Jepang Akan Mengubah Definisi dan Undang-undang tentang Kekerasan Seksual, Seperti Apa Perubahannya?

Jepang baru saja memperbarui undang-undang mengenai kekerasan seksual dan memperluas definisi pemerkosaan setelah selama ini anak-anak berusia 13 tahun dianggap cukup umur untuk memberikan persetujuan seksual sehingga mereka tidak dianggap sebagai korban pemerkosaan menurut undang-undang. FYI, hukum yang berlaku di Jepang adalah hubungan seksual dengan orang berusia 13-15 tahun akan dihukum jika pelakunya berusia 5 tahun atau lebih.

1. Usia Persetujuan

Dilansir dari WION, usia persetujuan untuk melakukan aktivitas seksual adalah usia legal di saat seseorang dianggap sudah cukup mampu menyetujuinya. Tujuan ditetapkannya usia persetujuan adalah untuk melindungi remaja dan dewasa muda dari pelecehan seksual dan konsekuensi hubungan seksual terhadap hak dan perkembangan mereka, sesuai kesepakatan Perserikatan Bangsa-bangsa.

Jika orang dewasa terlibat dalam jenis aktivitas seksual apa pun dengan seseorang di bawah usia persetujuan yang ditentukan oleh negara, maka mereka dianggap telah melakukan kejahatan. Selanjutnya, ketika hubungan seksual disetujui oleh kedua belah pihak, maka hal itu akan dianggap perkosaan menurut undang-undang. Sebab, salah satu individu tersebut masih di bawah umur dan terlalu muda untuk menyetujuinya.

Kepala kelompok PAPS (People Against Pornography and Sexual violence) yang berbasis di Tokyo juga mengatakan bahwa undang-undang saat ini memberikan ruang bagi pelaku untuk melimpahkan kesalahan kepada para korban dengan alasan seks mulai dinikmati oleh anak-anak.

Soal penuntutan terhadap pelaku kekerasan seksual, korban harus dapat membuktikan bahwa pelaku menggunakan kekerasan dan intimidasi dan kondisi korban tidak memungkinkan untuk melawan.

2. Apa yang Mendasari Perubahan Ini?

Ilustrasi korban pemerkosaan/Foto: Pexels/RDNE Stock Project

Perombakan yang diusulkan muncul setelah kritik dan reaksi atas undang-undang saat ini yang dinilai tidak cukup mampu melindungi anak-anak dari perkosaan dan pelanggaran seksual lainnya. Khususnya, usia persetujuan di Jepang yang belum berubah sejak 1907.

Ditambah lagi, terjadinya kasus di mana seorang ayah dituduh berulang kali memperkosa putrinya yang berusia 19 tahun dibebaskan. Menurut laporan, hal itu terjadi setelah pengadilan menyimpulkan bahwa persetubuhan itu dilakukan tanpa persetujuan.

Namun, karena tidak ada bukti pasti bahwa putrinya tidak mampu melawan, pelaku dibebaskan. Ini yang memicu kemarahan dan seruan baru untuk "kejahatan pemerkosaan sebagai semua hubungan seksual  nonkonsensual (tanpa persetujuan)."