Mengenal Surastri Karma Trimurti, Sosok yang Gigih Perjuangkan Kebebasan Pers dan Berekspresi

Cikal Chairunisa | Beautynesia
Rabu, 21 Feb 2024 07:30 WIB
Kisah Perjalanan Politik SK Trimurti
Perjalanan SK Trimurti dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia/ Foto: Dok. Perpustakaan Nasional

Perjalanan pers Indonesia sarat dengan lika-liku dan tantangan. Pada saat yang bersamaan, muncul sosok perempuan bernama Surastri Karma Trimurti atau SK Trimurti yang berperan sebagai simbol perlawanan terhadap aturan feodal.

Trimurti adalah seorang guru, aktivis kemerdekaan, jurnalis, dan Menteri Tenaga Kerja pertama Indonesia, yang mulanya jabatan ini bernama Menteri Perburuhan. Lantas, bagaimana latar belakang Trimurti, serta sejauh apa pengaruhnya dalam memperjuangkan kebebasan pers dan berekspresi? Simak penjelasan singkat berikut ini. 

Biografi SK Trimurti

SK Trimurti lahir pada 11 Mei 1912 di Desa Sawahan, Boyolali, Karesidenan Surakarta dari pasangan R.Ng. Salim Banjaransari Mangunsuromo dan R.A. Saparinten Mangunbisomo. Ayah dan ibunya adalah abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. 

Dikutip dari Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, Trimurti menempuh pendidikan SD di sekolah Ongko Loro Atau Tweede Inlandsche School (TIS). Kemudian, atas kehendak ayahnya, dia melanjutkan ke sekolah guru perempuan atau Meisjes Normaal School (MNS) dengan masa studi 4 tahun.

Oleh karena nilai kelulusannya yang memuaskan, dia pun bisa langsung mengajar di Sekolah Latihan. Akan tetapi, Trimurti memutuskan untuk keluar dan berpindah mengajar ke sekolah Ongko Loro di Alun-Alun Kidul kota Solo karena tidak betah dengan lingkungannya.

Seiring berjalannya waktu, Trimurti belum juga merasakan ketenangan, sehingga dia lagi-lagi berpindah ke Meisjesschool di Banyumas. Nah, Banyumas inilah yang menjadi jalan pembuka bagi Trimurti untuk mengenal dunia organisasi.

Kala itu, perempuan sering kali dipandang sebelah mata. Oleh sebab itu, dia aktif menjadi anggota Rukun Wanita dan sering mengikuti beberapa rapat yang diinisiasi oleh Budi Utomo (BU) cabang Banyumas.

Kisah Perjalanan Politik SK Trimurti

Perjalanan SK Trimurti dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia/ Foto: Dok. Perpustakaan Nasional

Pidato Soekarno saat tengah melakukan perjalanan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur pada Agustus dan September 1932 berhasil menyentuh hati Trimurti. Dia pun mantap melepaskan statusnya sebagai guru negeri dan bergabung dengan Partindo cabang Bandung. Sembari berpolitik, Trimurti juga bekerja sebagai guru di sekolah swasta pimpinan Sanusi Pane bernama Perguruan Rakyat. 

Pada 1 Agustus 1933, Soekarno ditahan oleh pemerintah Belanda karena aktivitas politiknya. Kondisi ini membuat Trimurti terpaksa kembali ke Klaten. Akan tetapi, tampaknya Yogyakarta lebih cocok untuknya karena di sanalah dia mendirikan Persatuan Marhaen Indonesia (PMI) bersama Sri Panggihan pada 1935.

Tujuan utama pendirian PMI adalah memberikan pendidikan politik bagi para perempuan Indonesia dan memperjuangkan kemerdekaan.

Keikutsertaan Trimurti di PMI dan keberaniannya dalam menyebarkan semangat perjuangan anti-kolonialisme membuatnya dikenai pidana penjara. Setelah keluar dari penjara, Trimurti tidak kapok dengan politik dan bergabung menjadi anggota Gerindo. Melalui diskusi-diskusi politik inilah dia bertemu dengan teman hidupnya, yakni Mohammad Ibnu Sayuti atau yang biasa dipanggil Sayuti Melik.

Aktivitas politik dan jurnalistik Trimurti membuatnya sering keluar masuk penjara kolonial, baik di zaman Belanda maupun Jepang. Pada masa penjajahan Jepang, semua organisasi dilarang, sehingga Trimurti menyanggupi permintaan Soekarno untuk membantu pekerjaan di Putera dan Jawa Hokokai.

Begitu memasuki persiapan kemerdekaan, Trimurti merupakan saksi diadakannya rapat-rapat BPUPKI, desakan kaum muda kepada Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, hingga hadir dalam upacara kemerdekaan 17 Agustus 1945. Selain itu, dia juga turut serta menyebarkan berita kemerdekaan ke daerah-daerah dan menjadi anggota KNIP untuk membantu pekerjaan presiden sebelum dibentuknya DPR MPR.

Sesudah kemerdekaan, Trimurti memilih untuk menjadi anggota Partai Buruh Indonesia, bahkan kemudian menjadi ketuanya. Selain PBI, dia juga aktif di BBW (Barisan Buruh Wanita) sekaligus dia adalah ketuanya.

BBW sendiri aktif memberikan kursus-kursus politik kepada kaum perempuan. Pengabdiannya di bidang perburuhan membuat dirinya diangkat menjadi Menteri Perburuhan pada era kabinet Amir Sjarifoeddin.

Lepas dari jabatan menteri, Trimurti menjadi anggota Dewan Nasional, Dewan Perancang Nasional (Depernas), dan MPRS. Selanjutnya, saat memasuki masa Orde Baru, dia menjadi salah satu penandatangan naskah Petisi 50 atau biasa disebut juga “Pernyataan keprihatinan”.

Perjuangan SK Trimurti Melalui Tulisan

Perjuangan SK Trimurti dan semangat perubahan/ Foto: instagram.com/_reynaherchronicles_

Soekarno merupakan orang pertama yang meminta Trimurti untuk menuangkan tulisannya di Pikiran Rakyat, majalah Partindo. Mulanya, Trimurti merasa keberatan dengan permintaan tersebut karena merasa tidak percaya diri dengan hasil tulisannnya. Namun, Soekarno selalu meyakinkan Trimurti bahwa dia pasti bisa. Akhirnya, Trimurti berhasil menantang dirinya sendiri untuk menulis.

Ketika di Klaten, Trimurti menulis untuk surat kabar Berdjoeang pimpinan Doel Arnowo. Lalu, pada 1935, dia dan teman-temannya di Solo mendirikan majalah Bedug yang berbahasa Jawa. Namun, majalah ini hanya bertahan satu kali penerbitan dan berganti nama menjadi Terompet. Majalah Terompet menggunakan bahasa Indonesia, tetapi juga tidak bertahan lama.

Karier menulis Trimurti berlanjut ketika dia mendapat tugas untuk mengelola majalah Suara Marhaeni milik PMI. Setelah bebas dari penjara Bulu Semarang, Trimurti juga menulis untuk majalah Suluh Kita dan kadang-kadang membantu menyumbang tulisan di Sinar Selatan.

Setelah menikah dengan Sayuti Melik, Trimurti mendirikan majalah sendiri yang bernama Pesat. Sayangnya, majalah ini terpaksa ditutup saat Jepang datang karena Jepang melarang semua surat kabar kecuali yang dikelola oleh Jepang sendiri.

Sesudah merdeka, melalui Api Kartini dan Harian Rakyat, Trimurti kerap memperjuangkan nasib perempuan agar sejajar dengan laki-laki. Kemudian, pada 1975, Trimurti bersama dengan teman-temannya mendirikan majalah bertemakan filsafat dan mental spiritual bernama Mawas Diri.

Tema penulisan di majalahnya tidak melulu soal politik, tetapi juga sosial ekonomi, perempuan, dan perburuhan di surat kabar Kedaulatan Rakyat (KR), majalah Gema Angkatan 45, majalah Suara Perwari, majalah Pradjoerit, Harian Nasional, dan majalah Revolusioner.

Mengenang dan Menghormati Nama SK Trimurti Lewat Trimurti Award

Nama SK Trimurti abadi dalam Trimurti Award/ Foto: instagram.com/_reynaherchronicles_

Dilansir dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), perjuangan Trimurti dalam memperjuangkan kebebasan pers, berekspresi, kesetaraan gender, dan hak publik atas informasi berhasil mengilhami AJI untuk membuat Trimurti Award. Anugerah ini bertujuan untuk menjaga semangat dan prinsip perjuangan Trimurti.

Trimurti mengembuskan napas terakhirnya pada 20 Mei 2008 pukul 18.30 WIB, di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Jenazahnya disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Raganya mungkin sudah tidak ada lagi, tetapi semangatnya akan tetap ada selamanya.

***

Ingin jadi salah satu pembaca yang bisa ikutan beragam event seru di Beautynesia? Yuk, gabung ke komunitas pembaca Beautynesia, B-Nation. Caranya DAFTAR DI SINI!

(naq/naq)
Komentar
0 Komentar TULIS KOMENTAR
Belum ada komentar.
Jadilah yang pertama memberikan komentar.

RELATED ARTICLE