Fenomena "Job Hugging", Mengapa Banyak Pekerja Memilih Bertahan di Tempat Kerja Mereka?

Kyla Putri Nathania | Beautynesia
Senin, 22 Sep 2025 10:00 WIB
Fenomena
Job Hugging menggambarkan tren pekerja yang enggan pindah kerja di tengah ketidakpastian ekonomi dan pasar kerja yang melambat. Meskipun mungkin ada keinginan untuk mencoba hal baru./ Foto: freepik.com/jcomp

Beberapa tahun lalu, dunia kerja dihebohkan dengan fenomena “The Great Resignation” di mana banyak karyawan memutuskan untuk resign secara massal demi mencari peluang baru. Namun kini, tren itu berubah drastis menjadi “The Great Stay”.

Melansir Forbes, para ahli bahkan menyebut fenomena terbaru ini dengan istilah “Job Hugging” yakni kebiasaan para pekerja untuk bertahan di pekerjaan mereka “sekuat tenaga” meskipun mungkin ada keinginan untuk mencoba hal baru.

Fenomena ini pertama kali diungkap oleh konsultan di Korn Ferry, sebuah perusahaan konsultan organisasi ternama. Mereka menggambarkan “job hugging” sebagai upaya para pekerja untuk tetap mempertahankan pekerjaan yang sudah ada di tengah ketidakpastian ekonomi global dan pasar tenaga kerja yang mulai melambat.

Ketidakpastian Pasar Kerja Memicu Job Hugging

Ketidakpastian ekonomi, PHK massal, dan peluang kerja yang menurun. Hal-hal tersebut mendorong pekerja memilih bertahan di pekerjaan mereka saat ini./ Foto: freepik.com/partystock

Ketidakpastian ekonomi, PHK massal, dan peluang kerja yang menurun. Hal-hal tersebut mendorong pekerja memilih bertahan di pekerjaan mereka saat ini./ Foto: freepik.com/partystock

Kondisi pasar kerja global saat ini memang penuh ketidakpastian. Laporan terbaru dari Challenger, Gray & Christmas, sebuah perusahaan global di bidang outplacement dan pelatihan karier, mengungkapkan bahwa hingga akhir Juli 2025, perusahaan-perusahaan di AS telah mengumumkan lebih dari 800.000 PHK. Jumlah ini merupakan yang tertinggi sejak masa pandemi global pada 2020.

Tak hanya itu, data dari Bureau of Labor Statistics (BLS) mencatat pertumbuhan lapangan kerja di AS melambat drastis. Pada Juli 2025, hanya 73.000 pekerjaan baru yang tercipta, turun jauh dari rata-rata 111.000 per bulan di awal tahun ini.

Selain itu, kenaikan suku bunga membuat biaya pinjaman bagi perusahaan semakin tinggi. Akibatnya, ekspansi bisnis melambat, dan begitu pula dengan proses perekrutan karyawan baru. Tingkat perekrutan dalam setahun terakhir bahkan turun ke level terendah dalam satu dekade (kecuali masa awal pandemi), sementara pertumbuhan lapangan kerja juga melambat signifikan.

Data terbaru menunjukkan bahwa rasio lowongan kerja terhadap jumlah pengangguran turun dari 2:1 pada Maret 2022 menjadi 1:1 pada Juni 2025. Artinya, peluang untuk mendapatkan pekerjaan baru semakin ketat.

Tantangan untuk Perekrut dan Peluang bagi Perusahaan

Ketidakpastian Pasar Kerja Memicu Job Hugging/ Foto: freepik.com/DC Studio

Fenomena job hugging menyulitkan perekrut. Namun bisa menjadi peluang untuk memperkuat retensi dan pengembangan karyawan di perusahaan./ Foto: freepik.com/DC Studio

Fenomena job hugging ini membawa dampak besar bagi rekrutmen karyawan. Menurut laporan Korn Ferry yang dikutip dari Fast Company, kecenderungan pekerja untuk bertahan membuat proses perekrutan menjadi semakin sulit.

Namun, di sisi lain, tren ini juga bisa menjadi peluang emas bagi perusahaan untuk berinvestasi pada talenta terbaik mereka. Dengan situasi pasar kerja yang tidak pasti, perusahaan dapat memanfaatkan momen ini untuk meningkatkan retensi karyawan, memperkuat budaya perusahaan, dan memberikan pelatihan yang relevan agar karyawan, terutama generasi muda, merasa lebih betah dan berkembang di tempat kerja mereka.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE