Mengenal Lipstick Effect, Ketika Beli Makeup Berkaitan dengan Resesi

Ayuliy Lestari | Beautynesia
Selasa, 15 Oct 2024 18:30 WIB
Fenomena Ekonomi ‘Lipstick Effect'
Ilustrasi/ Foto: Freepik.com/Jcomp

Beauties, pernahkah kamu mendengar istilah lipstick effect? Jika kamu mengira istilah tersebut berkaitan dengan kecantikan, kamu perlu cari tahu lebih dalam tentang istilah yang satu ini.

Jadi, lipstick effect diperkenalkan oleh profesor ekonomi dan sosiologi Juliet Schor pada bukunya yang berjudul The Overspent American di tahun 1998, di mana lipstick effect merupakan sebuah teori yang menggambarkan penurunan ekonomi yang ditandakan dengan menaiknya demand atau pembelian terhadap produk-produk kecantikan yang murah, terutama lipstik. 

Fenomena Ekonomi ‘Lipstick Effect'

Ilustrasi/ Foto: Freepik.com/Jcomp

Lipstick effect merupakan fenomena ekonomi ketika para konsumen, terutama perempuan, tetap membeli barang-barang kecil dan relatif murah seperti kosmetik, meskipun sedang mengalami resesi atau kesulitan ekonomi.

Fenomena ini menunjukkan bahwa, ketika seseorang merasa tidak aman atau cemas dengan kondisi keuangan, mereka justru cenderung mencari kenyamanan dengan berbelanja barang-barang yang sebenarnya hanya untuk memberikan rasa puas tanpa membebani keuangan mereka secara signifikan.

Lipstik Dianggap Affordable Luxury

Ilustrasi/ Foto: Freepik.com/Freepik

Istilah lipstick effect berasal dari pengamatan tentang penjualan kosmetik, khususnya lipstik, cenderung tetap stabil, bahkan meningkat selama masa-masa sulit ekonomi.

Hal ini terjadi karena lipstik seringkali dianggap sebagai affordable luxury atau kemewahan yang terjangkau. Sehingga memungkinkan seseorang untuk merasakan sedikit kemewahan atau peningkatan suasana hati tanpa harus mengeluarkan banyak uang. 

Fakta Bahwa 'Lipstick Effect' Benar-benar Terjadi

Ilustrasi/ Foto: Freepik.com/Freepik

Teori lipstick effect yang dikemukakan pertama kali oleh Juliet Schor ini menunjukkan bahwa perempuan akan tetap berbelanja secara loyal pada lipstik merek mewah yang digunakan di tempat umum.

Teori ini didukung oleh pengakuan Leonard Lauder pada tahun 2001. Sebagai penerus brand kecantikan asal Amerika Serikat, Estée Lauder, ia mengatakan bahwa perusahaannya mendapatkan lonjakan penjualan lipstik setelah resesi menimpa Amerika Serikat pada tahun 2008.

Menurut Colleen Kirk, profesor pemasaran di Institut Teknologi New York, ketika ekonomi melambat, pengeluaran untuk kosmetik justru meningkat. Hal ini diperkuat oleh riset Magpie E-commerce Intelligence yang mencatat, dari Juli – Desember 2023, total penjualan atau gross merchandise value (GMV) lipstik mencapai Rp1,2 triliun dengan 42,6 juta produk terjual di Shopee dan Tokopedia.

CEO Magpie, Wilhendra Akmam, menyatakan bahwa produk bibir diprediksi akan menghasilkan pendapatan global sebesar 22,17 miliar USD pada 2024, dengan Indonesia menyumbang sekitar 359,3 juta USD.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk gabung ke komunitas pembaca Beautynesia B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(dmh/dmh)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE