Jadi Saksi dan Korban Peperangan di Masa Kecil, Seperti Apa Risikonya Pada Anak-Anak Palestina?

Meuthia Khairani | Beautynesia
Senin, 27 Nov 2023 15:30 WIB
Jadi Saksi dan Korban Peperangan di Masa Kecil, Seperti Apa Risikonya Pada Anak-Anak Palestina?
Risiko menjadi korban peperangan pada anak Palestina/Foto: detik.com/Abdelhakim Abu Riash/Al Jazeera

Peperangan antara Palestina dan Israel sudah sering sekali terjadi. Beberapa tahun mereda, tiba-tiba menjelang akhir tahun ini peperangan antara kedua negara tersebut terjadi lagi. Tentunya peperangan telah menghabiskan banyak nyawa, termasuk perempuan dan anak-anak.

Sering mendengar suara ledakan senjata, melihat pertempuran antara masyarakat sipil dan militer, melihat orang-orang terluka dan berdarah, bahkan meninggal di dunia di depan mata-kepala sendiri, kehilangan tempat tinggal dan sulit mendapatkan makanan setiap harinya dinilai dapat berpengaruh pada keadaan psikologis seseorang, terlebih anak-anak.

Kira-kira, seperti apa risiko pada kesehatan dan mentalitas anak-anak yang menjadi saksi dan korban peperangan? Simak selengkapnya, Beauties.

1. Kecemasan, Kesepian, Rasa Tidak Aman

Kecemasan, kesepian, rasa tidak aman/Foto: Pexels/Matheus Bertelli

Dilansir dari Save the Children, banyak anak-anak yang kehilangan teman dan keluarga sehingga dapat menyebabkan tingginya tingkat depresi dan kecemasan pada anak-anak korban perang.

Rasa aman yang biasanya didapat dari pengasuhan pun tidak lagi didapat oleh anak-anak karena terpisah dari orangtua atau orangtua mereka sudah tewas. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa anak-anak bisa selalu merasa stres dan lebih reaktif saat mendengar suara asing seperti suara pesawat terbang, bantingan pintu, atau ledakan kembang api, misalnya.

Keadaan kecemasan yang terus-menerus ini dapat menyebabkan mengompol, sulit tidur, mimpi buruk, dan ketegangan hubungan dengan orang yang mereka cintai.

2. Mati Rasa

Mati rasa/Foto: Pexels/Monstera Production

Anak-anak yang terlibat dalam peperangan dapat menjadi tidak peka dan mati rasa secara emosional sehingga berpotensi meniru perilaku agresif seperti yang pernah mereka saksikan dan menganggap bahwa kekerasan adalah hal normal.

3. Agresif

Agresif/Foto: Pexels/Keira Burton

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan konflik bersenjata berpotensi berperilaku agresif seperti gemar berkelahi, berteriak, dan menindas anak lain. Ada juga yang menjadi semakin menarik diri dari lingkungan sebagai dampak dari tidak memiliki rumah dan tempat untuk bermain.

4. Suka Menyakiti Diri Sendiri

Suka menyakiti diri sendiri/Foto: Pexels/cottonbro studio

Anak-anak yang mencoba melarikan diri dari apa yang mereka alami dan lingkungan mereka berpotensi mengonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang untuk melupakan situasi yang sedang dialami agar merasa lebih baik. Ada juga yang bahkan hingga melukai diri sendiri dan bunuh diri.

5. Masalah Fisik Serius

Masalah fisik serius/Foto: Pexels/Pavel Danilyuk

Dikutip dari detikcom, psikolog konseling spesialis di City University of London, Jeeda Al-Hakim, mengemukakan bahwa trauma dapat memicu pelepasan hormons stres seperti kortisol dan adrenalin yang nantinya mampu menyebabkan masalah kesehatan fisik seperti sakit kepala, sakit perut, kurang tidur, dan detak jantung yang lebih cepat.

____

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

 

(ria/ria)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE