Boneka Labubu Jadi Tren Viral, Benarkah Picu Overconsumption?
Bagi kamu yang selalu scrolling di media sosial, mungkin kamu sering melihat atau menyaksikan berbagai konten yang membahas soal Labubu. Bahkan, beberapa waktu lalu tersebar video tentang kerusuhan orang-orang yang telah antre berjam-jam di Pop Mart untuk membeli Labubu. Tidak hanya itu, sekarang di X juga sudah muncul berbagai meme Labubu yang turut menaikkan kepopuleran Labubu.Â
Lalu, apa itu Labubu dan benarkah obsesi masyarakat terhadap Labubu menjerumuskan kita dalam overconsumption atau konsumsi dan belanja secara berlebihan? Simak penjelasan berikut ini.
Labubu Viral di Berbagai Negara
Labubu Viral di Berbagai Negara/ Foto: Instagram.com/lalalisa_m
Sebelum terjadi di Indonesia, tren Labubu ternyata sudah menyebar ke berbagai negara tetangga Indonesia, seperti Thailand dan Singapura. Seperti yang dilansir dari Bangkok Post, setelah Lisa Blackpink memposting di Instagram potret dirinya yang sedang memegang Labubu Macaron, produk tersebut jadi sangat populer.
Kepopuleran ini membuat penjualan Labubu jadi meroket dan dengan cepat ludes terjual di Thailand. Bahkan, dengan kepopulerannya yang luar biasa, Pop Mart sampai memutuskan untuk meluncurkan Pop Mart Concept Store di Mega Bangna serta menampilkan Labubu sebagai tema utama untuk pertama kalinya di luar China.Â
Selain itu, Labubu juga tren di Singapura, apalagi Pop Mart juga memiliki beberapa cabang ritel di Singapura yang memudahkan masyarakat untuk membelinya secara langsung. Tidak hanya penjualan boneka Labubu saja yang laris, di Singapura bahkan diselenggarakan pertunjukan Toy Collectible seperti Pop Toy Show yang menampilkan boneka Labubu edisi populer dan terbatas, seperti pendant atau liontin Labubu Merlion eksklusif Singapura.Â
Ketika Koleksi Mainan Dianggap Tidak Hanya Menyenangkan tapi Sebagai Terapi
Ketika Koleksi Mainan Dianggap Tidak Hanya Menyenangkan tapi Sebagai Terapi/ Foto: instagram.com/popmartid
Fenomena orang-orang apalagi orang dewasa yang mengumpulkan boneka Labubu ini tentu menjadi hal yang mengherankan bagi sebagian orang. Namun ternyata, hal ini sering terjadi di masyarakat luas bahkan hanya bisa disaingi oleh pecinta perangko dan miniatur.
Seperti yang dilansir dari Psychology Today, studi yang dilakukan pada 2020 Angelie Ignacio dan Gerald Cupchik dari Departemen Psikologi di Universitas Toronto di Scarborough mempelajari faktor psikologis di balik fenomena luas orang dewasa yang mengumpulkan boneka. Dari studi dan data yang mereka kumpulkan, mereka menemukan bahwa individu yang secure atau dilimpahi perasaan aman akan menggunakan permainan boneka dan menciptakan dunia fiksi sebagai sarana untuk menjadi kreatif.Â
Selain itu, bagi orang yang sedang insecure, mereka memanfaatkan fenomena mengumpulkan boneka ini untuk menyelesaikan ketegangan yang ia alami dan menggunakannya sebagai sarana terapi secara mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa ada masalah yang tampaknya belum terselesaikan dalam hidup mereka.
Mengoleksi Barang Dapat Merangsang Kenikmatan
Mengoleksi Barang Dapat Merangsang Kenikmatan/ Foto: instagram.com/laura_llopis
Seperti yang dilansir dari Psychology Today, Freud dan Muensterberger menyebutkan bahwa kebiasaan mengoleksi barang koleksi dapat merangsang pusat kenikmatan di otak. Selain itu, menggunakan boneka untuk terapi diri juga cenderung mampu memberikan efek kepuasan karena kemampuan mengenali diri sendiri adalah hal yang positif bagi otak.
Tidak hanya itu, ada manfaat terapeutik dari bermain boneka untuk orang dewasa. Terdapat hubungan antara kolektor dan boneka yang didasarkan pada apa yang diwakili boneka bagi kolektor. Contohnya, jika kamu tertarik dengan fashion, boneka-boneka yang kamu koleksi dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya busana melalui permainan. Boneka tersebut bisa dijadikan untuk representasi citra kolektornya yang seorang wanita percaya diri dan selalu modis.
