Kasus dugaan pelecehan yang dialami karyawati Cikarang beberapa waktu lalu menarik perhatian publik. Korban berinisial AD terpaksa kehilangan pekerjaan pasca menolak ajakan staycation dari atasan. Menariknya, staycation disebut pelaku sebagai salah satu syarat perpanjangan kontrak. Tak mau tinggal diam, korban melapor ke polisi.
Kasus ini seolah menunjukkan bahwa pemahaman tentang kesetaraan gender di lingkungan kerja masih belum optimal. Di luar sana mungkin masih banyak orang selain AD yang mengalami diskriminasi gender hingga tindakan asusila di dunia kerja.
Padahal, pemerintah Indonesia telah mengatur perlindungan dan hak-hak pekerja perempuan secara rinci dalam beberapa undang-undang. Sayangnya aturan tersebut kerap disalahgunakan karena minimnya pemahaman publik. Sebenarnya apa saja, sih, hak-hak pekerja perempuan di Indonesia? Berikut ulasannya, sebagaimana dilansir dari berbagai sumber.
1. Cuti Menstruasi
Hak-Hak Pekerja Perempuan di Indonesia/Foto: Unsplash.com/Sasun Bughdaryan |
Dalam UU No. 13/2003 pasal 81 atau (1), pekerja perempuan berhak mendapatkan istirahat/cuti pada hari pertama dan kedua jika merasakan sakit. Sedangkan dalam UU No. 13/2003 pasal 84 dan pasal 93 ayat (2) huruf b dijelaskan bahwa pekerja yang menjalani cuti haid berhak mendapatkan upah penuh.
Selain itu, dalam UU No. 13/ 2003 pasal 186 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020, pengusaha yang tidak membayar upah saat karyawan saat cuti haid akan dikenakan hukuman penjara paling lama 4 tahun dan denda maksimal Rp400 juta.
2. Cuti Hamil dan Melahirkan
Hak-Hak Pekerja Perempuan di Indonesia/Foto: Unsplash.com/Anastasiia Chepinska |
UU No. 13/2003 pasal 82 ayat (1) menjelaskan bahwa pekerja perempuan berhak cuti selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Dengan demikian, total waktu istirahat yang ditetapkan adalah 3 bulan.
UU No. 13/2003 pasal 84 dan pasal 93 ayat (2) huruf c menjelaskan bahwa selama waktu cuti tersebut, pekerja perempuan berhak mendapat upah penuh. Sedangkan beberapa pasal lain, seperti UU No. 13/ 2003 pasal 185 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020, serta UU No. 13/ 2003 pasal 186 ayat (1) dan (2) jo. UU No. 11 tahun 2020 menjelaskan bahwa pengusaha yang melakukan pelanggaran akan dikenai hukuman maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp400 juta.
3. Perlindungan Selama Bekerja
Hak-Hak Pekerja Perempuan di Indonesia/Foto: Unsplash.com/Christina @ wocintechchat.com |
Pasal 49 ayat (2) Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengungkapkan bahwa perempuan berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi perempuan. Selain itu, perusahaan juga wajib mendaftarkan pekerja sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan, yang di dalamnya juga mencakup santunan kecelakaan kerja, kematian, dan dana pensiun.
Beberapa undang-undang juga menetapkan bahwa pihak perusahaan juga bertanggung jawab terhadap keselamatan ibu hamil. Seperti dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 76 ayat (2), pengusaha tidak diperkenankan memperkerjakan ibu hamil untuk pekerjaan yang berbahaya. Adapun menurut Konvensi ILO 183 tentang Perlindungan Maternitas (Maternity Protection), pekerjaan berbahaya yang dimaksud antara lain:
- Pekerjaan terkait mengangkat, membawa, mendorong, atau menarik beban tanpa alat bantu.
- Mengandung risiko terekspos bahan kimia atau yang mengancam kesehatan reproduksi.
- Tugas yang menuntut keseimbangan khusus.
- Melibatkan ketegangan fisik, misalnya duduk atau berdiri terlalu lama, serta terekspos suhu atau getaran ekstrim.
- Dilarang memperkerjakan perempuan hamil atau yang sedang dirawat pada jam malam (23.00-07.00). Jika memang bekerja pada malam hari, perusahaan harus memberikan perlindungan memadai.