Dalam 4 Situasi Ini Lebih Baik Diam daripada Hal Buruk Terjadi, Apa Saja Ya?
Sering kali orang bertindak gegabah. Imbasnya, hal buruk menimpanya. Parahnya lagi, tidak hanya berdampak ke dirinya sendiri tetapi juga hubungan dengan orang lain.
Bertindak impulsif memang kerap dialami setiap orang. Namun, hal semacam itu perlu dikendalikan terutama dalam situasi berikut ini. Terdapat 4 situasi yang harus Beauties pahami, kapan saatnya harus diam dan berbicara. Jangan sampai salah langkah!
1. Memuncaknya Amarah
Saat marah yang meluap-luap/foto: pexels.com/andrea piacquadio
Pernah meluapkan amarah dengan sembarang orang, padahal dia tidak tahu apa-apa? Dalam situasi ini, emosi sudah mengendalikan Beauties, bukan Beauties yang mengendalikan emosi. Kalau sudah begitu, siapa pun yang berada di sekelilingmu akan terkena imbasnya.
Psikolog bernama Charles Spielberger yang dilansir dari American Psychological Association menuturkan, marah adalah keadaan emosional yang intensitasnya bervariasi dari marah yang ringan hingga hebat. Seperti emosi lainnya, marah juga disertai dengan perubahan fisiologis dan biologis.
Memilih diam saat emosi meledak adalah pilihan yang paling tepat. Bertindak saat marah hanya akan memperkeruh suasana dan menciptakan penyesalan di kemudian hari. Otak tidak bisa berpikir jernih ketika marah.
2. Saat Tidak Yakin dengan Informasi
Saat tidak yakin dengan informasi yang ada/foto: pexels.com/fauxels
Pernah dalam situasi ingin menyampaikan informasi tapi tidak yakin dengan kebenarannya? Ketika tidak yakin dengan sesuatu di dalam diskusi, lebih bermanfaat untuk tetap diam. Times of India menyebut, lebih baik diam daripada berbicara dengan ketidakpastian, informasi yang salah, setengah kebenaran, atau informasi yang tidak lengkap.
Menghindari berbicara ketika merasa tidak yakin akan membuat Beauties terhindar dari risiko menyebarkan informasi yang salah atau menyebabkan kesalahpahaman. Mendengarkan secara aktif justru memungkinkan pemahaman yang lebih mendalam tentang topik yang sedang dibahas.
Intinya, tetap diam dalam ketidakpastian akan menumbuhkan lingkungan konstruktif di mana akurasi, rasa hormat, dan pembelajaran kolaboratif dapat berkembang.
3. Saat Menerima Sebuah Kritikan
Saat menerima kritikan/foto: pexels.com/liza summer
Tidak semua orang bisa menerima kritikan dengan terbuka dan ikhlas. Terkadang sebagian dari mereka akan bersikap defensif. Melansir Psych Central, seseorang menjadi defensif karena alasan untuk mengalihkan kesalahan kepada orang lain, menolak tanggung jawab, melepaskan diri dari situasi yang mendesaknya, dan salah mengartikan apa yang terjadi.
Bereaksi secara defensif hanya akan membuang-buang waktu dan energi, serta meningkatkan perasaan jengkel. Ketika sudah mencapai puncak frustrasi, kalimat yang dilontarkan bisa saja melukai lawan bicara.
Berbeda pendapat dan saling melempar kritik adalah hal yang wajar asalkan masih dalam koridor yang benar. Namun, disarankan untuk tetap diam dan mendengarkannya dengan tulus ketika itu terjadi. Meskipun pada akhirnya pemikiran dan sudut pandangnya berbeda dengan kita.
4. Ketika Orang Lain Membutuhkan Ruang
Ketika orang lain membutuhkan ruang/foto: pexels.com/liza summer
Ada kalanya orang membutuhkan waktu sendiri untuk mengolah pikiran dan emosinya, terutama saat mengalami perasaan seperti dendam, marah, sedih, atau cemas. Pada saat-saat seperti itu, kita lebih baik memberikan ruang dan ketenangan alih-alih memaksanya untuk terlibat percakapan terus-menerus.
Menghargai privasi memungkinkan orang untuk berpikir dan mendapatkan kembali keseimbangan emosional. Pendekatan ini mendukung kesejahteraan emosional dan mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang emosi mereka sendiri.
Itulah 4 situasi dasar yang perlu dipahami oleh setiap orang ketika ingin bertindak sesuatu. Sekarang sudah paham kan, kapan harus berbicara dan kapan harus diam.
***
Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!Â