Curhat di Medsos Dugaan Pelanggaran di Tempat Kerja Berujung Dijerat UU ITE, di Mana Keadilan yang Dijanjikan?

Tim Redaksi Beautynesia | Beautynesia
Jumat, 20 Sep 2024 12:00 WIB
Curhat di Medsos Dugaan Pelanggaran di Tempat Kerja Berujung Dijerat UU ITE, di Mana Keadilan yang Dijanjikan?/Foto: unsplash.com/AndreyPopov

"Semua bisa kena" adalah kalimat yang sering muncul ketika membahas soal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Ya, beberapa 'pasal karet' yang termuat di UU ITE bisa menjerat siapa pun, mulai dari pekerja, konsumen, jurnalis, aktivis, akademisi, hingga ibu rumah tangga. Siapa pun bisa terjerat UU ITE tanpa pandang bulu.

UU ITE adalah peraturan hukum yang mengatur aspek-informasi dan transaksi yang dilakukan secara elektronik. UU ITE pertama kali disahkan melalui UU No. 11 Tahun 2008.

UU ITE ini bertujuan untuk mengatur perlindungan berbagai kegiatan yang menggunakan internet, baik itu untuk mendapatkan informasi maupun melakukan transaksi. Namun, pada implementasinya, UU ITE justru berpotensi membatasi kebebasan berpendapat masyarakat akibat potensi ancaman dari pasal karet yang termuat di dalamnya.

Menurut laporan dari organisasi masyarakat sipil Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), 393 orang dikriminalisasi dengan pasal-pasal UU ITE sepanjang 2013 sampai 2021. Tak hanya itu, situs registrasi Mahkamah Agung juga menunjukkan sepanjang 2011 sampai 2018 terdapat 508 perkara di pengadilan yang menggunakan UU ITE.

Mayoritas perkara berkaitan dengan pasal 27 ayat (3) mengenai pencemaran nama baik dan 28 ayat (2) mengenai ujaran kebencian. Pasal yang dinilai tafsirannya sangat subjektif, atau sering disebut pasal karet, berpotensi mengekang kebebasan berekspresi masyarakat.

Bahkan, UU ITE bisa menjerat seseorang yang berusaha mengungkapkan kebenaran dan memperjuangkan haknya, misalnya seperti pekerja. Ada banyak kasus pekerja yang terjerat UU ITE saat mereka berusaha untuk menyuarakan kebenaran atau memperjuangkan haknya.

Seperti kasus yang baru-baru ini viral, seorang buruh perempuan bernama Septia Dwi Pertiwi ditetapkan sebagai tersangka usai curhat di medsos terkait dugaan pelanggaran kerja yang dialaminya di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang konsultan bisnis.

Septia dilaporkan ke pihak kepolisian oleh pemilik perusahaan dengan tuduhan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat ( 3) dan atau Pasal 36 UU ITE. Dan Pasal 51 Ayat (2), Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP.

(naq/naq)