Tren Labubu Disebut Memicu Overconsumption atau Konsumsi Secara Berlebihan
Tren Labubu Disebut Memicu Overconsumption atau Konsumsi Secara Berlebihan/ Foto: instagram.com/popmartid
Bagi kamu yang sering melihat media sosial, tentu menyadari bahwa tren sering muncul dan berganti seiring berjalannya waktu. Hal ini juga terjadi pada boneka Labubu. Konsumsi berlebihan atau overconsumption pada mainan koleksi seperti Labubu dapat menjadi fenomena yang semakin berkembang karena dipengaruhi berbagai faktor, seperti keinginan, kelangkaan, dan pengaruh sosial.
Salah satu pemicu utamanya adalah ketika suatu brand mengeluarkan produk edisi terbatas. Hal itu dilakukan untuk menciptakan kesan langka dan eksklusif yang dapat meningkatkan permintaan bagi kolektor dan membuat masyarakat lainnya ikut terpengaruh.
Strategi pemasaran tersebut memanfaatkan keinginan manusia untuk memiliki sesuatu yang unik dan sering kali menimbulkan peningkatan penjualan saat suatu barang baru saja dirilis, apalagi jika terkait dengan merek atau artis populer yang dalam hal Labubu ikut dipopulerkan oleh Lisa Blackpink.
Selain itu, kolektor atau pembeli Labubu mungkin juga akan mendapatkan sensasi kegembiraan bisa berhasil mendapatkan boneka tersebut sebelum habis. Seperti yang dilansir dari Collectors Row dan Demeng Toy, hal inilah yang nantinya akan menimbulkan siklus ketika kolektor tidak hanya mencari mainan yang mereka sukai, tapi juga sensasi dari proses pembeliannya yang harus bersaing dengan pembeli lainnya.
Media Sosial Ikut Berperan dalam Meningkatnya Keinginan Memiliki Labubu
Media Sosial Ikut Berperan dalam Meningkatnya Keinginan Memiliki Labubu/ Foto: https://www.instagram.com/kimlimhl
Adanya media sosial turut memperkuat dinamika ini. Platform media sosial seperti Instagram, YouTube, atau TikTok memungkinkan pembeli atau kolektor untuk memamerkan koleksi Labubu mereka, atau membagikan proses unboxing kemasan blind box Labubu yang terkesan menimbulkan rasa bahagia apalagi saat mendapatkan varian incaran.
Paparan Labubu di berbagai media sosial ini juga dapat mendorong orang lain untuk membeli lebih banyak bahkan terkadang secara berlebihan, demi dapat mengikuti tren atau mendapatkan pengakuan sosial.
Selain efek bahagia yang dicari pembeli sekaligus peran media sosial dalam meningkatkan tren Labubu, banyak juga yang memandang koleksi mainan ini dapat berpotensi investasi. Tidak sedikit kolektor mainan melihat action figure atau boneka tidak hanya sebagai koleksi, tapi juga sebagai aset yang harga atau nilainya meningkat di masa depan.
Pendekatan spekulatif inilah yang dapat menimbulkan pembelian secara berlebihan, yang membuat orang-orang membeli Labubu tidak hanya untuk kesenangan pribadi, tapi juga dengan harapan menjualnya kembali untuk meraih keuntungan yang lebih tinggi.
Gabungan dari faktor-faktor inilah yang membuat Labubu dinilai menimbulkan konsumsi berlebihan atau overconsumption, ketika kegiatan yang membahagiakan seperti membeli mainan atau aksesori tidak hanya sekadar hobi tapi menimbulkan siklus konsumerisme yang didorong oleh tekanan pasar, validasi sosial, dan spekulasi keuangan.
Itu tadi Beauties, penjelasan soal tren Labubu yang dinilai menimbulkan overconsumption atau konsumsi secara berlebihan. Bagi kamu yang ingin memilikinya, tampaknya sah-sah saja jika kamu ikut membeli Labubu saat ini. Meski begitu, pastikan pembelian yang kamu lakukan dilakukan secara mindful, bijak, dan tidak berlebihan, apalagi ketika kamu masih punya berbagai tagihan yang harus segera dibayar.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!