RA Kartini selama ini dikenal masyarakat sebagai sosok pelopor emansipasi di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa dia memang sangat gigih memberdayakan para perempuan melalui sekolah yang didirikannya.
Sayangnya, tidak banyak yang tahu bahwa hal yang diperjuangkan Raden Adjeng Kartini bukan hanya soal meningkatkan kedudukan kaum perempuan. Ada banyak usaha yang telah dilakukan semasa hidup, sehingga dia ditetapkan sebagai salah satu Pahlawan Nasional. Berikut ulasannya menurut berbagai sumber.
1. Kesetaraan Gender
RA Kartini (Paling Tengah) Bersama Orangtua dan Saudara-Saudaranya/Foto: Sekolah Kartini/Foto: wikipedia.org |
Sebagaimana terungkap dalam surat-suratnya, yang salah satunya dirangkum dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran”, Kartini mengungkap keresahannya pada banyaknya keterbatasan yang mengekang perempuan Indonesia. Dalam surat yang ditulis pada Estelle “Stella” Zeehandelar, Kartini mengungkapkan keinginan untuk menjadi seperti perempuan muda Eropa yang memiliki kesempatan besar dalam berbagai hal.
Dia juga mengungkapkan keprihatinan pada kungkungan adat Jawa, tempatnya tinggal, yang membatasi akses pendidikan untuk perempuan. Selain itu perempuan juga diharuskan tunduk pada sistem patriarki, mematuhi aturan pingitan, wajib menerima perjodohan, serta dituntut rela hidup dipoligami.
Kartini sendiri merasa beruntung punya kesempatan bersekolah, walau hanya sampai usia 12 tahun. Dia bercita-cita untuk membuka jalan agar perempuan Jawa bisa memiliki kesempatan yang sama dengan dirinya. Melalui surat-suratnya tersebut, dia berharap mendapat pertolongan dari luar.
2. Pendidikan
Kartini Sebagai Salah Satu Tokoh Pendidikan Indonesia/Foto: Istimewa |
Berkat darah bangsawan yang diwarisi ayahnya yang seorang Bupati Rembang, Kartini mendapat privilege untuk mengenyam pendidikan di ELS (Europe Lagere School) hingga akhirnya dipingit pada usia 12 tahun. Dilansir dari detikEdu, di sana dia mempelajari berbagai macam hal, termasuk Bahasa Belanda. Bahkan, dia dikenal sebagai sosok yang memiliki kemampuan bahasa luar biasa di antara anak lainnya.
Kemampuan itulah yang kemudian menjadi modalnya untuk menulis surat pada para sahabat di luar negeri, dan berusaha mencari cara memberdayakan perempuan di sekitarnya. Dia bahkan berencana melanjutkan sekolah ke Belanda, namun ditentang oleh ayahnya. Meski demikian, akhirnya sang ayah mengizinkannya untuk menjadi guru di Betawi. Sayangnya, keinginan itu lagi-lagi pupus karena Kartini dijodohkan dengan seorang bangsawan.
Walaupun dikenal sebagai sosok yang menentang patriarki dan poligami, pada akhirnya Kartini menerima perjodohannya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat. Untungnya, sang suami ternyata sangat memahami Kartini, dan mendukung cita-citanya untuk menjadi guru.
Pada akhirnya, dia berhasil mendirikan lembaga pendidikan "Sekolah Kartini" oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912. Sekolah perempuan itu kemudian juga didirikan di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lain. Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga tokoh politik Etis bernama Van Deventer.