa proses lain, seperti cara temanmu menghadapi hujatan dari haters hingga berhasil jadi influencer yang menginspirasi.
Oke, Beauties berikut tadi beberapa tanda actor observer bias dari penelitian Jones dan Nisbett. Cermati tanda-tandanya, supaya kamu tahu cara mengatasinya, terutama saat berkomunikasi dengan orang lain.Â
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!



