Marsinah dan Harga Perjuangan, Mengenang Jejak Kepergiannya yang Masih Jadi Misteri

Riswinanti Pawestri Permatasari | Beautynesia
Kamis, 01 May 2025 09:30 WIB
Marsinah dan Harga Perjuangan, Mengenang Jejak Kepergiannya yang Masih Jadi Misteri
Marsinah dan Harga Perjuangan, Mengenang Jejak Kepergiannya yang Masih Jadi Misteri/Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom

Setiap negara punya cerita terkait Hari Buruh Internasional (May Day) yang diperingati setiap tanggal 1 Mei. Seperti halnya Chicago yang menjadi cikal bakal lahirnya peringatan ini, di mana ribuan buruh melakukan demonstrasi pada tahun 1886, Indonesia juga punya cerita kelam sendiri. Salah satu yang sangat melekat adalah kisah Marsinah dan kematiannya yang tak terpecahkan hingga kini.

Melansir DetikNews, Marsinah adalah buruh perempuan yang meninggal pada tahun 1993 setelah usahanya menuntut keadilan untuk para buruh di PT Catur Putra Surya (CPS). Perempuan muda ini dikenal karena keberaniannya menantang sistem, namun, sayangnya hal itu harus dibayar dengan nyawanya sendiri.

Kini, lebih dari tiga dekade telah berlalu sejak kepergian Marsinah. Namun kisahnya tetap hidup, bergaung dalam setiap seruan keadilan yang disuarakan kaum pekerja.

Masa Kecil Marsinah yang Mandiri dan Kritis

Marsinah lahir pada 10 April 1969 di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ia adalah anak kedua dari tiga bersaudara dalam keluarga sederhana. Kehilangan ibunya di usia belia, Marsinah kemudian dibesarkan oleh neneknya, Paerah.

Hidup dalam keterbatasan tak membuatnya menyerah. Ia dikenal rajin membantu neneknya berdagang dan punya kebiasaan membaca sejak kecil. Hal ini membentuknya menjadi pribadi kritis, tahan banting, dan berpikiran maju.

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Muhammadiyah Nganjuk, Marsinah bekerja di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo. Di tempat kerja inilah, ia mulai dikenal sebagai sosok yang vokal, tak segan mempertanyakan keputusan manajemen yang dinilai tidak adil terhadap buruh.

Gonjang-Ganjing di Tempat Kerja

Massa aksi Kamisan membawa poster serta spanduk di depan Istana Merdeka. Kamisan kali ini memperingati 26 tahun kasus Marsinah.

Ilustrasi/Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom

Dalam lingkungan yang masih tabu dengan perlawanan, Marsinah tampil vokal, menyuarakan hak-hak dasar buruh yang diabaikan. Melansir DetikNews, Gubernur KDH TK I Jawa Timur Soelarso mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 pada awal tahun 1993, yang berisi imbauan agar pengusaha menaikkan kenaikan gaji sebesar 20 persen gaji pokok pada karyawan. Namun, PT CPS menolak melaksanakannya karena berbagai pertimbangan.

Hal ini membuat buruh merasa geram sehingga bersama rekan-rekannya, Marsinah mendorong aksi mogok kerja untuk menuntut hak buruh, termasuk kenaikan upah harian dari Rp1.700 menjadi Rp2.250 serta tunjangan absen sebesar Rp550 meski tidak masuk kerja.

Aksi itu berbuntut panjang. Buntut dari aksi mogok, pada 3 dan 4 Mei 1993, para buruh berhenti bekerja. Pada 5 Mei, 13 buruh dipanggil ke Markas Kodim 0816/Sidoarjo dan ditekan untuk mengundurkan diri secara paksa. Marsinah, meski tak termasuk dalam daftar yang dipanggil, datang ke Kodim untuk mencari tahu kabar teman-temannya. Sejak malam itu, ia menghilang.

Ditemukan dalam Kondisi Meninggal Penuh Luka

Tiga hari setelah hilang, tubuh Marsinah ditemukan dalam kondisi mengenaskan di sebuah gubuk kosong di hutan jati di wilayah Wilangan, Nganjuk. Tubuhnya menunjukkan tanda-tanda penyiksaan berat. Menurut visum yang dikutip dari laporan CNN Indonesia, ditemukan luka-luka memar akibat penganiayaan di sekujur tubuh, serta tanda-tanda dugaan kekerasan seksual sebelum kematiannya.

Kabar kematian Marsinah memicu kemarahan publik dan tekanan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri. Namun, penanganan kasusnya jauh dari transparan. Delapan orang pimpinan PT CPS sempat ditangkap, tetapi banyak pihak meyakini mereka hanyalah kambing hitam. Bahkan salah satu terdakwa, Mutiari, mengaku disiksa selama pemeriksaan agar mau mengaku bersalah.

Upaya Hukum yang Tak Pernah Tuntas

Perempuan Mahardhika bersama berbagai elemen buruh menggelar unjuk rasa mengenang '25 Tahun Kematian Marsinah' di depan Istana Merdeka, Selasa (8/5).

Ilustrasi/Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom

Pasca pembunuhan, sebuah tim investigasi dari Bakorstanasda dibentuk. Delapan staf PT CPS sempat ditangkap dan dijadikan tersangka, namun, proses hukum banyak menuai kontroversi. Beberapa di antaranya mengaku mendapat tekanan fisik dan psikis selama penyidikan. Bahkan pengacara salah satu terdakwa, Trimoelja D. Soerjadi, menyebut adanya indikasi rekayasa untuk menutupi keterlibatan aparat militer setempat. Namun hal ini masih menjadi sebuah tudingan serius yang hingga kini belum pernah benar-benar dituntaskan.

Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, dijatuhi hukuman 17 tahun penjara, namun kemudian dibebaskan. Begitu pula beberapa staf lainnya. Kasus Marsinah pun perlahan tenggelam dalam debu sejarah, meski arus desakan masyarakat untuk membuka kembali penyelidikan tak pernah padam.

32 Tahun Berlalu, Tapi Luka Itu Masih Menganga

Massa aksi Kamisan membawa poster serta spanduk di depan Istana Merdeka. Kamisan kali ini memperingati 26 tahun kasus Marsinah.Ilustrasi/ Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom

Hingga 2025, sudah 32 tahun berlalu sejak kematian Marsinah. Namun, belum ada satu pun vonis hukum yang benar-benar diyakini mampu membongkar dalang pembunuhannya. Komnas HAM sempat mengusulkan kasus ini dibuka kembali, namun, upaya itu masih berjalan di tempat.

Kini, pabrik tempat Marsinah dulu bekerja telah lenyap ditelan lumpur Lapindo. Namun Marsinah bukan hanya simbol. Ia adalah cermin bagaimana perjuangan buruh di Indonesia pernah (dan bisa saja masih) dibungkam dengan cara paling keji. Ia perempuan muda yang bersuara untuk kebenaran, meski sistem tak berpihak kepadanya.

Hari Buruh bukan semata tentang demonstrasi atau upah. Ini adalah waktu untuk mengenang mereka yang bersuara, meski harus dibungkam. Ini saatnya menagih keadilan untuk Marsinah dan memastikan tak ada lagi pekerja, terutama perempuan, yang harus menjadi martir hanya karena berani bicara.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.